Peneliti paparkan dampak AS keluar dari Perjanjian Paris
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi memaparkan berbagai ...
Paris Agreement tetap berjalan, dengan konsekuensi bahwa climate financing jadi lebih sulit
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi memaparkan berbagai dampak dari keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Paris Agreement (Perjanjian Paris)
Pascapelantikannya, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menarik keikutsertaan AS dari Paris Agreement.
Dandy menjelaskan keluarnya AS dari Paris Agreement yang pertama, dapat menyebabkan pendanaan untuk penanganan perubahan iklim (climate financing) menjadi lebih sulit.
“Paris Agreement tetap berjalan, dengan konsekuensi bahwa climate financing jadi lebih sulit,” ujar Dandy dalam Media Briefing bertajuk "Pelantikan Trump, Dinamika Baru Persaingan AS-China, dan Tantangan bagi Indonesia" di Jakarta, Selasa.
Kedua, lanjutnya, komitmen negara- negara maju lainnya terhadap pendanaan dan penanganan perubahan iklim akan terdampak, seiring dengan AS yang merupakan pemimpin dari G7 atau organisasi tujuh negara dengan ekonomi maju terbesar di dunia.
“Komitmen dari negara maju lainnya akan terdampak,” ujar Dandy.
Ketiga, Ia menyampaikan keputusan Donald Trump tersebut juga akan berdampak terhadap negara- negara berkembang yang memiliki keterbatasan biaya dalam mengeksekusi proses transisi energi.
“Apabila tidak ada appetite di climate change, kemungkinan akan luntur juga, dan yang terdampak terbesar itu negara berkembang, yang tentunya memiliki limited financing dan budget untuk meng-address isu-isu lingkungan atau melakukan transisi energi ke depan,” ujar Dandy.
Dalam kesempatan ini, Dandy menjelaskan bahwa Presiden AS Donald Trump telah menggunakan narasi yaitu inflasi tinggi yang diderita oleh penduduk AS disebabkan oleh perjanjian perjanjian (climate change) tersebut.
Namun demikian, Ia menjelaskan bahwa apabila melihat data produksi minyak dan gas (migas) di AS selama perjanjian- perjanjian itu berlangsung justru mengalami peningkatan.
“Sebenarnya di lapangan berbeda, kita bisa lihat dari data, data produksi minyak dan gas di AS mengalami peningkatan,” ujar Dandy.
Sebelumnya, dalam Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-29, negara- negara maju juga telah berkomitmen untuk mengeluarkan biaya senilai 300 miliar dolar AS untuk menangani masalah perubahan iklim.
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025