Kota hijau di tengah gurun pasir

Januari adalah bulan terbaik untuk mengunjungi Uni Emirat Arab, khususnya Abu Dhabi, sebab semilir angin yang menyambut ...

Kota hijau di tengah gurun pasir

Abu Dhabi (ANTARA) - Januari adalah bulan terbaik untuk mengunjungi Uni Emirat Arab, khususnya Abu Dhabi, sebab semilir angin yang menyambut bagai pendingin ruangan di perkantoran Kota Jakarta. Tidak ada tragedi berupa keringat berlebih maupun kulit yang terbakar.

Apalagi, ketika bertamu ke Kota Masdar. Tata letak bangunannya didesain untuk meraup sebanyak-banyaknya angin, sehingga dapat mengurangi penggunaan listrik yang biasa digunakan untuk menyalakan pendingin ruangan.

Efisiensi energi menjadi denyut nadi kota ini.

Tata letak hemat energi itu merupakan manifestasi pemerintah Abu Dhabi bersama Masdar (perusahaan energi terbarukan Uni Emirat Arab) untuk membangun kota yang ramah lingkungan.

Label kota hijau lekas saja membawa ingatan ke keberadaan Kota Nusantara di tanah air. Kota yang akan menjadi pusat dari pemerintahan Indonesia itu juga dibangun untuk menjadi kota hijau, selain untuk menjadi kota pintar, kota berkelanjutan, serta kombinasi kata ‘kota’ dengan kata bernuansa futuristik dan ramah lingkungan lainnya.

Kemiripan ambisi Kota Masdar dengan Kota Nusantara menjadi kota hijau lantas mendatangkan keinginan untuk melihat apa saja yang bisa ditiru, meski dari karakteristik alam dan ‘napas’ finansial negara saja sudah terasa berbeda.

Walau begitu, kedua kota memiliki tujuan yang mulia, yakni menjadi lebih ramah terhadap lingkungan.


Membedah desain Kota Masdar

Ketika tiba di Kota Masdar, Salah Ziat yang merupakan seorang asisten manajer dari bidang keberlanjutan kota pun menyambut dengan sebuah pertanyaan, apakah kalian bisa merasakan embusan angin di kota ini?

Sontak, jawaban ‘iya’ pun terucap dan terdengar sahut menyahut dari sisi para pengunjung.

Melalui jawaban tersebut, Salah menjelaskan bahwa embusan angin yang dirasakan pengunjung merupakan buah dari tata letak bangunan yang dirancang sedemikian rupa demi mengefisienkan penggunaan energi.

Kawasan pusat Kota Masdar dibuat lebih tinggi tujuh meter dari jalanan dengan tujuan untuk menangkap angin gurun yang bertiup, kemudian angin tersebut akan tersalurkan melalui jalanan kecil yang teduh, sehingga membuat kawasan tersebut terasa 10 derajat lebih dingin daripada pusat Kota Abu Dhabi.

Suasana jalan pusat Kota Masdar yang didesain teduh dan kecil di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (13/1/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Wajah dari bangunan-bangunan di kota itu pun memiliki empat peran vital, yakni peran estetika, peran sosial, peran ekonomi, dan peran lingkungan.

Peran estetika tidak memerlukan penjelasan yang terlampau teknis. Menurut Salah, biarlah mata yang menilai keindahan dari masing-masing bangunan dengan karakter tersendiri. Bentuk yang berbeda-beda mendatangkan keunikan untuk bangunan di Kota Masdar.

Keunikan itu pula yang memberi manfaat bagi para pengunjung, penghuni, maupun mitra agar bisa mengidentifikasi gedung yang ingin mereka tuju. Tinggal menyebut ciri-ciri bangunan, maka para tamu tidak perlu kerepotan untuk mencari label nama gedung.

Desain gedung Kota Masdar yang berbeda satu sama lainnya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (13/1/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Yang kedua adalah peran sosial. Bangunan-bangunan di Kota Masdar bertujuan untuk memberi privasi kepada penduduk yang tinggal di wilayah tersebut, baik kepada para pelajar yang menuntut ilmu, para teknisi yang bekerja, hingga para guru yang menyiapkan bahan ajar.

Masing-masing kegiatan memiliki tempat terpisah, namun juga tersedia tempat bagi mereka untuk berinteraksi.

Peran ketiga adalah ekonomi, dalam hal ini penghematan energi. Masing-masing bangunan menggunakan bahan yang bertujuan untuk mengurangi panas. Tidak hanya melalui bahan, tetapi ukuran jendela, arah bangunan, hingga dekorasi bangunan pun bertujuan untuk mengurangi panas.

