Melacak Jejak Sultan Thaha: Pahlawan Jambi yang 'Dibangkitkan' Sejarah
Mengenang sejarah Perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin bergerilya melawan penjajah (Sumber: f-Net) Di tengah gelap gulitanya malam 26 April 1904, terdengar dentuman senapan di kawasan Betung Berdarah, Jambi. Malam itu menjadi...
![Melacak Jejak Sultan Thaha: Pahlawan Jambi yang 'Dibangkitkan' Sejarah](https://static.republika.co.id/files/themes/retizen/img/group/favicon-rep-jogja.png)
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/5t6gig3cpu-977.jpg)
![](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250211210235-932.jpg)
Di tengah gelap gulitanya malam 26 April 1904, terdengar dentuman senapan di kawasan Betung Berdarah, Jambi. Malam itu menjadi saksi gugurnya seorang sultan yang tak pernah takluk pada penjajah: Sultan Thaha Syaifuddin. Namun, sejarah memiliki caranya sendiri untuk membangkitkan kembali kisah kepahlawanan yang sempat terlupakan.
Sang Sultan yang Tak Pernah Menyerah
Sultan Thaha Syaifuddin bukanlah sekadar nama dalam deretan pemimpin Kesultanan Jambi. Ia adalah manifestasi perlawanan yang tak kenal kompromi terhadap kolonialisme Belanda. Dinobatkan sebagai Sultan pada usia 23 tahun pada 1855, ia langsung menunjukkan taringnya dengan menolak segala bentuk perjanjian yang merugikan kedaulatan Jambi.
"Sultan Thaha adalah anomali di zamannya. Saat banyak penguasa lokal memilih berkompromi dengan Belanda, ia justru memilih jalan perlawanan total," ungkap Dr. Raden Sjahbudin, sejarawan dan peneliti Kesultanan Jambi.
Sultan Thaha Syaifuddin, seorang tokoh sentral dalam sejarah Jambi, dikenal karena perlawanannya yang gigih terhadap kolonialisme Belanda pada abad ke-19. Lahir sekitar tahun 1816 dengan nama Raden Thaha Jayadiningrat, ia mewarisi semangat perlawanan dari leluhurnya, termasuk Rang Kayo Hitam, pendiri Kesultanan Jambi.
Menentang Perjanjian Kolonial
Sebagai Sultan Jambi yang berkuasa sejak 1855, Thaha Syaifuddin dengan tegas menolak mengakui perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pendahulunya dengan Belanda. Baginya, perjanjian tersebut merugikan kedaulatan Jambi dan rakyatnya. Penolakan ini menjadi titik awal perlawanan bersenjata melawan Belanda.
Perang dan Pengasingan
Perlawanan Sultan Thaha membuat Belanda murka. Pada tahun 1858, Belanda menyerang Muara Kumpeh, memaksa Sultan Thaha memindahkan pusat pemerintahan ke daerah pedalaman. Meskipun pasukannya berhasil menenggelamkan kapal Belanda, keraton tak dapat dipertahankan. Sultan Thaha terus bergerilya, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, termasuk Muara Tembesi dan Sungai Aro.
Simbol Perlawanan yang Tak Padam
Sultan Thaha Syaifuddin wafat pada 24 April 1904 di Muara Tebo dalam usia 88 tahun. Meskipun tidak berhasil mengusir Belanda sepenuhnya, semangat perlawanannya terus hidup. Namanya menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan dan inspirasi bagi generasi penerus.
Pengakuan dan Penghargaan
Atas jasa-jasanya, Sultan Thaha Syaifuddin diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Nomor 79 tahun 1977. Namanya diabadikan sebagai nama bandara, universitas, dan jalan di Jambi. Pengakuan ini adalah bentuk penghormatan atas dedikasi dan pengorbanannya dalam membela tanah air.
Warisan yang Terus Menginspirasi
Kisah Sultan Thaha Syaifuddin adalah kisah tentang keberanian, keteguhan, dan cinta tanah air. Perjuangannya melawan kolonialisme Belanda menjadi bagian penting dari sejarah Jambi dan Indonesia. Semangatnya terus menginspirasi generasi muda untuk berjuang demi keadilan dan kemerdekaan.
