COP29 Sepekan Bergulir, Pendanaan Iklim Masih Temui Jalan Buntu

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Setelah satu pekan berjalan,  belum ada tanda-tanda Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan akan menghasilkan kesepakatan yang diharapkan. Kesepakatan yang ditunggu-tunggu adalah mengenai dana...

COP29 Sepekan Bergulir, Pendanaan Iklim Masih Temui Jalan Buntu

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Setelah satu pekan berjalan,  belum ada tanda-tanda Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan akan menghasilkan kesepakatan yang diharapkan. Kesepakatan yang ditunggu-tunggu adalah mengenai dana iklim untuk negara berkembang senilai 1 triliun dolar AS per tahun.

Dana iklim yang berasal dari negara maju, bank-bank pembangunan dan sektor swasta ini digunakan untuk membantu negara-negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim dan melaksana transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi bersih. Negara-negara berkembang juga berharap kenaikan dana bantuan pemulihan bencana terkait iklim yang dalam istilah PBB dikenal "loss and damage fund."

"Semua negara-negara berkembang sangat bersatu di balik 1,3 triliun dolar AS, itu bukan batas atas, ini yang mereka inginkan, ini apa yang mereka pikir mereka butuhkan. AS dan Kanada berulang kali membahas tentang batas bawah 100 miliar dolar AS, jadi di sini ada 100 miliar dolar AS di satu sisi ada 1,3 triliun dolar AS," kata Kepala Kebijakan Lembaga Non-Profit Mercy Corps, Debbie Hillier, Ahad (17/11/2024).

Hillier mengatakan negara-negara berkembang mengajukan total dana yang dibutuhkan. Negara-negara maju berusaha menghindari total itu dan lebih memilih untuk melakukan tawar-menawar.

"Niat negara-negara maju untuk berterus terang dan menunjukkan komitmennya sudah hilang, sangat mengganggu bahwa mereka sama sekali tidak mengungkapkan apa-apa mengenai (total dana yang diajukan negara berkembang)," kata direktur keterlibatan global Fossil Fuel Non-Proliferation Treaty Initiative, Harjeet Singh.

Mengenai total dana yang diajukan negara berkembang, Ketua Badan Perubahan Iklim  PBB (UNFCCC) Simon Stiell mengatakan, negosiasi pada masalah-masalah penting harus dilakukan dengan lebih cepat.

"Apa yang dipertaruhkan di Baku, tidak kurang dari kapasitas untuk mengurangi separuh emisi pada dekade ini dan melindungi nyawa dan mata pencaharian dari dampak perubahan iklim yang semakin memburuk," katanya.

Presiden World Resources Institute Ani Dasgupta mengatakan dalam tahap ini, sangat wajar dua belah pihak berada di sisi yang berbeda. Detail teknis yang sedang dikerjakan para negosiator harus memberi jalan bagi keputusan yang lebih besar dan lebih sulit yang dibuat menteri iklim dan keuangan untuk membuat lebih banyak keputusan politik.

"Negara-negara anggota belum bergerak dan pihak-pihak terkait belum bergerak secepat yang mereka perlukan, hal ini menyebabkan frustasi. Saya mengerti itu. Jadi jawabannya adalah terus mendorong dan terus mendorong serta memastikan kita mendarat di tempat yang kita inginkan," kata Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen.

Andersen mengatakan tidaklah cerdas untuk menilai di mana negara-negara akan berakhir setelah hanya satu pekan. Para pakar mengatakan segala dapat berubah sesuai dengan sifat dari bagaimana negosiasi dirancang.

sumber : AP