Pagar Laut Punya Sertifikat HGB, Ini Hukumnya Menurut MUI

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah menegaskan bahwa laut di Indonesia tidak dapat langsung dijadikan objek Hak Guna...

Pagar Laut Punya Sertifikat HGB, Ini Hukumnya Menurut MUI

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah menegaskan bahwa laut di Indonesia tidak dapat langsung dijadikan objek Hak Guna Bangunan (HGB) karena sifatnya sebagai wilayah perairan yang dikuasai oleh negara. Hal tersebut disampaikannya terkait polemik sepanjang 30 km di perairan Tangerang, Banten yang disebut ada HGB-nya.

Kiai Ikhsan mengatakan, laut yang tidak dapat dijadikan objek HGB diatur secara spesifik dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Dasar hukum pengelolaan laut ada pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945.

"Bunyi Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Kiai Ikhsan kepada Republika, Senin (20/1/2025)

Kiai Ikhsan menjelaskan, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pasal 4 mengatur bahwa hak atas tanah termasuk HGB berlaku di atas tanah, bukan wilayah perairan. Pasal 16 hanya mengatur HGB pada tanah dengan sifat fisik tetap, seperti tanah negara, tanah hak milik atau tanah yang dikelola negara.

Kembali ke definisi HGB berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

"Ruang lingkup UUPA itu hanya mengatur mengenai tanah, air dan ruang angkasa hanya itu saja, tidak mengatur mengenai laut," kata Kiai Ikhsan.

Wasekjen Bidang Hukum dan HAM ini mengatakan, UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Pasal 16, pemanfaatan wilayah laut harus sesuai dengan izin yang ditentukan, seperti izin lokasi dan izin pengelolaan.

Ia menjelaskan, HGB memberikan hak kepada seseorang atau badan hukum untuk mendirikan bangunan di atas tanah, baik tanah milik negara maupun tanah hak milik orang lain dengan persetujuan pemilik. Karena laut tidak termasuk kategori tanah dalam konteks hukum agraria, maka HGB tidak dapat diterapkan untuk laut.

Kiai Ikhsan menambahkan, meskipun HGB tidak berlaku untuk laut, ada mekanisme hukum lain untuk memanfaatkan laut. Yaitu izin lokasi dan izin pengelolaan ruang laut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP-PPK), pemanfaatan laut untuk pembangunan fasilitas tertentu, seperti pelabuhan, dermaga atau reklamasi, memerlukan izin lokasi dan izin pengelolaan ruang laut dari pemerintah.

"Contoh izin, izin lokasi (Pasal 16 UU PWP-PPK), memberikan hak untuk mengelola ruang laut dalam jangka waktu tertentu, izin pengelolaan kawasan laut (Pasal 23 UU PWP-PPK) untuk proyek seperti tambak, pelabuhan atau fasilitas wisata laut," ujar Kiai Ikhsan.

Kiai Ikhsan menambahkan, untuk proyek berskala besar, contohnya reklamasi pantai, pemerintah dapat memberikan hak pengelolaan berbasis konsesi kepada badan usaha atau pemerintah daerah.

Kiai Ikhsan juga menjelaskan, jika suatu area laut direklamasi dan menjadi tanah hasil reklamasi, area tersebut bisa dijadikan objek HGB. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, HGU, HGB, dan Hak Pakai. Namun, proses ini memerlukan reklamasi yang sah sesuai perizinan. Serta penetapan status tanah hasil reklamasi sebagai tanah negara.

"Contoh kasus, reklamasi pantai Jakarta pada proyek reklamasi di pantai Jakarta, tanah hasil reklamasi yang telah memenuhi izin dan prosedur dapat dialihkan statusnya menjadi tanah negara. Setelah itu, HGB bisa diberikan di atas tanah reklamasi tersebut untuk keperluan pembangunan," jelas Kiai Ikhsan.

Kiai Ikhsan menyimpulkan, laut tidak bisa langsung menjadi objek HGB karena sifatnya bukan tanah. Namun, pemanfaatannya dapat dilakukan melalui izin lokasi, izin pengelolaan atau reklamasi yang sah. Setelah reklamasi, tanah hasil reklamasi dapat menjadi objek HGB dengan persetujuan pemerintah.