Pemerintah Diminta Kelola Utang untuk Belanja Produktif dan Genjot Ekonomi RI

Indef mendesak pemerintah untuk memastikan utang baru digunakan dalam belanja produktif yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, mengingat pengaruhnya terhadap penerimaan perpajakan.

Pemerintah Diminta Kelola Utang untuk Belanja Produktif dan Genjot Ekonomi RI

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengingatkan pemerintah agar penarikan baru untuk belanja produktif yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Kalau utang dikeluarkan lewat belanja yang berkualitas dan produktif, itu bisa memberikan dampak berganda kepada ," kata Riza dalam webinar Indef di Jakarta, Senin (18/11).

Dia menyoroti porsi belanja pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) yang relatif rendah, yakni hanya sebesar 7%. Namun level itu belum bisa memberikan daya dorong yang kuat terhadap perekonomian.

Selain dapat menciptakan efek berganda, penggunaan utang untuk belanja produktif juga bisa memberikan pengembalian ke negara dalam bentuk penerimaan perpajakan yang tinggi.

"Makin besar belanja pemerintah yang digelontorkan, maka harusnya pengembalian terhadap pemerintah dalam bentuk penerimaan pajak itu seharusnya bisa lebih tinggi. Tapi pada kenyataannya, tren rasio pajak terus turun, masih di kisaran 10%," ujarnya.

Untuk itu, ia merekomendasikan pemerintah untuk mengevaluasi penyaluran belanja. "Belanja perlu didorong lebih berkualitas pada sektor-sektor prioritas. Kita harus tentukan lagi prioritas pembangunan kita," katanya.

Kemenkeu Tarik Utang Rp 438,1 Triliun

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menarik pembiayaan utang sebesar Rp 438,1 triliun hingga 31 Oktober 2024, setara 67,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 648,1 triliun. Pembiayaan utang dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman.

Porsi penerbitan SBN terhadap pembiayaan utang yakni sebesar Rp394,9 triliun. Realisasi ini setara 59,3% dari target APBN Rp 666,4 triliun. Sementara porsi dari pinjaman sebesar Rp 43,2 triliun.

Di sisi lain, pembiayaan nonutang tercatat sebesar Rp 53,2 triliun. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyebut nilai ini masih on the track dan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas anggaran.

Dengan demikian, realisasi pembiayaan anggaran hingga 31 Oktober 2024 sebesar Rp383 triliun, setara 73,3% dari target APBN Rp522,8 triliun.

Pria yang akrab disapa Tommy ini menyebut langkah-langkah pembiayaan dilakukan untuk mendukung arah dan target APBN, di mana pembiayaan dikelola secara terukur dan antisipatif.

"Kami juga memperhatikan outlook defisit APBN, likuiditas pemerintah, serta mencermati dinamika pasar keuangan," kata Tommy di Jakarta, Jumat (8/11).