Serba-serbi Naiknya Kasus Pagar Laut Tangerang dan Bekasi ke Penyidikan
Kasus Pagar laut di Tangerang dan Bekasi kini naik ke penyidikan. Ini fakta-faktanya.
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dari bambu sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dan Bekasi, Jawa Barat, kini semakin kompleks. Pemasangan pagar tersebut dinilai ilegal karena tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan merugikan para nelayan setempat.
Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk membongkar pagar laut tersebut, yang akhirnya dilakukan bersama tim gabungan dari TNI AL, Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta nelayan setempat.
Kejagung Selidiki Dugaan Pelanggaran
Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menyelidiki kasus ini dengan
mengumpulkan bahan keterangan (pulbaket). Kepala Pusat
Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan pihaknya
proaktif dalam penyelidikan, meski belum berada pada tahap
projustitia. Kejagung juga tengah mengkaji dugaan tindak pidana
korupsi terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di lokasi pagar laut tersebut.
Namun, Harli menekankan bahwa instansi terkait, seperti KKP,
tetap menjadi leading sector dalam menangani kasus ini.
Beredarnya surat dengan kop Kejaksaan Agung yang meminta data penerbitan HGB dan SHM di kawasan perairan Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, serta wilayah pesisir Bekasi semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran hukum dalam penerbitan sertifikat tersebut.
KKP Periksa Kades Kohod dan 13 Nelayan
Selain Kejagung, KKP juga telah memeriksa Kepala Desa Kohod,
Arsin bin Asip, serta 13 nelayan terkait pagar laut tersebut.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penegakan sanksi
administratif sesuai dengan peraturan yang berlaku di bidang
kelautan dan perikanan. KKP memastikan bahwa seluruh proses
dilakukan secara profesional dan transparan untuk menegakkan
ketertiban dalam pengelolaan ruang laut.
Kemendagri Dalami Dugaan Keterlibatan Kades dalam
Penerbitan Sertifikat
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga turut menyelidiki
dugaan keterlibatan Kepala Desa Kohod dalam penerbitan
sertifikat HGB pagar laut. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima
Arya Sugiarto, menyatakan bahwa Kemendagri akan menindaklanjuti
dugaan pelanggaran sumpah jabatan oleh kepala desa jika
terbukti terlibat dalam kasus ini.
Sebuah video yang menunjukkan Arsin bin Asip sedang meninjau pemasangan pagar laut sempat viral di media sosial. Namun, Arsin membantah terlibat dalam proyek tersebut, menyatakan bahwa kehadirannya hanya untuk meninjau laporan dari warga setempat.
Penyalahgunaan Wewenang dalam Penerbitan
Sertifikat?
Penyelidikan menunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan
wewenang dalam penerbitan SHGB dan SHM di lokasi pagar laut.
Bareskrim Polri telah memeriksa tujuh pejabat Kantor Pertanahan
Kabupaten Tangerang dan Bekasi terkait dugaan manipulasi
dokumen kepemilikan lahan di perairan tersebut. Sejumlah
sertifikat tanah yang awalnya diterbitkan untuk lahan darat
diduga dipindahkan secara misterius ke area laut yang kemudian
dipagari dengan bambu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa pemindahan lahan ini mencakup area seluas 581 hektare di Tangerang dan Bekasi serta melibatkan beberapa perusahaan serta individu. Akibatnya, Nusron telah memecat enam pejabat Kantor Pertanahan Tangerang dan Bekasi yang diduga terlibat dalam skandal ini.
Dugaan Pemalsuan Dokumen dan Pencucian
Uang
Bareskrim Polri menduga bahwa dokumen yang digunakan untuk
pengajuan SHGB dan SHM tersebut adalah palsu. Dugaan tindak
pidana ini berpotensi melanggar Pasal 263, 264, dan 266 KUHP,
serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU).
Kasus ini terus berkembang dengan berbagai instansi hukum dan pemerintah yang terus menggali informasi lebih lanjut. Ke depan, publik menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut terkait siapa pihak yang bertanggung jawab dalam kasus di dua lokasi ini.
Sapto Yunus, Ade Ridwan Yandwiputra, Hendrik Khoirul
Muhid, dan Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan
artikel ini.
Pilihan editor: