Hampir Punah, Tarian Betawi Cokek Sipatmo Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa dan Indonesia 

Tarian kuno khas Betawi yang nyaris ‘punah’ yaitu Tari Cokek Sipatmo menjadi bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. 

Hampir Punah, Tarian Betawi Cokek Sipatmo Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa dan Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tarian kuno khas yang nyaris ‘punah’ yaitu Tari Cokek Sipatmo menjadi bentuk akulturasi budaya dan Indonesia. 

Hal ini disampaikan oleh Maestro Tari Topeng , Kartini, Bincang Kebangsaan yang masuk dalam perayaan Tahun Baru Imlek dengan tema “Nusantara Memanggil Untuk Menari III” di lantai 3 FX Sudirman Mall, Jakarta. 

Tari ini merupakan tari yang telah berusia sekitar tiga abad. 

Pada perkembangannya, tari ini lalu menjadi seni pertunjukan dan penyemarak kegiatan masyarakat. 

Tarian ini sempat lama sekali menghilang, kemudian muncul dan dibahas pada Festival Tari Tingkat Nasional tahun 1988 dan ditarikan bersama di Kawasan Kota Tua Jakarta tahun 2019. 

Penari Penjaga Negeri sebagai komunitas peduli budaya merasa perlu melestarikan tari Cokek Sipatmo kembali melalui acara “Nusantara Memanggil Untuk Menari III”.

Ketua Penari Penjaga Negeri, Sendang Wangi, menuturkan bahwa acara ini menghadirkan sesi yang komplit, yaitu Bincang Kebangsaan, Workshop Tari dan Parade Kebaya. 

"Tujuan acara ini adalah memperluas wawasan kebangsaan serta merayakan nilai kebhinekaan demi persatuan Indonesia dan kali ini, kami mengajak banyak anak muda untuk terlibat di dalam kepanitiaan”, ungkap Sendang Wangi melalui keterangan tertulis, Rabu (12/2/2025).

“Contohnya, kami melibatkan pelajar SMA sebagai MC acara," tambahnya. 

Acara Bincang Kebangsaan dipandu oleh moderator Prasetya Mahdi, dengan narasumber Anugrah Pratama dari Sahabat Heritage Indonesia (SHI) - komunitas yang peduli dengan sejarah, kebangsaan dan berbagai heritage Indonesia.

Sebelum peserta belajar menari tari Cokek Sipatmo, Dahayu Ning Wangi, narator pada acara ini menjelaskan bahwa tari ini berkembang pada abad ke-17 atau 18. 

Tari ini awalnya berfungsi sebagai pelengkap upacara adat masyarakat yang tinggal di wilayah Batavia atau Jakarta tempo dulu. 

Acara menari ini juga dibantu oleh Tantri Wu guru Tari lulusan sekolah seni ISI jurusan tari, dan para penari Sukesih & Dheres.

Sesuai dengan tema akulturasi Budaya pada Budaya Indonesia, acara ini juga dimeriahkan Parade Kebaya Encim dan Kebaya Kerancang pada sesi terakhir. 

Rini Kusumawati, seorang pegiat budaya dan penulis buku tentang kebaya menuturkan ciri khas dari kebaya Encim saat parade Kebaya, 

"Ada bordiran yang menghiasi sepanjang bagian krah hingga ke bagian depan dan sekeliling bagian panggul dan bagian lengan bawah," kata Rini.

Parade kebaya Encim dan Kerancang diperagakan oleh berbagai komunitas dan organisasi yang peduli dengan isu Kebangsaan, Seni dan Budaya, antara lain KPB (Komunitas Perempuan Berkebaya), SBN (Srikandi Budaya Nusantara), Bunda Milenial, PBIJ (Perempuan Berkebaya Indonesia Jakarta),BAIK (Berbudaya Anak Indonesia dengan Kebaya), Rantika (Remaja Cinta Batik, Wastra & Kebaya), Fatayat NU Bekasi dan dari PPN (Penari Penjaga Negeri) sendiri.