Strategi Gerilya yang Menggetarkan Belanda
Taktik Perang yang Brilian
- Membangun benteng-benteng pertahanan di sepanjang Sungai Batanghari
- Mengorganisir pasukan gerilya yang tersebar di pedalaman Jambi
- Menerapkan sistem informasi dan logistik yang rapi melalui jaringan masyarakat
Diplomasi yang Cerdik
- Menjalin aliansi dengan kesultanan-kesultanan sekitar
- Membangun hubungan dengan pedagang internasional untuk pasokan senjata
- Menjaga loyalitas rakyat melalui pendekatan religius dan kultural
Warisan yang Terlupakan
Pasca gugurnya Sultan Thaha, kolonial Belanda berusaha keras menghapus jejaknya dari ingatan kolektif masyarakat Jambi. Namun, seperti api yang tak pernah padam, kisahnya terus hidup dalam:
Tradisi Lisan
- Syair-syair perjuangan
- Cerita turun-temurun
- Legenda rakyat
Peninggalan Fisik
- Benteng-benteng pertahanan
- Masjid Agung Jambi
- Pusaka kesultanan
Pembangkitan Kembali Sejarah
Momentum kebangkitan kisah Sultan Thaha datang melalui berbagai penemuan baru:
Dokumen Tersembunyi
"Kami menemukan arsip-arsip Belanda yang justru membuktikan kehebatan strategi perang Sultan Thaha," jelas Prof. Maria Indraswari, peneliti arsip kolonial. Dokumen-dokumen ini mengungkap:
- Laporan intelijen Belanda tentang gerakan Sultan Thaha
- Surat-surat rahasia tentang kesulitan Belanda menghadapi perlawanannya
- Peta-peta lokasi pertahanan yang detail
Bukti Arkeologis
Tim arkeolog menemukan berbagai artifak yang memperkuat narasi perjuangan:
- Sisa-sisa benteng pertahanan
- Senjata dan peralatan perang
- Mata uang dan stempel kesultanan
Dampak pada Historiografi Modern
Penemuan-penemuan baru ini membawa dampak signifikan:
Revisi Sejarah
- Penulisan ulang buku-buku sejarah
- Perbaikan materi pendidikan
- Pengakuan resmi atas perannya dalam perjuangan nasional
Identitas Kultural
- Penguatan identitas masyarakat Jambi
- Inspirasi bagi gerakan pelestarian budaya
- Pengembangan wisata sejarah
Pembelajaran untuk Masa Kini
Kisah Sultan Thaha memberikan pelajaran berharga:
Nilai Kepemimpinan
- Keteguhan prinsip
- Strategi yang adaptif
- Kepedulian pada rakyat
Semangat Patriotisme
- Pengorbanan untuk negeri
- Perjuangan tanpa kompromi
- Cinta tanah air yang mendalam
Pelestarian dan Pengembangan
Berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan warisan Sultan Thaha:
Program Edukasi
- Pendirian museum khusus
- Seminar dan diskusi sejarah
- Program penelitian akademis
Pembangunan Monumen
- Revitalisasi situs sejarah
- Pembangunan tugu peringatan
- Pengembangan rute wisata sejarah
Inspirasi untuk Generasi Mendatang
"Sultan Thaha bukan sekadar tokoh masa lalu, tapi inspirasi untuk masa depan," ujar Dr. Sjahbudin. "Nilai-nilai perjuangannya tetap relevan untuk Indonesia kontemporer."
Kesimpulan
Kisah Sultan Thaha adalah bukti bahwa sejarah tak pernah benar-benar terkubur. Melalui penelitian yang tekun dan semangat untuk mengungkap kebenaran, sosok pahlawan yang sempat dilupakan kini bangkit kembali, memberikan inspirasi bagi generasi masa kini dan mendatang. Sultan Thaha membuktikan bahwa kebenaran sejarah, seperti air, akan selalu menemukan jalannya untuk mengalir.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.