Tes Kehamilan: Mencegah atau Memperparah Generasi Muda?

Media sosial dikejutkan dengan video siswi di salah satu SMA di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang sedang mengantre tes kehamilan. Dilansir dari CNN (23/01) kebijakan tersebut telah dijalankan oleh...

Tes Kehamilan: Mencegah atau Memperparah Generasi Muda?
Image White Lily Agama | 2025-02-07 09:36:29

Media sosial dikejutkan dengan video siswi di salah satu SMA di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang sedang mengantre tes kehamilan. Dilansir dari CNN (23/01) kebijakan tersebut telah dijalankan oleh pihak sekolah selama dua tahun dan dilakukan setelah libur semester dan ajaran tahun baru. Hal ini bertujuan agar kehamilan di tengah siswi dapat terdeteksi lebih dini dan memastikan para siswa terhindar dari pergaulan bebas. Kebijakan di sekolah tersebut tentu saja menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat atau pemerintah. Bupati Cianjur sendiri mendukung hal tersebut dengan dalih langkah tersebut diambil dengan alasan yang jelas dan bertujuan untuk menekan angka pergaulan bebas serta kenakalan remaja, namun selain tes harus memperbanyak jadwal pelajaran agama dan siraman rohani di kalangan siswa. Sedangkan Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi menyayangkan adanya tes ini,. Menurut Imran banyak opsi lain yang bisa dilakukan untuk memastikan siswi terhindar dari kehamilan dini karena tes tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jiwa bagi siswi dan keluar sekolah, terlebih untuk siswi yang hasilnya positif.

Buah dari Sekularisme

Merupakan hal yang wajar ketika kita mengkhawatirkan kondisi generasi muda saat ini. Terlebih dilansir dari Harian Jogja pada Agustus tahun 2024, Kepala BKKBN mengungkapkan bahwa rata-rata usia remaja mulai berhubungan seks pada usia 15 hingga 19 tahun meningkat. Pada perempuan, tercatat lebih dari 50% yang melakukan hubungan seksual di usia 15 -19 tahun. Sementara pada laki-laki lebih tinggi, yaitu di atas 70%. Beliau menambahkan usia menikah rata-rata 22 tahun, namun usia remaja yang melakukan hubungan seksual sekitar 15-19 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa angka perzinahan meningkat. Tentu hal ini menjadi sebuah ironi. Namun perzinahan tidak dapat dicegah dengan dilaksanakannya tes kehamilan. Justru hal tersebut bisa menjadi bumerang bahkan menyesatkan generasi muda.

Tes kehamilan hanya dapat mendeteksi apakah seorang perempuan hamil atau tidak. Bukan mendeteksi atau mencegah seseorang berzina atau tidak. Hal ini akhirnya membentuk mindset di tengah kaum muda sehingga muncul pernyataan, “Gapapa zina, yang penting ga hamil”. Kini seseorang yang belum menikah juga dapat dengan bebas membeli kontrasepsi atau malah menggugurkan kandungan. Oleh karena itu, mustahil mencegah perzinahan dengan tes kehamilan. Pencegahan harusnya melibatkan semua pihak, baik individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara. Tidak hanya sekolah.

Disadari atau tidak, permasalahan perzinahan yang terjadi hari ini merupakan buah dari sistem sekularsime dimana peraturan masyarakat dan negara terpisah dari aturan agama. Kita tahu bahwa di dalam Islam terdapat larangan berzina, bahkan mendekati saja dilarang, namun karena kita hidup dalam sistem sekularsime, aturan tersebut hanya diemban individu saja. Di sistem hari ini, keluarga sibuk dengan pekerjaan dan masalah perekonomian sehingga tidak dapat mendidik anak dengan totalitas. Sedangkan pendidikan di sekolah tidak dibangun atas aqidah Islam, prinsip belajar hanya mendapatkan nilai atau pekerjaan semata, minim dibahas terkait hakikat manusia hidup di dunia yang benar seperti apa sehingga tidak dapat membentuk individu yang bertaqwa. Ditambah kondisi masyarakat yang apatis dan indivualis, sibuk dengan urusan masing-masing. Dari negara sendiri tidak ada kebijakan yang menuntaskan perzinahan dan tidak ada hukuman yang menjerakan pelaku zina. Belum lagi tidak ada aturan tegas dan maraknya video porno dan film tak senonoh yang terdapat di berbagai media sosial seperti X, Telegram, WeTv, Netflix, dan situs-situs lainnya, serta kampanye seks sehat ala barat dan paham HAM yang memperparah kondisi sekarang. Akibatnya, remaja menjadi penasaran dan kebablasan sehingga merebaklah kasus perzinahan

