Pengolahan Timah Ilegal di Bekasi Terungkap

Polisi mengungkap pengolahan timah ilegal di Bekasi, Jawa Barat, yang berpotensi merugikan negara Rp 10 miliar.

Pengolahan Timah Ilegal di Bekasi Terungkap

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri mengungkap praktik pengolahan di Bekasi, Jawa Barat. Aktivitas tanpa izin ini berpotensi merugikan negara sebesar Rp 10 miliar.

Praktik ilegal ini terungkap pada 16 Januari 2025 pukul 16.00 WIB. Aktivitas pengolahan pasir timah menjadi balok timah dilakukan di sebuah gudang tertutup milik CV Galena Alam Raya Utama. Gudang itu berada di Jalan Lurah Namat, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. "Barang bukti diamankan seperti balok timah sebanyak 207 batang," kata Kasubdit Penegakan Hukum Ditpolair Baharkam Polri Komisaris Besar Donny Charles Go dalam konferensi pers di Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis, 6 Februari 2025. 

Menurut Donny, setiap balok timah itu memiliki berat antara 23 sampai 26 kilogram. "Sehingga total yang kami sita sebanyak 5,81 ton," katanya. Selain itu, polisi juga menemukan dua toples transparan berisi pasir timah di gudang tersebut. Lalu, ada alat X-Ray Fluorescence (XRF) yang digunakan untuk mengukur kadar logam. Menurut Donny, harga alat ini sekitar Rp 800 juta. Kemudian, ada juga 23 cetakan yang digunakan untuk membentuk timah menjadi batangan. Lalu, ada seperangkat alat CCTV, satu bundel surat jalan. 

Pengolahan timah ilegal ini diketahui setelah ada pengiriman pasir timah dari Bangka Belitung ke Tanjung Priok dengan menggunakan sarana angkutan laut. "Sampai ke Tanjung Priok, ternyata barang ini masih dibawa ke tempat pengolahan," katanya. "Ternyata barang ini dibawa ke gudang di Kota Bekasi."  

Tim gabungan dari jajaran Ditpolair Polri pun berkomunikasi dengan penjaga gudang, sehingga bisa masuk ke dalam. Saat itulah ditemukan sejumlah barang bukti. Di tempat itu polisi menangkap delapan orang beserta barang bukti. Dari delapan orang itu, satu di antaranya telah ditetapkan menjadi tersangka. "Inisialnya Mr. J, sedangkan tujuh lainnya sebagai saksi, karena mereka adalah pekerja, hanya digaji oleh Mr. J," kata Donny.

Mr. J memiliki kewarganegaraan Korea Selatan. Dia berperan sebagai pemodal juga mengepalai operasional di gudang tersebut. Tujuh orang pekerja digaji Rp 5 juta per bulan. Dari hasil penyidikan, polisi kemudian menangkap Direktur CV Galena Alam Raya Utama berinisial AF. "Sampai saat ini, sudah dua orang tersangka dan sudah kami lakukan penahanan," ujar Donny.

Mr. J dan AF disangkakan melanggar Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. "Dengan ancaman pidana selama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar," kata Donny.