Iklan Sirop Spesialis Ramadan dan Kecemasan Kehilangan THR karena Kecerdasan Buatan

Iklan sirop Marjan terbaru angkat tema technology rebellion yang masih terasa sangat relevan dengan kondisi saat ini.

Iklan Sirop Spesialis Ramadan dan Kecemasan Kehilangan THR karena Kecerdasan Buatan

TRIBUNNEWS.COM - Ada yang sudah menonton iklan terbaru Sirop Marjan? Seperti biasa, produsen sirop spesialis Ramadan ini tidak pernah setengah-setengah dalam membuat iklan. Di saat produsen F&B lain masih berkutat dengan tema klasik 'silaturahmi', dengan visualisasi intimasi saat berkumpul dengan orang-orang terdekat, Marjan justru melangkah lebih jauh dengan konsep futuristik yang cukup sophisticated. Dengan mengusung teknologi CGI layaknya film-film Marvel Cinematic Universe, Marjan seakan berada di level yang berbeda.

Iklan bertajuk “JKTerra pada 2108” membawa kita ke Jakarta masa depan, di mana artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dengan kode nama Calon Arang lepas kendali dan berusaha menguasai manusia. Meski mirip dengan narasi film “Terminator” atau “Matrix”, tema technology rebellion yang diangkat dalam iklan masih terasa sangat relevan dengan kondisi saat ini. Meski AI belum sepenuhnya mengambil alih kehidupan manusia, kekhawatiran akan dampaknya pada dunia kerja terus menjadi bahan diskusi hangat.

Baca juga:

Pekerjaan yang Terancam Hilang Akibat AI

Laporan dari World Economic Forum (WEF) bertajuk Future of Jobs Report 2025 memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, beberapa jenis pekerjaan akan mengalami penurunan tenaga kerja yang signifikan. Bahkan, sejumlah profesi diprediksi akan hilang sepenuhnya pada tahun 2030 seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.

WEF memperkirakan sekitar 170 juta pekerjaan baru akan tercipta, tetapi di sisi lain, 92 juta pekerjaan berpotensi hilang akibat otomatisasi dan tren makroekonomi. Salah satu platform yang mempertemukan para software engineer, Gaper.io, mengungkapkan bahwa pekerjaan yang paling berisiko tergantikan AI memiliki kesamaan dalam beberapa aspek berikut:

1. Tugas yang Repetitif

Pekerjaan yang bersifat repetitif sangat rentan terhadap otomatisasi. Saat ini, chatbot dan perangkat lunak berbasis AI sudah mampu menangani tugas seperti entri data, akuntansi dasar, hingga layanan pelanggan.

Menurut laporan dari McKinsey Global Institute, sekitar 50 persen aktivitas kerja saat ini dapat diotomatisasi menggunakan teknologi AI. Industri yang paling terdampak adalah yang melibatkan tugas manual dan administratif.

2. Pekerjaan dengan Kecerdasan Emosional Rendah

Empati, kreativitas, dan kecerdasan emosional masih menjadi keunggulan manusia dibandingkan AI. Maka dari itu, profesi yang membutuhkan interaksi interpersonal tinggi seperti guru, tenaga medis, dan psikolog cenderung aman dari ancaman otomatisasi dalam waktu dekat.

Sebaliknya, pekerjaan seperti pembukuan, data entry, hingga pekerja jalur perakitan yang minim interaksi manusia lebih rentan digantikan oleh AI.

3. Atas Nama Efisiensi dan Efektivitas Biaya

Salah satu alasan utama industri beralih ke otomatisasi adalah efisiensi dan penghematan biaya. AI memiliki keunggulan dalam memproses informasi dengan kecepatan tinggi serta dapat bekerja tanpa henti dan tidak memerlukan tunjangan atau istirahat.

Sebuah studi oleh Universitas Oxford bahkan menemukan bahwa 47 persen pekerjaan di AS berisiko diotomatisasi dalam dua dekade mendatang. Dengan biaya operasional yang lebih rendah dan tingkat kesalahan yang minim, AI menjadi pilihan menarik bagi industri yang sangat mengutamakan efektivitas biaya.

4. Perkembangan Teknologi Percepat Pergeseran Pekerjaan

Hadirnya custom LLMs (Large Language Models), membuat lebih banyak tugas kini dapat ditangani secara lebih efisien oleh AI. Munculnya kendaraan otonom juga mengancam pekerjaan di sektor logistik, seperti supir truk dan kurir. 

Meski AI berpotensi mengurangi jumlah pekerjaan di beberapa sektor, teknologi ini juga bisa menciptakan peluang di bidang lain. Pekerjaan yang membutuhkan penilaian manusia, empati, dan kreativitas akan tetap bertahan, karena hingga kini AI masih jauh dari kemampuan untuk menggantikan aspek-aspek tersebut.

Forum Ekonomi Dunia juga mencatat bahwa pekerjaan di sektor perawatan kesehatan dan pendidikan merupakan yang paling kecil kemungkinan untuk tergantikan oleh mesin.

Adaptasi atau Tertinggal?

Kembali ke iklan Sirop, meski dikemas sebagai hiburan, “JKTerra pada 2108” seolah menyentil isu penting tentang masa depan manusia di tengah perkembangan teknologi. Jika AI benar-benar mengambil alih sebagian besar pekerjaan, bagaimana kita menyikapinya?

Alih-alih khawatir berlebihan, mungkin sudah saatnya kita beradaptasi. Meningkatkan keterampilan di bidang yang sulit tergantikan oleh AI, seperti pemikiran kritis, inovasi, kreatif, dan komunikasi interpersonal, bisa menjadi langkah strategis dalam menghadapi era kecerdasan buatan. Berdampingan bersama AI dan teknologi sebagai rekan atau patner juga bisa menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan level serta kualitas pekerjaan kita. Pilihan yang bijak untuk mengamankan THR kita di masa yang akan datang, bukan?

Penulis: Vincentius Haru | Editor: Nurfina Fitri