Imbas Boikot, A Business Proposal Versi Indonesia Sepi Penonton hingga Turun Layar

Film A Business Proposal versi Indonesia gagal menarik penonton. Imbas dari kontroversi pemeran utama dan seruan boikot dari penggemar drama Korea.

Imbas Boikot, A Business Proposal Versi Indonesia Sepi Penonton hingga Turun Layar

TEMPO.CO, Jakarta - Film versi Indonesia resmi tayang di bioskop pada Kamis, 6 Februari 2025. Namun, film produksi Falcon Pictures itu gagal menarik banyak penonton di hari pertama. Berdasarkan data dari laman , film yang dibintangi Abidzar Al-Ghifari dan Ariel Tatum ini hanya meraup 6.900 penonton pada hari perilisannya—angka yang dinilai rendah untuk ukuran film adaptasi dengan basis penggemar drama Korea yang kuat.

Pilihan Editor:

Minim Penonton, Layar Bioskop Dipangkas

Imbas dari hasil buruk itu, jumlah layar bioskop untuk film garapan Rako Prijanto ini dipangkas dari 1.270 layar menjadi hanya 551 layar. Tren penurunan terus berlanjut hingga pekan ini. Pantauan per Senin, 10 Februari 2025, film ini hanya tersisa di lima bioskop XXI di Jakarta: Kelapa Gading, Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah 1, dan Puri Indah.

Situasi serupa juga terjadi di jaringan bioskop CGV. Film ini hanya bertahan di enam lokasi di Jakarta, antara lain Aeon Mall JGC, Bella Terra Lifestyle Center, Poins Mall, Transmart Cempaka Putih, dan Slipi Jaya. Pantauan di aplikasi pemesanan tiket daring M-Tix XXI dan CGV juga menunjukkan banyak kursi bioskop masih kosong, menandakan rendahnya minat penonton.

Hingga saat ini, Falcon Pictures juga belum merilis data resmi mengenai raihan total penonton film ini di media sosial. Adapun di situs ulasan film , A Business Proposal versi Indonesia hanya memperoleh rating 1/10 dari 16.859 ulasan. Angka itu terpaut jauh dari versi drama Korea yang rilis 2022, dan mendapatkan rating 8,1/10 berdasarkan lebih dari 31 ribu ulasan.

Imbas Pernyataan Kontroversial Abidzar

Minimnya jumlah penonton dikaitkan dengan pernyataan kontroversial yang dibuat oleh pemeran utama film ini, Abidzar Al-Ghifari. Dalam konferensi pers sebelum film dirilis, mengaku tidak menonton versi asli , Business Proposal maupun membaca webtoon aslinya karena ingin menciptakan karakter versinya sendiri.

Pernyataan itu memantik kritik dari para penggemar drama Korea yang menilai aktor utama seharusnya memahami sumber adaptasi yang dimainkan. Seruan boikot pun mulai bermunculan. Kritik terhadap Abidzar semakin memuncak setelah ia menyebut para penggemar drama Korea sebagai ‘fanatik’ dan ‘rasis’. Komentar itu membuat kelompok penggemar—yang seharusnya menjadi target utama film ini—semakin kecewa. Banyak dari mereka menyerukan boikot film di media sosial sebagai bentuk protes.

Sadar bahwa kontroversi semakin meluas, Abidzar dan pihak kemudian mengunggah permintaan maaf di Instagram. Namun, reaksi negatif tampaknya sudah telanjur berdampak pada minat penonton. Dalam salah satu pernyataannya, Abidzar bahkan sempat mengatakan bahwa ia tidak masalah jika orang-orang memilih untuk tidak menonton filmnya.

Spekulasi Penonton Bayaran dan Strategi Promosi

Di tengah rendahnya jumlah penonton, Falcon Pictures tetap gencar mempromosikan A Business Proposal di media sosial. Akun resmi rumah produksi itu terus mengunggah ulang Instagram Story yang memperlihatkan banyaknya para penonton di bioskop. Namun, di platform X, netizen ramai berspekulasi bahwa sebagian dari penonton tersebut berasal dari lingkaran terdekat Abidzar, yaitu dari sang ibu, .

“6900 itu juga penonton premier + jamaah Umi Pipik + penonton bayaran PH-nya,” tulis akun @s**sh**4** di X. “Ngeliatin IG story Falcon, nggak upload-upload promosi film itu. Sekali upload, malah repost story dari jamaah Umi Pipik,” tulis akun @a***las**s*.

Beberapa netizen juga menduga sebagian penonton merupakan buzzer atau orang yang diberikan tiket gratis demi menaikkan jumlah penonton. “Separohnya mungkin buzzer yang dikasih nonton gratis buat kasih rating,” tulis akun @**zan**. Ada pula yang melaporkan bahwa jumlah jadwal tayang film ini terus berkurang drastis dalam waktu singkat. “Di daerah gua kemarin ada lima jam tayang, hari ini tinggal dua aja, dan studionya yang kecil. Barusan gua cek juga belum ada yang beli tiket,” tulis akun @***ybe***.

Fenomena alias boikot tampaknya juga semakin kuat di industri hiburan Indonesia. Kontroversi sekecil apa pun kini dapat berdampak besar pada penerimaan publik terhadap sebuah karya. Kasus A Business Proposal menunjukkan bagaimana pernyataan seorang aktor bisa menjadi faktor penentu dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah film, terutama untuk proyek adaptasi yang sudah memiliki basis penggemar setia.