Polri Umumkan Penyidikan Kasus LPEI yang Ditaksir Rugikan Negara Rp 712 Miliar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri mengumumkan penyidikan baru kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merugikan keuangan negara mencapai 43,6 juta dolar Amerika Serikat...
Petugas mengecek tiga unit skuter matic yang merupakan barang bukti baru kasus dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Tiga unit skuter matic tersebut merupakan barang bukti baru dari pengembangan kasus dugaan korupsi di LPEI yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp1 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri mengumumkan penyidikan baru kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merugikan keuangan negara mencapai 43,6 juta dolar Amerika Serikat (USD) atau sekitar Rp 712 miliar sepanjang tahun buku 2012-2016. Kasus tersebut melibatkan dua perusahaan swasta,yakni PT Duta Sarana Tehnology (DST) dan PT Maxima Inti Finance (MIF).
Wakil Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri, Komisaris Besar (Kombes) Arief Adiharsa mengatakan, kasus tersebut dalam pelaporan pada 22 Januari 2025. Dan mulai dalam penyidikan melalui penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) Sprin.Sidik/7/I/2025/Tipidkor bertanggal 24 Januari 2025. Sebanyak 27 orang saksi sudah diperiksa oleh kepolisian terkait kasus ini. Termasuk saksi-saksi dari LPEI, PT DST, maupun PT MIF.
“Perkara: Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian pembiayaan kepada PT DST dan PT MIF oleh LPEI yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dan dugaan tindak pidana pencucian uang, yang berasal dari tindak pidana korupsi,” begitu kata Kombes Arief melalui siaran pers yang diterima wartawan Ahad (2/2/2025).
Kombes Arief menerangkan, kasus dugaan korupsi dan TPPU di LPEI ini berawal pada 2012 sampai dengan 2014. Pihak LPEI selaku badan usaha perkreditan milik negara diduga melakukan permufakatan dengan PT DST. Yaitu berupa pembiayaan senilai Rp 45 miliar, dan 4,12 juta USD.
Namun, kata dia, permufakatan untuk pembiayaan tersebut menyimpang, dan menyalahi prosedur. Serta uang pembiayaan yang digelontorkan oleh LPEI tersebut tak diperuntukan sesuai dengan pengajuan. Sehingga terjadi pekerjaan fiktif. Selanjutnya, PT DST mengalami gagal bayar atau kredit macet.
“Pihak direksi dan staf PT DST berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan skema novasi (pembaruan utang dengan pergantian debitur),” begitu kata Kombes Arief.
Dan PT MIF menyepakati untuk mengambil alih kredit PT DST tersebut kepada LPEI. Pun sepakat melakukan pelunasan kredit PT DST kepada LPEI sebagai kreditur. “Dengan cara PT MIF menjadi debitur LPEI dan mendapatkan pembiayaan yang sebagaian dipakai untuk kepentingan novasi tersebut,” begitu kata Kombes Arief.
Loading...