Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Negara Berkembang Melambat Tahun Ini
Bank Dunia meminta negara-negara berkembang agar bersiap menghadapi tahun-tahun yang lebih sulit di masa datang.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Bank Dunia
meminta negara-negara berkembang agar bersiap menghadapi
tahun-tahun yang lebih sulit di masa datang.
Bank Dunia menyatakan, pertumbuhan ekonomi menunjukkan tanda-tanda perlambatan dan hanya sedikit negara yang akan naik dari status berpenghasilan rendah ke status berpenghasilan maju dalam 25 tahun ke depan.
Itu berarti ratusan juta orang diperkirakan akan tetap menderita kemiskinan ekstrem, kelaparan dan kekurangan gizi.
“Negara-negara berkembang, yang memulai abad ini dengan lintasan untuk menutup kesenjangan pendapatan dengan negara-negara terkaya, semakin tertinggal,” ujar Indermit Gill, kepala ekonom dilansir Business Time,
Bank tersebut mencatat dalam laporan tersebut bahwa ekonomi pasar berkembang dan – yang meliputi Tiongkok, India, dan Brasil berkontribusi sekitar 60 persen dari pertumbuhan global sejak tahun 2000, dua kali lipat dari pangsa mereka pada tahun 1990.
Namun, mereka kini menghadapi ancaman eksternal dari langkah-langkah proteksionis dan fragmentasi geopolitik, serta hambatan dalam menerapkan reformasi struktural.
Laju negara-negara berpendapatan rendah dan negara dengan pendapatan nasional bruto per kapita sekitar 3 dolar AS per hari mengalami stagnasi.
Menurut Bank Dunia, perekonomian dunia diperkirakan melandai, tumbuh 2,7 persen pada tahun ini dan tahun depan, tidak berubah dari proyeksi sebelumnya pada bulan Juni.
Baca juga:
Angka tersebut bahkan berada di bawah rata-rata 3,1 persen sebelum pandemi Covid-19, terlalu lemah untuk membantu negara-negara miskin mengejar ketertinggalan dari negara-negara kaya.
Perlambatan ekonomi ini terjadi usai terjadinya gangguan pada komoditas dan rantai pasokan imbas ketegangan geopolitik pasca perang Rusia di Ukraina sejak 2022, lalu perang Israel melawan Hamas dan Hizbullah sejak tahun lalu.
Masalah ini semakin diperparah dengan adanya perubahan kebijakan perdagangan yang diterapkan Presiden terpilih AS Donald Trump, meningkatnya persaingan antara AS dan Tiongkok hingga menciptakan tekanan dalam perdagangan global.
Baca juga:
Serangkaian masalah ini yang membuat tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia khususnya negara-negara berkembang.
Bahkan sejak tahun 2000, masih ada 26 negara yang mengalami stagnasi akibat pertumbuhan yang lemah.
"Negara-negara berkembang tidak seharusnya berilusi tentang perjuangan yang akan datang: 25 tahun ke depan akan menjadi pekerjaan rumah yang lebih berat dari 25 tahun terakhir," tulis Gill.