BPJS Kesehatan Catat Defisit Rp 9,56 T, Pengaruhi Kesehatan Keuangan
BPJS melaporkan selisih negatif Rp 9, 56 triliun antara jumlah penerimaan iuran Rp 165, 34 triliun dan kewajiban pembayaran jaminan kesehatan kepada rumah sakit dan klinik sebesar Rp 174, 9 triliun.
![BPJS Kesehatan Catat Defisit Rp 9,56 T, Pengaruhi Kesehatan Keuangan](https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2024/05/17/Penerapan_Kelas_Rawat_Inap_Standar_KRIS_Pada_BPJS_Kesehatan-2024_05_17-13_30_05_dab86bbb3bc511c3f23b9e31f2acebca_960x640_thumb.jpg)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali melaporkan defisit penerimaan pada 2024. BPJS melaporkan selisih negatif Rp 9,56 triliun antara jumlah penerimaan iuran Rp 165,34 triliun dan kewajiban pembayaran jaminan kesehatan kepada rumah sakit dan klinik sebesar Rp 174,9 triliun.
Neraca negatif tahun lalu itu memperpanjang kondisi defisit penerimaan iuran yang telah berlangsung sejak 2023. Saat itu, BPJS Kesehatan mendapat pemasukan iuran sejumlah Rp 149,61 triliun dengan klaim jaminan kesehatan mencapai Rp 158,85 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan situasi defisit kas ini dapat mempengaruhi kesehatan keuangan lembaga. Ghufron menyebut, kondisi inflasi layanan dan melonjaknya belanja kesehatan serta meningkatnya klaim kasus atau utilitas harian saat ini hanya mampu menahan stabilitas keuangan BPJS sampai akhir tahun 2025. Kementerian Kesehatan mencatat belanja kesehatan pada 2023 mencapai Rp614,5 triliun, atau tumbuh 8,2% dari tahun sebelumnya.
"Apabila ke depan jika belanja tinggi terus namun pendapatannya tetap atau inflasinya tidak sebanding dengan pengeluaran, maka suatu ketika nggak cukup. Untuk itu perlu strategi," kata Ghufron dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta pada Selasa (11/2).
Pada forum serupa, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menguraikan ada sejumlah faktor yang memicu terjadinya ketimpangan pendapatan iuran dengan pembayaran beban manfaat. Di antaranya terjadi peningkatan beban jaminan kesehatan setelah Pandemi Covid-19. "Terjadi rebound effect dimana utilisasi rumah sakit dan klinik itu meningkat," kata Kadir.
Dia juga menyebut tingkat keaktifan peserta yang rendah juga menjadi salah satu faktor ketimpangan pendapatan BPJS. Kadir menjelaskan jumlah peserta non aktif per 31 Desember 2024 mencapai 55.428.755 jiwa yang berdampak pada belum optimalnya pengumpulan iuran.
Dalam paparannya, Kadir menyampaikan bahwa Dewas BPJS Kesehatan juga telah menyiapkan strategi mitigasi guna meminimasi risiko kejadian dan dampak yang ditimbulkan dari situasi ketimpangan pendapatan iuran dengan pembayaran beban manfaat.
Sejumlah strategi untuk meningkatkan penerimaan yakni mengajukan usulan penyesuaian besaran iuran dan peningkatan tingkat keaktifan peserta yang tidak menerima upah dari pemberi kerja atau PBPU. "Direksi sudah harus mempersiapkan usulan penyesuaian besaran iuran," kata Kadir.
Pemerintah tengah bersiap untuk menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan paling lambat pada 2026. Adapun besaran tarif kenaikan iuran tersebut saat ini masih menjadi bahasan bersama antara Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dirinya telah melaporkan potensi kenaikan iuran BPJS kepada Presiden Prabowo Subianto. “Soal BPJS saya sudah bilang ke Bapak Presiden. Di 2026 kemungkinan harus ada penyesuaian di tarifnya,” kata Budi di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (5/2).
Meski begitu, Budi enggan memerinci lebih jauh prediksi lonjakan tarif BPJS nantinya. Ia akan membicarakan hal tersebut dengan Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Sudah dikasih waktunya. Nanti saya menghadap (Presiden) bersama Bu Menteri Keuangan untuk menjelaskan,” ujarnya.
Budi Gunadi menyebutkan potensi kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan dipicu oleh meningkatnya klaim pelayanan terhadap sejumlah penyakit kritis seperti sakit jantung, stroke dan kanker.
Kementerian Kesehatan juga mengajukan penyusunan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur penyesuaian iuran peserta jaminan kesehatan sektor formal maupun informal.
Informasi itu tersiar dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 5 tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden tahun 2025. Keppres yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo pada 24 Januari 2025 itu merupakan program penyusunan aturan untuk jangka waktu 1 tahun.
Adapun rancangan Perpres tentang Jaminan Kesehatan merupakan satu di antara 43 rancangan peraturan presiden yang masuk dalam program penyusunan Peraturan Presiden tahun 2025.
Pokok materi muatan rancangan Perpres Jaminan Kesehatan antara lain penyesuaian manfaat dengan tetap mengakomodasi manfaat yang telah ada saat ini dan menambahkan berbagai manfaat baru. Selanjutnya, ada penyesuaian iuran peserta jaminan kesehatan untuk sektor formal maupun informal.
Selain itu, terdapat penyesuaian standar tarif dan mekanisme pembayaran bagi seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, sesuai dengan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan rumah sakit berbasis kompetensi. Pokok materi muatan rancangan Perpres Jaminan Kesehatan juga memuat penyesuaian tata kelola jaminan kesehatan nasional.