Publik dan pakar soroti konflik kepentingan dalam studi soal vape 

lembaga yang didanai oleh Philip Morris International (PMI)," katanya. Dia melanjutkan berbagai tinjauan ...

Publik dan pakar soroti konflik kepentingan dalam studi soal vape 
Berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rokok elektronik tetap mengandung zat berbahaya, termasuk nikotin, dan tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok

Jakarta (ANTARA) - Sejumlah lembaga masyarakat sipil dan organisasi profesi kesehatan menyoroti penelitian dan laporan terkait rokok elektronik (vape) yang diduga memiliki kepentingan tertentu karena didanai oleh industri tembakau, yang dinilai terus membangun narasi tentang keamanan produk mereka.

Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan penelitian semacam itu contohnya "Lives Saved Report: Saving 4.6 Million Lives in Indonesia" yang diterbitkan oleh Health Diplomats, sebuah lembaga konsultan yang diketahui menerima pendanaan dari British American Tobacco (BAT).

"Laporan ini melibatkan akademisi dari Universitas Padjadjaran yaitu Amaliya dan Ronny Lesmana, yang memiliki rekam jejak kerja sama dengan industri tembakau melalui Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) dan Foundation for a Smoke-Free World (FSFW) - lembaga yang didanai oleh Philip Morris International (PMI)," katanya.

Dia melanjutkan berbagai tinjauan sistematis yang mereka terbitkan juga dinilai memiliki keterbatasan metodologis yang dapat berkontribusi terhadap bias dalam kesimpulan yang diambil. Misalnya, studi "Effectiveness and Safety Profile of Alternative Tobacco and Nicotine Products for Smoking Reduction and Cessation" mengevaluasi efektivitas produk tembakau dan nikotin alternatif dalam membantu perokok mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok.

Baca juga:

Sementara itu tinjauan "Gingival Inflammatory Response in Tobacco Smokers Compared to Vapers" membandingkan respons inflamasi gingiva antara perokok tembakau dan pengguna rokok elektronik.

Menurutnya, kedua studi tersebut hanya berfokus pada hasil jangka pendek tanpa memberikan analisis menyeluruh terkait efektivitas dan keamanan produk dalam jangka panjang.

"Selain itu penelitian ini cenderung mengabaikan dampak negatif yang lebih luas terhadap organ tubuh lainnya, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai objektivitas dan keseimbangan dalam penyajian temuan mereka," kata Bigwanto.

Dia menyebutkan berbagai penelitian independen telah menunjukkan elektronik tidak bebas risiko, antara lain paparan zat kimia berbahaya seperti nikotin, formaldehida, dan logam berat yang berpotensi merusak sistem pernapasan serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

Kemudian, katanya, konsumsi nikotin yang merusak otak bagian depan pada anak, dan tingkat keberhasilan berhenti merokok menggunakan vape sebagai alternatif masih dipertanyakan.

Baca juga:

"Berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rokok elektronik tetap mengandung zat berbahaya, termasuk nikotin, dan tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok. WHO juga menegaskan bahwa rokok elektronik dapat menjadi pintu gerbang bagi pengguna untuk beralih ke rokok konvensional," katanya.

Sekretaris Jenderal Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Tari Tritarayati menambahkan dampak kesehatan rokok elektronik masih belum sepenuhnya diketahui, terutama dalam jangka panjang, sehingga produk ini tidak bisa dibiarkan dipromosikan tanpa regulasi yang ketat.

"Hal ini menjadi landasan kebijakan di hampir semua negara yang menerapkan larangan total; alih-alih mengambil keuntungan finansial dari situasi ketidakpastian, negara mengutamakan perlindungan warga, terutama generasi mudanya, dengan menjunjung prinsip kehati-hatian,” ujar Tari.

Ketua Umum Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menambahkan, menurut data terbaru sedikitnya 39 negara telah menerapkan larangan total terhadap rokok elektronik, sementara Indonesia masih memiliki regulasi yang lebih longgar.

“Rokok elektronik bukan solusi bagi perokok, melainkan ancaman baru bagi kesehatan masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi tidak dipengaruhi oleh kepentingan industri dan tetap berorientasi pada kesehatan masyarakat,” kata Hermawan.Baca juga:

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025