AFPI Respons Tingginya Kredit Macet di Puluhan Perusahaan Pinjaman Daring
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan bahwa ada 21 penyelenggara Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) dengan tingkat kredit macet (TWP90) lebih dari 5%.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan bahwa ada 21 penyelenggara Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) dengan tingkat kredit macet (TWP90) lebih dari 5%. Meskipun demikian, AFPI menegaskan bahwa hal ini tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas industri secara keseluruhan.
“Kalau kita lihat secara general, 21 perusahaan yang di atas 5% ini, tidak mempengaruhi secara signifikan. Karena industri ini secara total kan masih bagus, TWP-nya [tingkat wanprestasi] masih bagus,” kata Ketua Umum Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar dalam acara AFPI Media Gathering, di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (22/1).
Tingkat Wanprestasi di atas 90 Hari (TWP90) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) dalam lembaga keuangan, termasuk fintech lending, perbankan, atau pembiayaan lainnya.
Mayoritas dari 21 fintech lending alias perusahaan pemberi pinjaman daring (pindar) tersebut beroperasi di sektor produktif, sebab Entjik mengungkap bahwa hal ini dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi ekonomi.
Ia menyebut meskipun tingkat wanprestasi dari 21 penyelenggara, angka tersebut sebenarnya tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan oleh portofolio mereka yang relatif kecil, sehingga tidak memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas industri secara keseluruhan.
AFPI disebut tengah mendiskusikan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas sektor tersebut. Tantangan yang dihadapi cukup signifikan, terutama adanya sindikat-sindikat yang mencoba mengeksploitasi sistem melalui pengajuan kredit fiktif.
“Jadi ini juga kita melakukan diskusi bagaimana pemuatan di risk management dan credit risk,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, AFPI fokus memperkuat manajemen risiko, terutama dalam hal pengelolaan risiko kredit.
Entjik juga menyoroti bahwa beberapa penyelenggara di sektor produktif belum memenuhi persyaratan minimum ekuitas, yang menjadi salah satu penyebab tingginya TWP. Untuk itu, asosiasi melihat adanya seleksi alam di industri ini, di mana penyelenggara yang tidak mampu memenuhi standar akan tersingkir secara alami.
“Industri ini akan terus melakukan seleksi. Penyedia yang kuat akan bertahan, sementara yang tidak mampu memenuhi standar akan tersingkir,” ujarnya.