Eks Menhan Yoav Gallant Akui Perintahkan Bunuh Warga Israel saat Serangan 7 Oktober

Eks Menhan Israel Yoav Gallant mengakui memerintahkan Arahan Hannibal atau perintah membunuh warga Israel yang akan diculik bersama anggota Hamas

Eks Menhan Yoav Gallant Akui Perintahkan Bunuh Warga Israel saat Serangan 7 Oktober

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam wawancara pertamanya pada Kamis sejak dipecat oleh Perdana Menteri Netanyahu pada November, mantan menteri pertahanan Israel mengakui memerintahkan Arahan Hannibal dikeluarkan selama serangan yang dipimpin Hamas pada di selatan Israel.

Doktrin kontroversial tersebut memungkinkan militer Israel untuk menggunakan semua kekuatan yang diperlukan untuk mencegah tentara Israel ditangkap dan dibawa ke wilayah musuh –termasuk tindakan yang akan menyebabkan kematian para tawanan tersebut. Gallant mengakui memerintahkan protokol kontroversial yang melibatkan pembunuhan tawanan bersama dengan penculiknya

"Saya pikir secara taktis di beberapa tempat [Arahan Hannibal] [diizinkan], di tempat lain tidak, dan itu menjadi masalah," katanya kepada Channel 12 Israel pada 7 Februari seperti dikutip , memberikan konfirmasi langsung pertama oleh seorang pejabat senior Israel.

Israel mengklaim Hamas menewaskan sekitar 1.100 warga sipil dan tentara Israel selama serangannya terhadap permukiman dan pangkalan militer Israel pada 7 Oktober sebagai bagian dari Operasi Banjir Al-Aqsa.

Namun, pasukan Israel dilaporkan menewaskan sejumlah besar warga sipil dan tentara mereka sendiri selama serangan itu.

Tentara mengirimkan helikopter serang Apache, pesawat nirawak, dan tank ke wilayahnya sendiri untuk menanggapi serangan itu, yang menewaskan tidak hanya pejuang Hamas tetapi juga warga sipil dan tentara Israel yang berusaha ditawan oleh pejuang Palestina untuk dibawa kembali ke Gaza.

Helikopter Israel juga menewaskan warga sipil Israel di festival Nova, yang berlangsung di dekat pangkalan militer Re'im.

Tahun lalu, sebuah investigasi oleh surat kabar Israel Haaretz menuduh bahwa arahan tersebut disebarkan di tiga fasilitas militer selama serangan 7 Oktober, di mana 1.139 warga dan tentara Israel tewas dan 251 lainnya dibawa ke Gaza sebagai tawanan.

Namun, perintah Israel gagal membedakan antara tentara yang ditangkap dan warga sipil. Sebuah laporan yang didukung PBB menyebutkan jumlah total warga sipil dan tentara yang tewas akibat tembakan Israel hari itu lebih dari selusin.

Gallant menyampaikan komentar itu dalam wawancara pertamanya sejak diberhentikan sebagai menteri pertahanan pada November.

Mantan menteri pertahanan itu juga mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata saat ini dengan Hamas di Gaza, hampir identik dengan usulan sebelumnya yang Hamas bersedia setujui pada April tahun lalu.

Gallant menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinetnya menunda kesepakatan gencatan senjata. Ia menambahkan bahwa jika Netanyahu menyetujuinya saat itu, Israel dapat membawa kembali lebih banyak tawanan hidup sambil membebaskan lebih sedikit tahanan keamanan Palestina, kata Gallant.

Banyak dari 251 tentara dan warga sipil Israel yang berhasil ditawan oleh Hamas kemudian tewas akibat serangan udara Israel dan tembakan dari tentara Israel.

"Saya pikir pemerintah Israel tidak melakukan semua yang dapat dilakukannya untuk memulangkan para sandera," kata Gallant.

Pada Januari, jenderal tertinggi Israel, Herzi Halevi, mengundurkan diri. Ia mengutip "kegagalan mengerikan" keamanan dan intelijen terkait dengan serangan Hamas.

Genosida Israel di Gaza selama 15 bulan terakhir telah menewaskan sedikitnya 47.500 warga Palestina, dengan beberapa perkiraan menunjukkan bahwa jumlah korban tewas melebihi 200.000 orang.