Senat AS Kukuhkan Tulsi Gabbard sebagai Direktur Intelijen Nasional AS
Tulsi Gabbard resmi ditunjuk sebagai Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS) dengan dikukuhan 52-48 suara di Senat.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden , , melanjutkan upayanya merombak aparatur intelijen negara dengan pengukuhan sebagai Direktur Intelijen Nasional yang baru.
Pada Rabu (12/2/2025), Senat AS memberikan suara 52-48 untuk mendukung Gabbard menempati jabatan tersebut, Al Jazeera melaporkan.
Tak dipungkiri ada kekhawatiran mengenai pengalamannya serta pandangan masa lalunya tentang kebocoran intelijen dan isu terkait.
Setelah pemungutan suara, Gabbard menyampaikan dia akan "membantu memenuhi mandat yang diberikan rakyat Amerika kepada Anda dengan sangat jelas dalam pemilihan ini."
Dia juga menyoroti ketidakpercayaan publik terhadap komunitas intelijen yang menurutnya, telah dipolitisasi.
Gabbard berkomitmen untuk membangun kembali kepercayaan tersebut dan memastikan keamanan rakyat Amerika.
"Rakyat Amerika kurang memercayai komunitas intelijen, terutama karena mereka telah melihat entitas yang seharusnya hanya berfokus untuk memastikan keamanan nasional ini dijadikan senjata dan dipolitisasi," ujar Gabbard sesaat setelah diambil sumpah dalam upacara di Ruang Oval di Gedung Putih, VOA melaporkan.
Sebagian besar senator Partai Republik mendukungnya, kecuali mantan Pemimpin Mayoritas Mitch McConnell, yang menentang pencalonannya bersama beberapa senator Demokrat.
Pemimpin Minoritas Senat, , meminta rekan-rekannya menolak pencalonan Gabbard, menyebutnya sebagai penyebar propaganda Rusia dan teori konspirasi.
Meskipun demikian, Partai Republik tetap mendukung Gabbard, sebagian besar karena tekanan dari Presiden Trump dan tokoh lain seperti .
Trump pertama kali menunjuk Gabbard pada November lalu, memuji keberaniannya.
Baca juga:
Gabbard, yang merupakan mantan anggota Kongres Demokrat, kini menjabat sebagai Direktur Intelijen Nasional, posisi setingkat kabinet yang mengawasi 18 badan intelijen AS.
Pencalonannya menjadi kontroversial karena latar belakangnya yang tidak konvensional, termasuk simpati kepada Presiden Rusia dan dukungannya terhadap pembocor informasi Edward Snowden.
Selain itu, Gabbard pernah mengunjungi Suriah pada 2017 untuk bertemu dengan Bashar al-Assad, yang menuai kecaman karena pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di bawah pemerintahannya.