Surabaya (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy
Karyono optimistis regulasi baru Peraturan Presiden Nomor 62
Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria sebagai
solusi untuk lebih tegas dalam mengatasi mafia tanah.Perubahan
Perpres Nomor 86 Tahun 2018 menjadi Perpres Nomor 62 Tahun 2023
ini memiliki terobosan yaitu pembentukan Tim Percepatan Reforma
Agraria Nasional dan Tim Pelaksana Percepatan Reforma
Agraria."Hari ini kami Rapat Koordinasi Akhir Tahun Gugus Tugas
Reforma Agraria Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran
2024. Jadi hari ini kami memastikan dan mengevaluasi kembali apa
yang menjadi kebijakan dalam perubahan Perpres ini," katanya saat
membuka rakor Gugus Tugas Reforma Agraria di Kantor Setda
Provinsi Jatim, Senin.Adhy menjelaskan sesuai dengan perubahan
tersebut, keanggotaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)
ditambahi unsur Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik
Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia.Baca juga:
Di mana mereka menjadi anggota Satuan Tugas
(Satgas) Penataan Aset dan Optimalisasi Sumber Tanah Objek
Reforma Agraria (Tora) sekaligus Satgas Inventarisasi dan
Penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria dan Penataan
Akses.Menindaklanjuti aturan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur juga telah menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor
100.3.3.1/154/kpts/013/2024 tentang Tim Gugus Tugas Reforma
Agraria provinsi setempat."Maka kami sudah memperbaiki Pergubnya.
Bahwa ini langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan persoalan tanah, seperti Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap atau PTSL dan redistribusi tanah. Sekarang di
tim kami sudah melibatkan Kodam V/Brawijaya, Kepolisian Daerah
Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur," katanya.Sebagian
kabupaten/kota, kata dia, memang sudah memperbaiki dan
menyesuaikan dengan Pergub dan Perpres. Tapi sebagian lain belum,
jadi di rapat kali ini pihaknya meminta kepada mereka untuk
menyesuaikan karena kebijakan presiden yang baru ini sangat kuat
untuk bisa menyelesaikan persoalan dan akan melakukan penegakan
hukum yang luar biasa bagi mafia-mafia tanah.Lebih jauh, Adhy
menerangkan, dirinya berharap bahwa penyelesaian sengketa dan
masalah tanah bisa terintegrasi dalam satu satuan tugas.
Sehingga, akan lebih efektif kinerja dan hasilnya dirasakan oleh
rakyat."Penyesuaian ini dilakukan untuk yang pertama,
menyelamatkan aset. Yang kedua, melakukan sertifikasi dan
redistribusi tanah yang ada di masyarakat untuk kepentingan
masyarakat. Berikutnya adalah bagaimana meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat atas perolehan tanah yang dimiliki
untuk dimanfaatkan secara ekonomi," katanya.Saat ini sudah harus
ada sinergi semua pihak, maka ini sudah otomatis menjadi dasar
untuk menyelesaikan persoalan tanah di Indonesia khususnya di
Jawa Timur.Sebagai informasi, dalam rangka penataan aset tahun
2024 di Jawa Timur, Realisasi Sertipikat Hak Atas Tanah
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (SHAT PTSL) telah mencapai
806.606 bidang atau 100 persen. Hal ini menjadikan Jawa Timur
menduduki peringkat pertama secara nasional.Berdasarkan data per
tanggal 4 November 2024, realisasi pengukuran di Jawa Timur
mencapai 2.429.306 bidang. Adapun kegiatan redistribusi tanah
memiliki target sebanyak 14.129 bidang, telah tercapai sebanyak
13.879 bidang (98,23 persen), akan diselesaikan 100 persen paling
lama pada akhir November 2024.Sementara itu, Dirjen Penataan
Agraria Kementerian ATR/BPN Yulia Jaya Nirmawati yang ikut serta
dalam rapat melalui Zoom, mengatakan bahwa tema Rakor kali ini
'Revitalisasi dan Penguatan Kelembagaan Gugus Tugas Reforma
Agraria (GTRA) Provinsi dan Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Dalam
Mewujudkan Asta Cita 2024-2029' sangat relevan.Sebab, hal ini
sejalan dengan keberlanjutan reforma agraria tahun 2024-2029 yang
menjadi salah satu fokus Presiden Prabowo Subianto. Hal ini juga
sebagai tindak lanjut dari hasil Reforma Agraria Summit Bali 2024
lalu."Di rencana pembangunan jangka panjang nasional kita, kita
diminta untuk terus melaksanakan redistribusi tanah dan juga
pemberdayaan tanah masyarakat," katanya.Adanya pelaksanaan
reforma agraria ini, lanjutnya, harus diletakkan sebagai satu
kesatuan kegiatan yang berjalan beriringan sebagai pengurangan
ketimpangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
penguasaan dan pemilikan tanah.