JP Morgan: Aliran Modal Asing ke Negara Berkembang Berpotensi Terhenti
Indikasi internal JP Morgan menunjukkan terdapat arus keluar modal bersih senilai US$ 19 miliar (Rp 308, 2 triliun) dari negara-negara berkembang, tidak termasuk Tiongkok, pada kuartal terakhir 2024.
JP Morgan memperingatkan pasar keuangan negara-negara berkembang dapat mengalami “penghentian tiba-tiba” aliran modal asing karena kebijakan “America First” dari Presiden Amerika Serikat (AS) . Kebijakan tersebut diperkirakan bakal memompa ekonomi AS dan menyedot uang dari negara-negara miskin.
Para analis JP Morgan menyebut berhentinya arus secara tiba-tiba akan membuat perekonomian negara-negara berkembang kekurangan uang yang mereka butuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Indikasi internal JP Morgan menunjukkan terdapat arus keluar modal bersih senilai US$ 19 miliar (Rp 308,2 triliun) dari negara-negara berkembang, tidak termasuk Tiongkok, pada kuartal terakhir 2024. Bank investasi AS itu memperkirakan arus keluar dana asing dari negara-negara berkembang akan berlanjut pada kuartal pertama tahun ini hingga sebesar US$ 10 miliar (Rp 162,2 triliun).
“Sederhananya, dengan menggunakan definisi akademis yang diterima secara luas, ini akan menandakan arus modal asing ke negara-negara berkembang di luar Cina berada di ambang penghentian tiba-tiba,” kata JP Morgan dalam risetnya, Kamis (23/1), seperti dikutip Reuters.
Tidak Bisa Dianggap Enteng
JP Morgan juga menyebut fenomena ini bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Perlambatan arus modal saat ini tidak didorong oleh peristiwa yang berpusat pada negara berkembang, tetapi lebih disebabkan oleh pengetatan kondisi keuangan secara global karena tarif Trump dan janji pemotongan pajak. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan suku bunga AS tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
"Ini bukanlah situasi di mana negara-negara berkembang tertentu berada di bawah tekanan dan menghadapi tekanan neraca pembayaran atau tekanan mata uang seperti yang terjadi pada tahun 1998-2002, 2013, 2015,” kata JP Morgan.
Kondisi ini juga bukan disebabkan melemahnya ekonomi AS yang mendorong aksi jual di seluruh dunia. “Sebaliknya, ini adalah salah satu risiko ekonomi dan kebijakan AS yang kuat yang menarik arus keluar dari negara berkembang,” tulis para analis bank investasi AS itu.
JP Morgan menambahkan, perkembangan kondisi ini akan sangat tergantung pada kebijakan-kebijakan Trump selanjutnya. Data-data ekonomi penting AS mengenai pekerjaan, inflasi, dan penjualan ritel juga menentukan apakah mereka cukup kuat untuk mempengaruhi pergerakan suku bunga The Fed.
Jika aliran dana asing berhenti secara tiba-tiba, sebagian besar perekonomian negara berkembang dinilai masih mampu menyerap guncangan tersebut. JP Morgan menyebut negara-negara yang paling berisiko adalah Rumania, Malaysia, Afrika Selatan, dan Hungaria.