Puluhan Kades Bondowoso Dipanggil Kejari untuk Klarifikasi LHP Inspektorat
Puluhan Kades Bondowoso Dipanggil Kejari untuk Klarifikasi LHP Inspektorat. ????Puluhan kepala desa Bondowoso dipanggil Kejari untuk klarifikasi terkait LHP Inspektorat 2021-2023. Pemanggilan ini bagian dari program 'Jaksa Jaga Desa'. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Bondowoso (beritajatim.com) – Sebanyak 43 kepala desa di Kabupaten Bondowoso dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat pada Senin (13/1/2025). Pemanggilan ini terkait klarifikasi penyelesaian rekomendasi tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat tahun 2021 hingga 2023.
Kasi Intel Kejari Bondowoso, Adi Harsanto, menjelaskan pemanggilan ini merupakan bagian dari program “Jaksa Jaga Desa” yang bertujuan mengawal penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
“Yang belum selesai tunggakan maupun program yang tidak terlaksana, ada sekitar 40-an kades yang kami undang bertahap,” katanya pada BeritaJatim.com, Senin (13/1/2025).
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bondowoso, Setyo Budi, menilai langkah Kejari ini penting untuk memberikan efek jera kepada kepala desa yang belum menyelesaikan tanggung jawab mereka.
“Kami mendesak inspektorat kalau (kades) masih bandel, harus ada efek jera. Tidak perlu malu-malu lagi. Sebagai eksekutif harus dilanjutkan ke LPH (APH),” ungkap Budi, Kamis (16/1/2025).
Ia juga menilai sanksi administratif terhadap para kepala desa selama ini terlalu lunak. “Saya sampaikan tegas, kalau memang ada unsur pidana, hukum. Jangan ada kesannya itu pembiaran. Malah justru akan semakin marak,” ujar legislator Partai Gerindra tersebut.
Ketua DPRD Bondowoso, H. Ahmad Dhafir, turut menyoroti permasalahan ini. Menurutnya, temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak segera diselesaikan dapat menjadi kerugian negara.
“Temuan BPK itu diberi batas waktu maksimal 2 bulan. Tetapi begitu 2 bulan belum dikembalikan, maka temuan yang asalnya menggunakan kata ‘lebih bayar’, itu secara otomatis berubah menjadi kata ‘kerugian’. Maka di saat menggunakan kata ‘kerugian’, maka menggunakan undang-undang tipikor,” jelasnya.
Ahmad juga mengkritik Inspektorat agar lebih tegas dalam menjalankan tugasnya. “Inspektorat dalam melakukan audit jangan seperti pasar tradisional. Pasar tradisional itu biasanya ditawar. Harganya tinggi lalu kemudian ditawar. Itu pasar tradisional. Jadilah seperti pasar modern. Sudah ada tabel harga. Jadi temuannya sekian, ya sekian,” tegasnya.
Inspektur Pemkab Bondowoso, Ahmad, menyebut pihaknya terus memantau penyelesaian temuan yang belum ditindaklanjuti. Ia menjelaskan, pemanggilan kepala desa dilakukan berdasarkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017.
“Kemudian diberi jangka waktu sesuai aturan PP nomor 12 tahun 2017 di situ mengatur agar ditindaklanjuti paling lama 60 hari kerja. Nah, kondisi itu terus tetap kita lakukan pemantauan dalam penyelesaiannya,” bebernya.
Ahmad menambahkan bahwa pihak Inspektorat telah menyiapkan alat ukur untuk meminimalisir penyelewengan anggaran dana desa. “Ada 8 area yang sudah kita tentukan mulai dari perencanaan, penganggaran, pengelolaan aset milik daerah, pelayanan publik, termasuk mengenai optimalisasi pajak. Itu menjadi bagian alat ukur,” jelasnya.
Ia juga mengimbau kepada kepala desa untuk menyelesaikan temuan secara administratif agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. “Kalau ada temuan ayo diselesaikan secara administratif. Kalau ada kelebihan bayar, selesaikan. Biar tidak merepotkan semuanya,” imbaunya. [awi/beq]