Keunikan Perayaan Cap Go Meh di Indonesia, Ada Akulturasi Budaya Nusantara
Perbedaan perayaan Cap Go Meh terjadi karena pendatang dari Cina di masa lalu membawa adat daerahnya masing-masing, dibaurkan dengan budaya lokal.
![Keunikan Perayaan Cap Go Meh di Indonesia, Ada Akulturasi Budaya Nusantara](https://statik.tempo.co/data/2025/02/13/id_1377246/1377246_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - dirayakan pada hari ke-15 tahun baru . Tradisi ini menandakan bahwa perayaan tahun baru telah usai. Shio berganti dengan yang baru. Di Indonesia, Cap Go Meh dirayakan dengan tradisi yang berbeda dengan Cina maunpun negara-negara lain di dunia.
Pakar budaya Cina Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI), Rahadjeng Pulungsari Hadi, mengatakan bahwa keunikan Cap Go Meh di Indonesia muncul karena adanya akulturasi budaya.
“Orang-orang yang terdampar atau tinggal pesisir Nusantara tetap ingin merayakan tahun baru. Tapi karena tempatnya bukan di Cina, lalu para diaspora itu memikirkan bagaimana membuat suatu perayaan tetapi bahan-bahannya tidak ada,” kata Ira, sapaan Rahadjeng, kepada Tempo saat perayaan Cap Go Meh di , Rabu, 12 Februari 2024.
Walhasil, para diaspora Cina pun menyesuaikan diri dengan Nusantara. Salah satu contoh akulturasi itu adalah . Di Cina, Cap Go Meh, yang dikenal dengan Festival Musim Semi, dirayakan dengan masakan ikan yang menandakan panjang umur serta pangsit yang melambangkan kemakmuran. Tapi, sulit menemukan bahan-bahannya di Nusantara pada saat itu. Lalu, para pendatang melihat bahwa orang-orang setempat merayakan hari besar seperti Idul Fitri dengan menikmati lontong.
“Maka sejak itu mereka merayakannya di sini, makanannya lontong cap go meh,” kata Ira.
Warga
Tionghoa menyiapkan makanan lontong Cap Go Meh di Kelenteng
Tjoe Hwie Kiong, Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu, 24 Februari
2024. Tradisi makan lontong bersama saat merayakan Cap Go Meh
tersebut menjadi rangkaian penutupan perayaan Tahun Baru Imlek.
ANTARA/Prasetia Fauzani
Tradisi Unik
Selain makanan, tradisi perayaan Cap Go Meh di Indonesia juga berbeda. Bahkan di satu daerah akan berbeda dengan di daerah lain. Di Singkawang, misalnya, ada pawai tatung, yakni atraksi kesaktian warga Dayak-Tionghoa. Sementara di Padang ada arak-arakan sipasan.
Menurut Ira, perbedaan ini terjadi karena pendatang dari Cina di masa lalu membawa adat daerahnya masing-masing, dibaurkan dengan budaya lokal.
“Cina sangat luas. Orang-orang yang datang ke sini biasanya dari Fukien dan Kwantung dengan membawa adatnya sendiri. Ada beberapa cara menghilangkan energi buruk. Jadi yang terjadi seperti di Singkawang atau Riau dan daerah lain itu tradisi di bawa dari daerah asal diaspora Cina dan sudah ada masukan dari budaya setempat,” kata dia.
Keunikan lain perayaan Cap Go Meh di Indonesia adalah barongsai. Di Cina juga ada tari-tarian, yakni tari naga dan sepasang singa. Tapi di Indonesia, tarian ini menjadi barongsai yang merupakan perwujudan singa berbadan naga.
“Di sana juga lampionnya banyak sekali, kalau di sini hanya di tempat perayaan. Kota-kota memasang banyak lampion untuk menyambut orang kembali dari kampung halaman. Logonya shio yang berkuasa sekarang,” kata Ira.
Meskipun berbeda, Ira mengatakan bahwa tradisi Cap Go Meh memiliki makna yang sama di mana pun berada. Orang-orang Tionghoa pulang kampung pada tanggal satu di tahun baru untuk merayakan pergantian tahun bersama keluarga, pergi ke klenteng, memberi angpau, dan ritual lainnya. Ketika sudah 15 hari berlalu, ada semacam penutupan. Orang-orang yang pulang pun kampung kembali bekerja. Perayaan pun usai.