Terbebas Zina dengan Islam

Sungguh Maha Benar Allah atas segala firmanNya. Allah tidak hanya merupakan Al-Khaliq (Sang Pencipta), namun juga Al-Mudabbir (Sang Pengatur). Benar saja, apabila terdapat satu saja ayat Allah dilanggar, maka akan terjadi banyak kerusakan. Dari dilanggarnya larangan untuk berzina dan manusia mementingkan nafsunya, kita tahu akan banyak permasalahan muncul seperti hamil di luar nikah yang menyebabkan anak tidak mendapat nasab dan waris dari sang ayah, pembuangan dan aborsi bayi, maraknya HIV/AIDS, ayah yang tidak bertanggung jawab, ibu yang depresi, perselingkuhan, perceraian, pernikahan sedarah karena tidak tau kalau memiliki ayah yang sama, kasus pembunuhan, dan lain sebagainya.

Islam telah memberikan solusi tuntas dan paripurna terhadap segala permasalahan yang ada pada manusia. Di dalam Islam, mendekati zina jelas haram hukumnya apalagi berbuat zina. Islam memberikan sanksi tegas berupa jilid dan rajam apabila terdapat seseorang yang berzina. Sanksi ini secara nyata dapat dapat membuat jera dan dapat menebus dosa zina di akhirat.

Namun hukuman ini tentu saja tidak dilakukan apabila negara Islam belum memberikan upaya prefentif (pencegahan). Negara membangun pendidikan berdasarkan aqidah Islam dan ketaqwaan sehingga terbentuklah individu, keluarga, dan masyarakat yang Islami. Perekonomian di dalam Islam dijamin oleh negara, sehingga ibu tidak harus bekerja dan dapat fokus menjadi ibu bagi generasi dan pengatur rumah tangga. Masyarakat juga menjadi masyarakat yang peduli pada sesama dan selalu amar ma’ruf nahi munkar karena di dalam Islam, kita wajib mengingatkan apabila terdapat kesalahan. Di dalam Islam terdapat sistem pergaulan yang menepis semua kemungkinan masyarakat untuk berzina. Di dalam Islam terdapat larangan berkhalwat (berdua-duan dengan bukan mahram), berikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan), diatur pula bagaimana perempuan dan laki-laki berpakaian dan berias saat bertemu dengan orang yang bukan mahram, dalam interaksi apa saja yang diperbolehkan, serta keduanya diperintahkan untuk menjaga pandangan. Selain itu, segala bentuk film, gambar, cerita, media, ataupun berbagai paham yang tidak sesuai dengan hukum syara’ akan diblokir sehingga tidak dapat diakses oleh masyarakat. Namun semua ini hanya terdapat dalam negara Khilafah yang menerapkan seluruh syariat Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai pondasinya.

Referensi:

An-Nabhani, Taqiyuddin. An-Nizham Al-Ijtima’iy fi Al-Islam

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20250123143805-255-1190670/viral-siswi-sma-cianjur-wajib-tes-hamil-kemenkes-ingatkan-dampaknya

https://leisure.harianjogja.com/read/2024/08/18/508/1184204/pernikahan-dini-menurun-hubungan-seks-di-luar-nikah-meningkat-ini-datanya

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.