Polda Banten Tangkap Warga Padarincang Termasuk 5 Santri Karena Memprotes Peternakan Ayam

Polisi dari Polda Banten disebut menggeruduk dan mendobrak rumah Warga Padarincang lalu menciduk warga tanpa surat penangkapan.

Polda Banten Tangkap Warga Padarincang Termasuk 5 Santri Karena Memprotes Peternakan Ayam

TEMPO.CO, Jakarta - Delapan orang warga Kampung Cibetus, Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten ditangkap polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. itu diduga karena mereka memprotes keberadaan kandang ternak ayam milik sebuah perusahaan peternakan.Delapan orang yang ditangkap itu terdiri dari seorang laki-laki dewasa bernama Cecep Supriyadi, seorang santri laki-laki dewasa bernama Samsul Ma’arif, seorang perempuan bernama Hj. Yayat, dan lima santri berstatus anak-anak dengan inisial DP, F, U, FR, dan S.
 
Kasus ini telah mendapat pendampingan dari Walhi. Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna mengatakan, dirinya baru tiba di tempat kejadian pada Ahad malam, 9 Februarai 2025 dan menerima surat penangkapan dari polisi hari ini, Senin pagi, 10 Februari 2025.

“Surat penangkapan baru pagi ini dikirim,” kata Mukri lewat pesan singkat ketika dihubungi, Senin, 10 Februarai 2025.
 
Berdasarkan surat penangkapan yang dilihat Tempo itu, salah seorang warga yang menjadi tersangka yakni Cecep ditahan selama 20 hari terhitung sejak 7 sampai 26 Februari 2025. Ia dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dan Pasal 187 KUHP tentang tindak pidana yang membahayakan keamanan umum. Surat itu menyatakan Cecep melakukan tindak pidana pada 24 November 2024 di properti PT Sinar Ternak Sejahtera.
 
Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan warga, peternakan ayam milik PT Sinar Ternak Sejahtera telah menimbulkan berbagai kerugian bagi warga setempat sejak 2013. Contohnya, per Desember 2024, sekitar 200 warga dikatakan terpapar gejala ISPA.

Sejumlah warga lainnya mengaku mengalami kerugian finansial akibat keberadaan peternakan ayam. Para warga akhirnya sempat membakar kandang ayam milik perusahaan itu pada akhir tahun lalu.
 
Kronologi penangkapan

Berdasarkan keterangan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) puluhan polisi dari Polda Banten menggeruduk dan mendobrak rumah warga tanpa menunjukkan surat tugas dan menjelaskan duduk perkara, lalu menangkap warga. 

Menurut WALHI dan TAUD, penangkapan itu terjadi pada Jumat, 7 Februari 2025 pukul 00.30 WIB.
 
“Bahkan pada saat kejadian berlangsung sejumlah anggota polisi sempat menodongkan senjata api kepada masyarakat,” kata para perwakilan TAUD dalam keterangan tertulis hari ini.
 
Setelah memasuki rumah warga, menurut TAUD, polisi langsung menangkap beberapa orang santri yang sedang beristirahat di dalam. TAUD juga menyebutkan masih banyak anggota polisi yang berada di Kampung Cibetus, dengan jumlah besar dan membawa senjata lengkap. 
 
Bahkan menurut TAUD, polisi mengintimidasi warga Cibetus agar membuat pernyataan palsu, bahwa video tentang penangkapan oleh polisi yang disebarkan oleh warga adalah narasi bohong.
 
Mukri bercerita, seorang ustaz bernama Evi yang membuat video klarifikasi. Di dalam video singkat yang diterima Tempo, Evi mengatakan, “Klarifikasi, video yg ada di medsos itu tidak benar terkait penangkapan pembakaran kandang ayam. Ternyata kampung saya baik-baik saja.”
 
Evi merujuk pada video berdurasi 1:26 menit yang menunjukkan bangunan rumah yang tampak kotor dan rusak di beberapa bagian. Video tersebut diberi keterangan, “Parcok menghancurkan pondok pesantren dan menangkap paksa 5 orang santri tanpa surat perintah.” Belakangan ini, kata “parcok” atau “partai cokelat” menjadi sebutan untuk polisi. 
 
Mukri berkata keterangan Evi di video klarifikasi itu diberikan di bawah paksaan. “Beliau bercerita dipaksa untuk bikin video tersebut sambil membaca teks yang telah disiapkan,” kata dia.
 
Adapun delapan orang warga yang ditangkap kini ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Banten oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras). Menurut TAUD, sampai sekarang Polda Banten tidak membuka akses bantuan hukum atau pendampingan oleh pengacara bagi para warga, maupun pendampingan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) untuk anak-anak.
 
Tempo telah menghubungi Kapolda dan Wakapolda Banten hingga petugas humas Polda Banten, namun belum tanggapan atau respons pertanyaan Tempo tentang warga Padarincang.