Jaksa Agung tak Bisa Eksekusi 300 Terpidana Mati Asal China dan Eropa
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) merasa kerjanya sia-sia melakukan penuntutan hukuman mati terhadap ratusan terdakwa pelaku tindak pidana berat. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, saat ini tercatat ada sekitar...
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) merasa kerjanya sia-sia melakukan penuntutan hukuman mati terhadap ratusan terdakwa pelaku tindak pidana berat. Jaksa Agung mengungkapkan, saat ini tercatat ada sekitar 300-an terpidana mati yang tak bisa dieksekusi.
Kebanyakan mereka adalah warga negara asing yang terlibat dalam kasus narkotika dan obat-obatan terlarang. Menurut Burhanuddin, eksekusi hukuman mati terhadap para terpidana itu tak bisa laksanakan karena terbentur aturan.
"Sekarang kami untuk pelaksanaan hukuman mati, hampir 300-an yang hukumnya mati, tetapi tak bisa dilaksanakan (eksekusi)," kata Burhanuddin saat peluncuran buku 'Tinjauan KUHP 2023' di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Rabu (5/1/2025).
Burhanuddin menerangkan, eksekusi para terpidana mati tersebut tak bisa dilaksanakan bukan karena masalah teknis di kejaksaan sebagai pelaksana eksekusi, melainkan karena faktor lainnya. Mulai dari pemberlakuan KUHP baru dan masalah hubungan diplomatik Indonesia dengan negara asal terpidana mati.
"Tidak bisa dilaksanakan itu, karena ininya (terpidana mati) orang luar (asing)," katanya. Menurut Burhanuddin, dalam mengeksekusi terpidana mati terhadap warga negara asing, Kejagung harus berkomunikasi dengan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Dan Kementerian Luar Negeri akan menyampaikan kepada kedutaan besarnya (negara asal terpidana mati) tentang siapa yang akan dihukum pidana mati (eksekusi)," ujar Burhanuddin.
Dia menerangkan, kebanyakan terpidana mati warga negara asing yang saat ini menunggu eksekusi berasal dari Eropa. Ada pula yang berasal dari Amerika Serikat, Nigeria, dan China. "Kebanyakan kasusnya mereka ini dipidana mati kasus narkoba," ujar Burhanuddin.
Selama menjadi sejak 2019, ia pernah mengupayakan agar ratusan terpidana mati warga negara asing yang ada di Indonesia segera dieksekusi demi kepastian hukum. Dia mengaku, sudah berkomunikasi dengan menteri luar negeri (menlu) untuk pelaksanaan eksekusi tersebut.
Tetapi, kata Burhanuddin, partisipasi global Indonesia membuat pelaksanaan eksekusi tersebut terhalang. "Kita (kejaksaan) pernah beberapa kali bicara, waktu itu masih Menteri Luar Negerinya Ibu (Retno Marsudi)," ucap Burhanuddin.
Namun, Kemenlu menyampaikan pertimbangan lain agar jangan ada eksekusi mati."“Kami (Kemenlu) masih berusaha untuk menjadi anggota ini, anggota itu. Tolong jangan dulu. Nanti kami diserangnya nanti," kata Burhanuddin menceritakan percakapan dengan Menlu Retno.
Dia pun bisa memaklumi posisi global Indonesia seperti dijelaskan Kemenlu. Namun, Burhanuddin merasa tetap perlu mencari cara agar pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati warga negara asing bisa dilakukan.
Dia menginventarisasi, para terpidana mati asing tersebut sesuai negara asalnya yang juga masih mempertahankan sistem pemidanaan mati. Burhanuddin menilai, seperti narapidana dari China sangat layak dieksekusi.
"Kita coba minta keringanan. Bagaimana kalau (terpidana mati asal) China kami eksekusi. Saya bilang, karena China kebetulan di sana eksekusi mati masih berjalan," ujar Burhanuddin.
Loading...