Pakar: Pemagaran Laut Langgar Hukum dan Ganggu Akses Nelayan

Pakar: Pemagaran Laut Langgar Hukum dan Ganggu Akses Nelayan. ????Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, menanggapi serius isu pemagaran laut yang melanggar hukum. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Pakar: Pemagaran Laut Langgar Hukum dan Ganggu Akses Nelayan

Surabaya (beritajatim.com) – Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, menanggapi serius isu pemagaran laut yang melanggar hukum yang tengah berkembang di beberapa wilayah pesisir Indonesia.

Menurutnya, pemagaran laut yang menghalangi akses nelayan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat nelayan.

Satria menjelaskan bahwa meskipun pesisir pantai dan pesisir laut sering dianggap serupa, keduanya memiliki definisi yang berbeda. Pesisir pantai adalah batas antara darat dan laut, sementara pesisir laut merupakan wilayah laut yang berada di sepanjang garis pantai.

Hal ini penting untuk dipahami, mengingat tanah di pesisir pantai tidak dapat diberikan sertifikat hak atas tanah, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Wilayah pesisir laut juga tidak dapat diberikan sertifikat hak atas tanah karena merupakan wilayah laut yang tidak diatur oleh UUPA.

“Pemagaran laut yang dilakukan tanpa izin, dan yang menghalangi akses nelayan, jelas melanggar peraturan yang ada. Ini bertentangan dengan prinsip pengelolaan pesisir dan laut yang berkelanjutan,” ujar Satria, Senin (20/1/2025).

Satria menegaskan bahwa semua jenis sertifikat hak atas tanah, seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP), dan Hak Pengelolaan (HPL), hanya dapat diterbitkan untuk tanah yang terletak di daratan.

“Tidak ada dasar hukum yang memungkinkan penerbitan sertifikat hak atas tanah di kawasan laut atau pesisir,” jelasnya.

Ia menyebut, jika sertifikat tanah dikeluarkan di area tersebut dan terbukti melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota, maka sertifikat tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Penataan Ruang.

Pelanggaran Hukum Pemagaran Laut dan Kerusakan Ekosistem

Salah satu dasar hukum yang melindungi pesisir laut adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 17 dari undang-undang ini menyatakan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut wajib mendapatkan Izin Pemanfaatan Ruang Laut (IPRL).

Tanpa izin yang sah, lanjut Satria, kegiatan pemagaran laut yang dilakukan tanpa izin bisa merusak ekosistem laut dan mengganggu aliran hidup masyarakat nelayan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengharuskan setiap kegiatan yang berpotensi memberikan dampak besar pada lingkungan untuk memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Pemagaran laut yang dapat merusak ekosistem, habitat laut, dan aliran air wajib memiliki AMDAL untuk memastikan kelestariannya,” ujarnya.

Satria juga menekankan pentingnya melindungi hak-hak nelayan kecil, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

“Pasal 7 undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap kegiatan yang menghalangi akses nelayan ke wilayah penangkapan ikan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum,” terangnya.

Rekomendasi Pakar untuk Melindungi Nelayan dan Ekosistem Laut

Karena itu, Satria meminta agar pemerintah segera membongkar pagar laut yang terindikasi digunakan untuk mengamankan proyek oligarki, yang dinilai merugikan masyarakat luas. “Masyarakat harus mengawasi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang membangun pagar laut tanpa memperhatikan dampak sosial dan ekologisnya,” kata Satria.

Ia juga mendesak agar pihak terkait mengusut tuntas dugaan jejaring yang terlibat dalam pembuatan pagar laut tersebut, yang dapat merusak ekosistem dan kehidupan nelayan kecil. Selain itu, Satria juga mendorong perguruan tinggi Muhammadiyah se-Indonesia untuk melakukan kajian komprehensif mengenai dampak pembangunan pagar laut terhadap ekosistem dan masyarakat nelayan. [ipl/kun]