OJK Rilis Aturan untuk Konglomerasi Keuangan dan Perintah Tertulis
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) demi memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) demi memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi.
Pertama, Peraturan OJK (POJK) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (KK PIKK). Kemudian OJK juga menerbitkan POJK Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perintah Tertulis untuk memperkuat fungsi pengawasan sektor jasa keuangan, secara prudensial maupun perilaku pasar atau market conduct.
Penerbitan POJK KK PIKK merupakan langkah OJK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan yang terintegrasi terhadap grup atau kelompok Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang dimiliki atau dikendalikan oleh pemilik yang sama.
Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan, yang disusun untuk memenuhi mandat Bab XV dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengharuskan OJK melakukan pengaturan terkait Konglomerasi Keuangan.
“Serta menyelaraskan pengaturan KK PIKK dengan ketentuan internasional dan hasil benchmarking pada beberapa negara,” demikian tertulis dalam keterangan resmi OJK, Kamis (24/1).
Penerbitan POJK ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi sektor jasa keuangan. Hal itu lewat dukungan upaya pengembangan dan penguatan sektor keuangan di Indonesia yang sehat, mandiri, dan kompetitif, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, pengawasan yang terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dan perusahaan induk konglomerasi keuangan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju, dan bermartabat.
POJK KK PIKK ini akan menggantikan konsep pengawasan terhadap konglomerasi keuangan yang sebelumnya berbasis pada entitas utama. Pengawasan akan menggunakan konsep Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) yang bertanggung jawab untuk mengendalikan, mengkonsolidasikan, dan mengawasi seluruh anggota konglomerasi.
Secara umum, POJK KK PIKK mengatur tata cara pembentukan dan kelembagaan KK dan PIKK, yang mencakup antara lain:
- Kriteria KK yang wajib membentuk PIKK, serta tata cara pembentukan PIKK;
- Kegiatan usaha serta tugas dan tanggung jawab PIKK;
- Kriteria kepemilikan dan pengendalian dalam KK;
- Tata cara perubahan kepemilikan dan pengendalian dalam KK, serta kepengurusan PIKK, termasuk Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) dan Penilaian Kembali Pihak utama (PKPU) bagi PIKK;
- Larangan kepemilikan silang;
- Kewenangan OJK untuk menetapkan kebijakan tertentu; dan
- Pengakhiran PIKK dan tindak lanjut pembentukan PIKK.
POJK ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 23 Desember 2024. Dengan berlakunya POJK ini, POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara itu, ketentuan OJK lainnya yang mengatur mengenai Konglomerasi Keuangan, seperti Tata Kelola Terintegrasi bagi KK, Manajemen Risiko Terintegrasi bagi KK, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Terintegrasi bagi KK, dan Pengawasan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ini.
Bagaimana dengan POJK Nomor 31 Tahun 2024?
POJK Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perintah Tertulis merupakan harmonisasi kewenangan OJK dalam memberikan perintah tertulis secara luas. Hal itu melalui pendekatan yang berbasis prinsip, serta penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Penerbitan POJK ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan (SJK), baik secara prudensial maupun dalam hal perilaku pasar (market conduct). Sehingga seluruh kegiatan dalam SJK dapat berlangsung secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mendukung sistem keuangan yang berkelanjutan, stabil, serta pelindungan konsumen dan masyarakat.
Peraturan ini dirilis untuk menindaklanjuti amanat Pasal 8A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang telah diubah dengan UU P2SK, yang memberikan mandat kepada OJK untuk mengatur kewenangan pemberian Perintah Tertulis kepada LJK terkait penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi (P3IK).
POJK Perintah Tertulis mengatur tata cara pemberian perintah tertulis kepada LJK dan atau pihak tertentu, dengan pokok perubahan pengaturan sebagai berikut:
- Penambahan ketentuan perintah P3IK sesuai Pasal 8A UU OJK;
- Penyelarasan ketentuan terkait pengawasan market conduct (EPK) dalam “pemberian perintah atau tindakan tertentu” sesuai Pasal 244 UU P2SK; dan
- Pencabutan atas tiga POJK yaitu:
- POJK Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perintah Tertulis;
- POJK No. 18 /POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank; dan
- POJK No. 40 /POJK.05/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan LJK Nonbank.
“Adapun ketentuan pelaksana dari ketiga POJK tersebut di atas masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam POJK ini,” tulis OJK.