Polda Banten Tangkap Warga Padarincang Termasuk 5 Santri Karena Memprotes Peternakan Ayam
Polisi dari Polda Banten disebut menggeruduk dan mendobrak rumah Warga Padarincang lalu menciduk warga tanpa surat penangkapan.
![Polda Banten Tangkap Warga Padarincang Termasuk 5 Santri Karena Memprotes Peternakan Ayam](https://statik.tempo.co/data/2015/09/16/id_437424/437424_650.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta -
Delapan orang warga Kampung Cibetus, Desa Curug Goong,
Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten ditangkap
polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. itu diduga karena mereka memprotes
keberadaan kandang ternak ayam milik sebuah perusahaan
peternakan.Delapan orang yang ditangkap itu terdiri dari
seorang laki-laki dewasa bernama Cecep Supriyadi, seorang
santri laki-laki dewasa bernama Samsul Ma’arif, seorang
perempuan bernama Hj. Yayat, dan lima santri berstatus
anak-anak dengan inisial DP, F, U, FR, dan S.
Kasus ini telah mendapat pendampingan dari Walhi. Deputi
Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna mengatakan,
dirinya baru tiba di tempat kejadian pada Ahad malam, 9
Februarai 2025 dan menerima surat penangkapan dari polisi hari
ini, Senin pagi, 10 Februari 2025.
“Surat penangkapan baru pagi ini dikirim,” kata Mukri lewat
pesan singkat ketika dihubungi, Senin, 10 Februarai 2025.
Berdasarkan surat penangkapan yang dilihat Tempo itu, salah
seorang warga yang menjadi tersangka yakni Cecep ditahan selama
20 hari terhitung sejak 7 sampai 26 Februari 2025. Ia dijerat
Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang
pengeroyokan, dan Pasal 187 KUHP tentang tindak pidana yang
membahayakan keamanan umum. Surat itu menyatakan Cecep
melakukan tindak pidana pada 24 November 2024 di properti PT
Sinar Ternak Sejahtera.
Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan warga,
peternakan ayam milik PT Sinar Ternak Sejahtera telah
menimbulkan berbagai kerugian bagi warga setempat sejak 2013.
Contohnya, per Desember 2024, sekitar 200 warga dikatakan
terpapar gejala ISPA.
Sejumlah warga lainnya mengaku mengalami kerugian finansial
akibat keberadaan peternakan ayam. Para warga akhirnya sempat
membakar kandang ayam milik perusahaan itu pada akhir tahun
lalu.
Kronologi penangkapan
Berdasarkan keterangan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) puluhan polisi dari Polda Banten menggeruduk dan mendobrak rumah warga tanpa menunjukkan surat tugas dan menjelaskan duduk perkara, lalu menangkap warga.
Menurut WALHI dan TAUD, penangkapan itu terjadi pada Jumat, 7
Februari 2025 pukul 00.30 WIB.
“Bahkan pada saat kejadian berlangsung sejumlah anggota polisi
sempat menodongkan senjata api kepada masyarakat,” kata para
perwakilan TAUD dalam keterangan tertulis hari ini.
Setelah memasuki rumah warga, menurut TAUD, polisi langsung
menangkap beberapa orang santri yang sedang beristirahat di
dalam. TAUD juga menyebutkan masih banyak anggota polisi yang
berada di Kampung Cibetus, dengan jumlah besar dan membawa
senjata lengkap.
Bahkan menurut TAUD, polisi mengintimidasi warga Cibetus agar
membuat pernyataan palsu, bahwa video tentang penangkapan oleh
polisi yang disebarkan oleh warga adalah narasi bohong.
Mukri bercerita, seorang ustaz bernama Evi yang membuat video
klarifikasi. Di dalam video singkat yang diterima Tempo, Evi
mengatakan, “Klarifikasi, video yg ada di medsos itu tidak
benar terkait penangkapan pembakaran kandang ayam. Ternyata
kampung saya baik-baik saja.”
Evi merujuk pada video berdurasi 1:26 menit yang menunjukkan
bangunan rumah yang tampak kotor dan rusak di beberapa bagian.
Video tersebut diberi keterangan, “Parcok menghancurkan pondok
pesantren dan menangkap paksa 5 orang santri tanpa surat
perintah.” Belakangan ini, kata “parcok” atau “partai cokelat”
menjadi sebutan untuk polisi.
Mukri berkata keterangan Evi di video klarifikasi itu diberikan
di bawah paksaan. “Beliau bercerita dipaksa untuk bikin video
tersebut sambil membaca teks yang telah disiapkan,” kata
dia.
Adapun delapan orang warga yang ditangkap kini ditahan di Rumah
Tahanan Kepolisian Daerah Banten oleh Direktorat Reserse
Kriminal Umum Subdit III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras).
Menurut TAUD, sampai sekarang Polda Banten tidak membuka akses
bantuan hukum atau pendampingan oleh pengacara bagi para warga,
maupun pendampingan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) untuk
anak-anak.
Tempo telah menghubungi Kapolda dan Wakapolda Banten hingga
petugas humas Polda Banten, namun belum tanggapan atau respons
pertanyaan Tempo tentang warga Padarincang.