Komnas HAM Papua: Anggota Kelompok Bersenjata di Papua Berhak Dapat Pengampunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Pemerintah diminta memperjelas klasifikasi tindak pidana dalam rencana pemberian amnesti, maupun abolisi terkait konflik di Papua. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua,...

Komnas HAM Papua: Anggota Kelompok Bersenjata di Papua Berhak Dapat Pengampunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Pemerintah diminta memperjelas klasifikasi tindak pidana dalam rencana pemberian amnesti, maupun abolisi terkait konflik di Papua. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, kebijakan pengampunan tersebut semestinya juga diperuntukan bagi orang-orang yang selama ini disebut sebagai kombatan ataupun  kelompok-kelompok separatis bersenjata.

“Secara prinsip, kebijakan politik pengampunan oleh Presiden Prabowo itu sangat baik,” kata Frits saat dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Frits mengatakan, amnesti, dan abolisi merupakan instrumen politik negara, dalam melakukan intervensi terbatas atas keberlakuan hukum yang menjerat orang per orang tertentu. Di Papua, kata Frits, amnesti maupun abolisi tersebut, dapat menjadi langkah pemerintah untuk pemulihan atas konflik bersenjata yang berkepanjangan, dan menimbulkan korban nyawa di Papua.

Karena itu, menurut Frits, program amnesti dan abolisi di tersebut, patut didukung. “Kebijakan Presiden Prabowo ini, sejalan dengan komitmen dalam memberikan pesan hak asasi manusia yang kuat, juga sekaligus dalam rangka pemajuan hak asasi manusia di Papua,” ujar Frits.

Dia meyakini, kebijakan Presiden Prabowo itu dipengaruhi oleh latar belakangnya sebagai personel militer, yang memiliki pengalaman tempur di wilayah-wilayah konflik seperti Papua, maupun di Timor-Timur. Latar belakang Presiden Prabowo yang asam garam dengan konflik bersenjata memunculkan refleksi diri untuk mencari solusi damai.

“Dari pengalaman Presiden Prabowo itu, sepertinya dia punya pandangan bahwa memang ternyata, tidak bisa senjata berhadapan dengan senjata dalam penyelesaian konflik. Terutama yang saat ini terkait dengan konflik di Papua. Karena itu (senjata berhadapan senjata), tidak akan menyelesaian persoalan,” kata Frits.

Program amnesti, dan abolisi, menurut Frits menjadi jalur awal untuk memberikan rasa percaya kepada kelompok-kelompok masyarakat di Papua, atas kemauan pemerintahan saat ini dalam upaya menyudahi kekerasan maupun konflik bersenjata di Bumi Cenderawasih.

Sebab itu, menurut Frits, program pengampunan tersebut juga semestinya diperuntukan untuk mereka yang selama ini ada keterkaitannya dengan kelompok-kelompok sipil bersenjata. Meskipun Frits menegaskan, perlunya ada seleksi, dan penelusuran latar belakang orang per orang yang diberikan amnesti, maupun abolisi.

“Tidak semua kombatan itu mereka pegang persenjataan. Tidak semua kombatan itu, mereka yang melakukan pembunuhan. Ada banyak mereka yang menjadi kombatan, ikut sipil bersenjata karena alasan-alasan tertentu,” ujar Frits.

Komnas HAM selama ini mengamati mereka-mereka yang terlibat dalam kelompok sipil bersenjata lantaran banyak faktor. Ada yang karena mereka jadi kombatan memang karena tuntutannya itu ekonomi. Ada mereka yang ikut sipil bersenjata karena ada perasaannya dendam.

"Ada yang cuma dia ikut-ikutan saja. Tetapi mereka tidak membunuh, dan tidak sama sekali terlibat pembunuhan,” ujar Frits.

Dia mencontohkan yang baru-baru ini mendapatkan advokasi dari Komnas HAM Papua terhadap lima anggota sipil bersenjata memilih untuk menyerahkan diri ke Polda Papua. “Mereka itu ikut kelompok sipil bersenjata, tetapi mereka memilih menyerahkan diri. Dan yang seperti mereka itu, seharusnya bisa untuk mendapatkan pengampunan,” ujar Frits.

Sebab itu, kata Frits, perlu bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk tetap pada rencana pemberian amnesti dan abolisi tersebut. Namun dengan turut menyentuh kalangan yang selama ini dicap sebagai kelompok sipil bersenjata, ataupun kombatan, pun juga yang disebut-sebut sebagai anggota, maupun partisipan separatis.

“Mereka yang disebut sebagai kombatan, mereka yang disebut sebagai sipil bersenjata, pemberian pengampunan itu harus dengan melihat latar belakang perbuatannya, dan mempertimbangkan itikad baik dari orang per orang itu,” ujar Frits.

Loading...