Ramai-ramai Anggota DPR Soroti Penyelewengan BBM Bersubsidi saat Rapat dengan Kepala BPH Migas

Ramai-ramai anggota dewan menyoroti masih maraknya penyelewengan BBM Bersubsidi hingga SPBU nakal.

Ramai-ramai Anggota DPR Soroti Penyelewengan BBM Bersubsidi saat Rapat dengan Kepala BPH Migas

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati, pada Senin (10/2/2025).

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya itu, ramai-ramai anggota dewan menyoroti masih maraknya penyelewengan BBM Bersubsidi.

Shanty Alda, anggota Komisi XII DPR F-PDIP menyebut hingga awal 2025 ini, masih marak terjadi kasus penimbunan BBM Bersubsidi, hingga nakal.

"Dan ini banyak terjadi di Bali, itu banyak sekali kasus yang membeli BBM (bersubsidi) dalam jumlah besar pertalite ya dan dijualnya dalam bentuk dimasukkan ke jeriken dan dijual ke pengecer-pengecer itu di Bali," kata Shanty di Ruang Rapat Komisi XII DPR, Senayan, Jakarta.

"Dan juga banyak di berbagai tempat di Aceh, NTT kenakalan-kenakalan itu dispensernya banyak diakali," lanjutnya.

Sebab itu, Shanty mempertanyakan sistem pengawasan yang dilakukan .

"Sistem pengawasan itu bagaimana? kecurangan ini apakah ada satuan khusus di Pertamina yang mempelajari dan investigasi adanya kecurangan distribusi BBM bersubsidi ini? dan bagaimana koordinasi dengan kepolisian dan instansi lainnya?" ujarnya.

Baca juga:

Sementara itu, anggota Komisi XII DPR RI F-PKS Nevi Zuaririna, meminta memberi sanksi tegas kepada nakal.

Dia mengusulkan agar ada penutupan nakal supaya ada efek jera.

"Kalau tidak keras efek jeranya hanya sekadar pengurangan kuota itu rasanya belum keras kalau bisa kita tutup nya, tidak pandang bulu," ujarnya.

Anggota Komisi XII DPR RI F-Demokrat Mulyadi, mendorong untuk meningkatkan sistem pengawasan.

Hal ini penting untuk mendeteksi indikasi praktik kecurangan.

"Dari hasil rapat kita sebelumnya dapat kita simpulkan bahwa ini kekurangan personel, maka dari itu mendorong penguatan sistem karena kalau kita tidak punya pengawasan cukup, kita harus punya sistem agar sistem kita mendeteksi indikasi terhadap hal-hal yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan," pungkasnya.