Guruku Sayang, Guruku Malang
Dukungan kepada Guru Supriyani Kasus guru honorer Ibu Supriyani yang ditetapkan sebagai tersangka karena dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara membuat hati masyarakat teriris. Betapa seorang...
Kasus guru honorer Ibu Supriyani yang ditetapkan sebagai tersangka karena dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara membuat hati masyarakat teriris. Betapa seorang guru adalah sosok mulia yang mengajarkan ilmu dan kebaikan bagi anak didiknya. Maka pantaskah sebagai orang tua justru membawa beliau ke meja hijau?
Persidangan guru Supriyani akan dilanjutkan pada Senin, 25 November 2024, dengan agenda pembacaan putusan (vonis) dari majelis hakim.
Sebelumnya, sidang pembelaan (pledoi) terdakwa Supriyani, berlangsung pada Kamis, 14 November 2024. Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum Supriyani meminta agar majelis hakim menerima pleidoi mereka dan menyatakan Supriyani tidak terbukti bersalah atas dakwaan yang mengacu pada pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kepala SD Negeri 4 Baito, Sanaali, menyatakan tak ada saksi yang menyatakan melihat Supriyani menganiaya muridnya tersebut. Menurut dia, Supriyani hanya pernah menegur muridnya tersebut karena kurang disiplin.
Wallahu’alam, Ibu guru Supriyani sudah berulang kali mengatakan bahwa beliau tidak pernah melakukan penganiayaan itu. Yang pasti tuduhan itu di bawah naungan UU Perlindungan Anak serta pasal 351 KUHP.
Demikian mudahnya seorang guru bisa dijerat pasal hanya karena tegas dalam mendidik siswa-siswinya. Kasus serupa seringkali terjadi di negeri ini. Tahun 2016 ada guru Sambudi di Sidoarjo yang dilaporkan karena mencubit siswa yang tidak mau melaksanakan salat berjamaah. Yang lebih memilukan, tahun 2023 ada guru Zaharman di Bengkulu yang mengalami kebutaan setelah dilempar ketapel oleh orang tua murid. Orang tua murid marah karena sang guru menghukum anaknya karena merokok.
Demikianlah kondisi sosok guru dalam sistem kapitalisme hari ini yang penuh dilema. Seorang guru memiliki kewajiban membimbing dan mengarahkan anak didiknya, tentu saja dengan cara yang sesuai dengan mereka. Ada kalanya penuh kelembutan, kadang harus tegas, bahkan dalam komdisi tertentu dibutuhkan teguran, sikap marah tapi tetap di bawah kontrol emosi, bahkan sanksi ringan yang tidak membahayakan.
Namun seringkali upaya upaya serius yang penuh cinta dari seorang guru malah dianggap sikap membenci dan menganiaya. Di bawah UU perlindungan anak, UU no 23 tahun 2022, seorang guru bisa dijerat pasal perlindungan dan kekerasan anak. Jika demikian, seorang guru pasti merasa takut ketika ingin mengajari anak kedisiplinan.
Seperti kasus guru Sambudi di Sidoarjo yang hendak membimbing anak didiknya agar disiplin melakukan salah satu kewajibanya sebagai seorang muslim, yakni shalat. Mestinya orang tua harus berterima kasih kepada sang guru karena sudah dibantu memberi pemahaman kepada anak tentang pentingnya beribadah shalat tepat waktu. Rasulullah Saw pun mengajarkan pada orang tua untuk mendidik anak agar melaksanakan shalat sejak usia 7 tahun. Bahkan ketika menginjak usia 10 tahun boleh dipukul dengan pukulan kasih sayang dan tidak menyakitkan jika anak enggan melaksanakan shalat. Lalu bagaimana akan mewujudkan anak-anak didik yang cerdas dan bertakwa jika para guru takut dan bersikap cuek terhadap mereka?
Demikian gambaran penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalisme yang tidak menjadikan sosok guru memiliki kedudukan mulia. Di beberapa video yang beredar di media sosial pun bisa dilihat betapa perilaku murid terhadap guru sangat tidak beradap. Jika guru menasehati agak keras, maka murid membalas dengan kemarahan yang lebih keras, bahkan menantang gurunya untuk beradu fisik.
Dalam pandangan Islam, sosok guru sangatlah dimuliakan dan dihormati. Bagaimanapun, guru telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi anak dalam proses belajar saat ini hingga kelak dewasa. Guru akan mewarnai anak didik dalam perkembangannya baik di aspek kognitif, spiritual, sosial, emosional maupun kepribadian. Maka baik orang tua siswa dan siswa wajib memberikan perlakuan terbaik pada sosok guru.
Dalam sistem Islam, negara pun memberikan sistem penggajian terbaik. Guru diharapkan mampu mengemban amanah dan memberikan ilmu, wawasan dan ispirasi kebaikan secara optimal kepada anak didik. Sebab dari lisan dan tangan guru akan terbentuk output pendidikan terbaik yang mampu memimpin sebuah peradaban.
Pada masa kekhilafahan Harun Ar-Rasyid, pendidikan terbaik untuk anak usia dini telah menghasilkan calon-calon generasi pemimpin yang menguasai Al-Qur'an, ilmu hadits, fiqih dan ilmu lainnya. Hal ini karena negara begitu memuliakan guru serta menjamin kesehteraannya. Demikian pula masyarakat dan orang tua siswa pun tersuasanakan untuk memberikan penghormatan yang tinggi kepada guru. Wallahu’alam bish-shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.