Implikasinya, mereka bisa memangkas biaya kelistrikan dengan mengurangi penggunaan pendingin ruangan. Ialah pemahaman umum bahwasanya kota yang berada di tengah-tengah gurun memiliki momok berupa boros listrik untuk menghidupkan pendingin.

Peran terakhir, dan yang paling terlihat, adalah peran lingkungan. Melalui pengurangan konsumsi listrik, maka emisi karbon pun akan berkurang.

Tidak hanya itu, panel surya juga terpasang di atap sejumlah bangunan, salah satunya pada bangunan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI).

Bangunan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI) yang desain alat peneduh di jendelanya berdasarkan arah matahari di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (13/1/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Bangunan tersebut didesain mengikuti arah matahari. Pada sisi jendela yang paling banyak terpapar sinar matahari, para desainer memasang alat peneduh agar suhu tidak naik pada ruangan yang terdampak sinar matahari langsung.

Bagi sisi yang tidak terkena sinar matahari, para desainer tidak memasang alat peneduh di sana. Salah menjelaskan, meski bangunan jadi terlihat seperti belum selesai karena alat peneduh yang seolah-olah belum terpasang seutuhnya, esensi yang ingin diangkat adalah efisiensi.

Untuk apa memasang alat peneduh pada sisi yang tidak terkena sinar matahari? Seluruh desain, kata Salah, memiliki tujuan dan fungsi.

Oleh karena itu, apabila terdapat bagian yang tidak berguna di suatu desain sebuah bangunan, ia akan menjadi orang pertama untuk meminta bagian tersebut dihilangkan.


Komparasi dan inspirasi

Penjabaran tentang keempat peran yang diemban oleh wajah bangunan Kota Masdar menyegarkan ingatan ihwal tiga aspek pembangunan Kota Nusantara yang pernah disampaikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono.

“Kualitas, estetika, dan keberlanjutan,” ucap Basuki, berulang kali sedari ia masih menduduki jabatan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tulisan ini tidak akan membedah masing-masing aspek dari proyek Ibu Kota Nusantara, sebab (selain karena sudah terlampau sering dibahas) tulisan ini akan membandingkan kedua kota yang diproyeksikan menjadi kota hijau.

Secara konsep, Kota Masdar dibangun untuk mencerminkan urban living atau kehidupan perkotaan yang berkelanjutan dan inovatif.

Tujuan tersebut tertuang dalam bangunan-bangunan fase pertama dan kedua, seperti tempat tinggal, tempat perbelanjaan untuk kebutuhan sehari-hari, pusat pendidikan, hingga pusat riset untuk pengembangan energi terbarukan.

Berbeda dengan Kota Masdar, proyek Nusantara yang terletak di Kalimantan Timur itu dibangun untuk menjadi ibu kota baru Indonesia. Terlihat dari bagaimana bangunan-bangunan yang pertama kali berdiri di sana adalah gedung-gedung pemerintahan untuk mendukung ambisi pemindahan ibu kota.

Meskipun terdapat perbedaan dari konsep pembangunan kedua kota tersebut, keinginan untuk menghadirkan kota hijau jelas dapat memberi inspirasi bagi satu sama lainnya.

Misalkan, pembangunan Kota Masdar yang menggunakan bahan-bahan daur ulang, terbarukan, dan lokal (dalam hal ini, bahan bangunan yang dapat ditemukan di sekitar lokasi proyek).

Salah menjelaskan, dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat ditemukan di lokasi sekitar, proses pembangunan Kota Masdar dapat memangkas emisi karbon yang digunakan untuk memindahkan material bangunan dari tempat yang jauh menuju lokasi proyek.

Mungkin, hal tersebut dapat ditiru dalam pembangunan IKN, minimal untuk mengurangi jumlah debu yang mengubah dedaunan menjadi kecoklatan.

Selain itu, sebagian besar aluminium yang digunakan di Kota Masdar untuk menjadi jendela maupun bingkai pintu berasal dari bahan yang didaur ulang, dengan jejak karbon seperdelapan dari pelapis aluminium murni konvensional.

Berbagai manuver ditempuh oleh para desainer Kota Masdar untuk menciptakan kota hijau, kota yang berkelanjutan. Meski tak dapat diabaikan bahwa untuk membangun kota yang futuristik, dibutuhkan napas finansial yang panjang guna memastikan nasib pembangunan tersebut tidak terombang-ambing. Kota Masdar pun sempat terseok-seok akibat krisis finansial global 2008.

Salah menginginkan agar pembangunan Kota Masdar menjadi bukti bahwa membangun kota hijau tidaklah mustahil.

Ia ingin berbagi kisah kepada dunia, bahwa keberlanjutan dapat menghasilkan uang dan kota keberlanjutan dapat diwujudkan.

Mari berharap agar Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang membuktikan ucapan tersebut.

Copyright © ANTARA 2025