Majapahit Runtuh Akibat Serbuan Demak? Tindakan Sultan Trenggono Menjawabnya
Pada tahun 1478, Trowulan hancur akibat perang perebutan kekuasaan. Majapahit pun semakin turun pamornya, banyak wilayah yang memisahkan diri. Lantas, masih benarkah klaim Majapahit runtuh karena serangan Demak? Tindakan...
Hingga kini masih ada anggapan bahwa Kerajaan Majapahit runtuh akibat serbuan Kerajaan Demak. Benarkah anggapan itu? Mari kita cari jawabannya dari tindakan Sultan Trenggono.
Majapahit menjadi besar pada zaman Hayam Wuruk sebagai raja dan Gajah Mada sebagai patih. Di wilayah inti di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Majapahit memiliki 20 wilayah desentralisasi yang dipimpin oleh seorang yang diberi gelar Bhre.
Setelah Hayam Wuruk meninggal pada 1389 (25 tahun setelah Gajah Mada meninggal), pamor Majapahit menurun. Terjadi perebutan kekuasaan di keluarga istana.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Ketika Kusumawardhani, putri Hayam Wuruk, dinobatkan sebagai maharani, tapi meninggal dunia pada tahun 1400. Seharusnya, saudara tiri Kusumawardhani (Bhre Wirabhumi) yang menggantikannya karena Kusumawardhani tidak memiliki anak.
Tapi suami Kusumawardhani (Wikramawardhana) juga menginginkan posisi itu. Tentu saja Wirabhumi menentangnya, dan terjadi perang saudara selama lima tahun. Di Perang Paregreg ini Wirabhumi terbunuh.
Pada 1429 Wikramawardhana memilih menjadi pertapa dan putrinya, Suhita, menggantikannya sebagai maharani. Suhita meninggal pada 1447, dan adiknya, Bhre Tumapel, menggantikannya sebagai maharaja dengan nama Kertawijaya.
Pada 1451, Kertawijaya dibunuh oleh Pangeran Pamotan yang kemudian naik tahta dengan nama Rajasawardhana. Tapi pada 1453, Rajasawardhana meninggal dunia dan anak Kertawijaya, Purwawisesha, menggantikannya pada 1456 setelah tiga tahun terjadi perebutan kekuasaan.
Selama 10 tahun berkuasa, bencana alam terus sering terjadi. Pertanian lumpuh, angkatan laut tidak berdaya. Majapahit tak mampu mengendalikan wilayah Nusantara. Wilayah-wilayah di Jawa pun mulai memerdekakan diri dari Majapahit.
Pada 1466 Purwawisesha digantikan oleh Suprabhawa yang naik tahta dengan nama Singhawikramawardhana. Bhre Kertabhumi merebut tahtanya pada 1468.
Suprabhawa melarikan diri dan berdiam di Daha. Di Daha ia memimpin perlawanan terhadap Singhawikramawadrhana. Anak Suprabhawa, Ranawijaya, menggantikannya sebagai pangeran Daha dan kemudian dinobatkan sebagai raja Majapahit di Daha dengan nama Bhatara Prabhu Girindrawardhana.
Pada 1478 Girindrawardhana melakukan ekspedisi ke Trowulan dan berhasil merebut Trowulan dari Kertabhumi. Trowulan hancur, Kertabhumi terbunuh, tetapi keluarganya berhasil menyelamatkan diri ke Blambangan.
Tahun 1478 itulah yang dijadikan penanda sebagai tahun keruntuhan Majapahit. Girindrawardhana masih tetap memimpin hingga 1527 di Daha, tetapi pamor Majapahit sudah benar-benar redup.
Pada saat di Majapahit sering terjadi perebutan kekuasaan, Kerajaan Demak berdiri pada 1475. Pedagang Arab dan Cina juga semakin banyak mengisi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa.
“Sampai pada 1500 Masehi, mereka telah mengambil alih kendali politik secara lengkap atas pelabuhan-pelabuhan utama pantai utara Jawa, di mana mereka mengangkat diri menjadi pangeran, dan membangun dinasti-dinasti independen mereka sendiri,” tulis Paul Michel Munoz di buku Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia.
Demak paling kuat di antara mereka. Dengan dukungan 30 ribu orang, Demak mengendalikan Pelabuhan Jepara. Pelabuhan yang sangat hebat saat itu.