Peluang di tengah perang dagang AS-China
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi babak panjang yang mengguncang perekonomian global sejak ...
![Peluang di tengah perang dagang AS-China](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2024/12/11/surplus-neraca-perdagangan-indonesia-11122024-ma-1.jpg)
Jakarta (ANTARA) - Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi babak panjang yang mengguncang perekonomian global sejak 2018.
Dua raksasa ekonomi dunia ini saling berbalas tarif, menciptakan ketidakpastian yang merembes ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Perang serupa pun kembali memanas di awal tahun ini ketika Pemerintahan Trump menaikkan tarif pada produk-produk teknologi dari China, seperti kendaraan listrik dan panel surya, dengan alasan melindungi industri domestik.
Sebagai balasan, China memperketat tarif impor untuk produk-produk pertanian dan energi dari AS serta membatasi ekspor bahan baku penting seperti logam tanah jarang yang dibutuhkan industri teknologi AS.
Namun, seperti pepatah lama, di balik setiap krisis selalu ada peluang. Indonesia yang berada di jalur persimpangan, dituntut untuk mampu melihat celah di antara retakan perseteruan ini dan mengubahnya menjadi keuntungan strategis.
Bagi Indonesia sendiri, dampak pertama yang langsung terasa adalah ketidakpastian pasar global. Ekspor Indonesia, terutama komoditas seperti karet, kelapa sawit, dan tekstil, akan menghadapi tekanan karena melemahnya permintaan dari kedua negara tersebut. Selama ini AS dan China adalah dua dari lima mitra dagang terbesar Indonesia.
Ketika mereka sibuk saling memukul dengan tarif tinggi, rantai pasokan global ikut terguncang. Barang-barang yang biasanya mengalir bebas kini terhambat oleh hambatan tarif dan regulasi baru. Akibatnya, eksportir Indonesia akan merasakan imbas dari melambatnya perdagangan global.
Mengisi kekosongan
Namun, jika dilihat lebih dalam, perang dagang ini membuka jendela kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh kedua negara.
Misalnya, produk-produk pertanian dan manufaktur yang biasanya diekspor China ke AS kini menghadapi tarif tinggi.
Di sinilah Indonesia bisa masuk sebagai alternatif pemasok. Produk seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan punya peluang besar untuk merebut pasar AS yang sedang mencari sumber baru di luar China.
Begitu juga sebaliknya, barang-barang yang sebelumnya diimpor China dari AS kini bisa digantikan oleh produk Indonesia, terutama di sektor pertanian seperti kedelai dan jagung.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai Indonesia bisa mengambil peluang itu terutama untuk produk-produk elektronik. Namun, peluang tersebut hanya akan terwujud jika Indonesia mampu meningkatkan daya saing produk.
Oleh karena itu, Indonesia harus mampu menekan biaya produksi dan harga produk agar bisa mengisi kekosongan pasar AS yang ditinggalkan China.
Selain itu, perjanjian multilateral juga sangat krusial untuk memperluas jaringan perdagangan internasional. Jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam persaingan global ini.
Selain itu, ada peluang lain yang lebih strategis, yaitu relokasi investasi. Banyak perusahaan multinasional yang sebelumnya berbasis di China mulai mempertimbangkan untuk memindahkan pabrik mereka ke negara lain untuk menghindari tarif AS.
Berdasarkan pengalaman perang dagang AS dan China yang terjadi pada 2019, Vietnam menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan.
Dengan memanfaatkan kedekatan geografis dan banyaknya perjanjian perdagangan, Vietnam diprediksi akan kembali menjadi tujuan transit produk-produk China menuju pasar AS.
Vietnam memang sempat menjadi bintang dalam menarik investasi ini, tetapi Indonesia dengan pasar domestik yang besar, tenaga kerja yang melimpah, dan potensi sumber daya alam yang kaya juga memiliki kesempatan yang sama.
Sayangnya, tantangan seperti birokrasi yang berbelit, infrastruktur yang belum merata, dan kepastian hukum yang sering dipertanyakan membuat Indonesia belum sepenuhnya mampu memanfaatkan peluang ini.
Di sinilah pentingnya kebijakan yang cerdas dan responsif. Pemerintah Indonesia perlu bergerak cepat dengan reformasi struktural yang mendukung kemudahan berbisnis.
Penyederhanaan izin, peningkatan infrastruktur, dan stabilitas regulasi menjadi kunci untuk menarik arus investasi yang sedang mencari rumah baru.
Selain itu, diplomasi ekonomi yang aktif bisa membuka lebih banyak pintu akses ke pasar-pasar non-tradisional, mengurangi ketergantungan pada AS dan China, sekaligus memperluas jaringan dagang Indonesia ke kawasan seperti Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah.
Diversifikasi ekonomi
Tidak hanya itu, perang dagang ini juga menjadi momentum untuk mendorong diversifikasi ekonomi dalam negeri. Selama ini, Indonesia terlalu bergantung pada ekspor komoditas mentah.
Dengan kondisi global yang tidak menentu, inilah saatnya untuk menggenjot industri hilirisasi, meningkatkan nilai tambah produk sebelum diekspor.
Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahkan menyatakan telah siap melakukan penyesuaian kebijakan apabila dibutuhkan dalam memitigasi dampak kebijakan tarif dagang yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyatakan penyesuaian tersebut akan dilakukan pihaknya untuk menjaga dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Ia meyakini dengan melakukan penyesuaian tersebut, keinginan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas di Indonesia bisa diwujudkan.
Faktanya memang, dalam menghadapi tarif dagang yang diterapkan oleh AS, Indonesia harus lebih proaktif dalam menggaet minat investor, mengingat negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) turut melakukan hal serupa.
Investasi dalam teknologi dan inovasi, serta penguatan sektor industri kreatif dan digital, bisa menjadi pendorong baru bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tahan terhadap guncangan eksternal.
Akhirnya, perang dagang AS-China adalah cerminan dari dunia yang sedang berubah. Dalam pusaran ketidakpastian ini, Indonesia bisa memilih untuk menjadi korban dari dinamika global atau justru menjadi pemain cerdas yang mampu memanfaatkan setiap peluang yang muncul.
Kuncinya ada pada kemampuan membaca situasi, merespons dengan kebijakan yang tepat, dan berani mengambil langkah-langkah inovatif untuk memastikan bahwa ekonomi Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh lebih kuat di tengah tantangan global.
Copyright © ANTARA 2025