Resik Lawon: Tradisi Sakral Banyuwangi untuk Menyambut Ramadhan dengan Kesucian
Resik Lawon: Tradisi Sakral Banyuwangi untuk Menyambut Ramadhan dengan Kesucian. ????Resik Lawon, tradisi unik Banyuwangi menjelang Ramadhan, tetap lestari sebagai simbol penghormatan leluhur dan daya tarik wisata budaya -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
![Resik Lawon: Tradisi Sakral Banyuwangi untuk Menyambut Ramadhan dengan Kesucian](https://beritajatim.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250213-WA0019.jpg)
Banyuwangi (beritajatim.com) – Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat di Lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi, menggelar tradisi leluhur yang unik bernama Resik Lawon.
Tradisi ini merupakan ritual tahunan yang bertujuan untuk membersihkan kain penutup petilasan Ki Wongso Karyo, seorang tokoh yang dihormati masyarakat setempat.
Pelaksanaan Resik Lawon berlangsung pada Kamis (13/2/2025), diikuti oleh keturunan Ki Wongso Karyo dan warga sekitar. Mereka bergotong royong membersihkan area petilasan dari debu dan kotoran, serta mencuci kain penutup cungkup makam yang panjangnya mencapai 110,75 meter.
Rangkaian prosesi diawali dengan pembersihan petilasan Ki Wongso Karyo. Setelah itu, kain lawon yang menjadi penutup makam dilepas dan dicuci di Dam Krambatan, Banyu Gulung. Proses pencucian ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian, menggunakan air yang ditaburi bunga tujuh rupa di balai tajuk Lingkungan Cungking.
Puncak ritual Resik Lawon adalah penjemuran kain lawon di jalan lingkungan setempat. Kain putih ini dijemur di bawah terik matahari dan tidak boleh jatuh atau menyentuh tanah, karena diyakini dapat membawa dampak tertentu. Kepercayaan ini menjadi bagian dari warisan tradisi yang terus dijaga oleh masyarakat.
Juru pelihara petilasan Buyut Cungking, Jam’i, menuturkan bahwa tradisi ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat. “Hingga saat ini kami masih terus menjaga tradisi adat ini dengan baik. Kami berharap dengan tradisi Resik Lawon yang terus dijalankan dapat membawa kebaikan dan menolak bala,” ujarnya.
Menurut Jam’i, antusiasme masyarakat dalam mengikuti tradisi ini tetap tinggi. Tidak hanya diikuti oleh laki-laki dan perempuan, tradisi ini juga melibatkan seluruh generasi, dari yang muda hingga yang tua. “Mereka percaya bahwa dengan mengikuti tradisi ini, mereka akan mendapatkan berkah dan keberkahan dalam hidup,” tambahnya.
Resik Lawon bukan sekadar ritual pembersihan, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur serta upaya melestarikan nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini juga menarik perhatian wisatawan yang ingin mengenal lebih dalam budaya Banyuwangi, menjadikannya salah satu daya tarik wisata budaya di daerah tersebut.
Dengan terus dijalankannya tradisi Resik Lawon, masyarakat Banyuwangi menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga kearifan lokal dan memperkuat nilai-nilai gotong royong di tengah era modernisasi. [alr/suf]