Sentani (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia telah mengakui
keabsahan tanah-tanah komunal masyarakat adat Papua, khususnya di
Kabupaten Jayapura, dengan pemberian sertifikat.Hadirnya negara
merupakan solusi atas "benang kusut" permasalahan tanah adat yang
tidak jarang menjadi salah satu penghambat lajunya pembangunan di
Bumi Cenderawasih itu.Keseriusan negara itu, bukan hanya melalui
selembar kertas, namun Menteri ATR/BPR, kala itu Hadi Tjahjanto,
datang dan bertemu langsung dengan masyarakat adat Kampung Sawoi,
Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, Selasa, 17 Oktober
2023.Selain bertatap muka dan berbincang mengenai fungsi dari
kepemilikan sertifikat, Menteri ATR/BPN juga menyerahkan
sertifikat kepada lima masyarakat adat Papua di Kampung Kuipons,
Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura.Kelima orang yang menerima
sertifkat tersebut, memiliki lahan dengan luas bervariasi, mulai
dari 1.713 meter persegi hingga 3.271 meter persegi.Pada
kunjungan Menteri ATR/BPN, saat itu, total sertifikat yang
diberikan untuk tanah komunal masyarakat adat Sawoi seluas
6.997.700 meter persegi atau 699,77 hektare.Pengakuan negara
terhadap tanah komunal masyarakat adat Kabupaten Jayapura itu
berlanjut, ketika Menteri ATR/BPN berganti ke Agus Harimurti
Yodhoyono (AHY). Pada September 2024, AHY menyerahkan sertifikat
yang diterima oleh Penjabat Bupati Jayapura Semuel Siriwa di
Jakarta.Bagi Pemkab Jayapura, fakta itu menjadi tonggak sejarah
baru, bagaimana negara memberikan perlindungan kepada masyarakat
hukum adat atas tanah ulayat mereka.
Gugus
tugasSelain upaya dari pemerintah pusat, melalui
Kementerian ATR/BPN, pemeintah daerah juga membuat langkah cepat,
sehingga tanah adat segera mendapatkan sertifikat.Pemerintah
Kabupaten Jayapura, sebelumnya telah membentuk Gugus Tugas
Masyarakat Adat (GTMA) yang diinisiasi dan diketuai oleh Asisten
I Bidang Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Jayapura
Elphyna Situmorang.GMTA sendiri dibentuk pada masa Bupati
Jayapura dijabat oleh Mathius Awoitauw, yang bertujuan mengurangi
permasalahan terkait masyarakat adat di wilayah tersebut.Gugus
tugas ini beranggotakan para pemimpin organisasi perangkat daerah
(OPD) di Pemerintah Kabupaten Jayapura yang bekerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan adat, salah satunya mendukung
terwujudnya pengakuan negara terhadap tanah komunal masyarakat
adat Sawoi, Distrik Kemtuk Gresi, dengan pemberian sertifkat atau
hak pengelolaan lahan (HPL).Selain koordinasi antar-OPD,
Pemerintah Kabupaten Jayapura terus berupaya berkomunikasi dengan
masyarakat hukum adat di sembilan dewan adat suku (DAS) untuk
menentukan batas-batas tanah mereka, sehingga dapat diberikan
sertifikat.Program kolaborasi antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat ini tujuan utamanya adalah menyukseskan setiap
program pembangunan di Kabupaten Jayapura, sehingga daerah itu
terus berkembang.Dinas Pertanahan, Perumahan dan Kawasan
Permukiman (DP2KP) Kabupaten Jayapura juga mengakui bahwa
pemberian sertifikat bagi tanah komunal ini dapat mendukung
program pembangunan berkelanjutan.
Masalah
tanahBeberapa waktu sebelumnya, permasalahan tanah di
Papua hampir terjadi di sepanjang tahun, baik itu pemalangan
terhadap sejumlah fasilitas umum, seperti gedung sekolah, jalan,
kantor puskesmas, gedung rumah sakit, maupun gedung-gedung
perkantoran pemerintah.Sebelum terbitnya sertifikat, masyarakat
hukum adat dalam karet atau marga, bisa saling mengklaim
kepemilikan, sehingga kondisi ini dapat menghambat
pembangunan.Dengan aksi saling klaim itu, tentu masyarakat juga
yang menjadi korban, seperti tidak mendapat pelayanan kesehatan,
siswa tidak bisa belajar di sekolah, serta aktivitas pelayanan
pemerintahan terhambat karena aksi pemalangan.Jalan
keluarnya adalah diterbitkan sertifikat kepemilikan bagi
masyarakat hukum adat yang telah disepakati oleh para tetua
adat.Meskipun prosesnya memerlukan waktu yang tidak pendek, namun
dampak sertifikasi itu sangat terasa dalam upaya
memperlancar pembangunan berkelanjutan, termasuk berbagai bentuk
layanan masyarakat yang dapat dinikmati oleh warga.Tidak jarang,
tim GTMA menghadapi sejumlah kendala, bahkan jalan buntu dalam
berkomunikasi dengan masyarakat dan pemimpin adat. Dengan
kegigihan dan pendekatan yang dilakukan oleh gugus tugas itu,
akhirnya ditemukan jalan keluar yang menguntungkan semua
pihak.Gugus tugas memandang bahwa sertifikat ini banyak sekali
manfaatnya, khususnya sebagai salah satu investasi jangka
panjang. Lembar sertifikat tanah itu bisa digunakan untuk modal
usaha di bank atau dapat meyakinkan ketika ada investor
masuk.Salah satu masyarakat adat yang telah menerima sertifikat
dari Kementerian ATR/BPN Agustinus Daka merasakan manfaat atas
dukungan negara terhadap kemajuan masyarakat adat.Bagi warga,
pemberian sertifikat itu, bukan berarti negara mengambil tanah
adat, melainkan justru memberi pengakuan atas hak
kepemilikan.Terbitnya sertifikat juga mampu mencegah munculnya
konflik antarwarga, karena masing-masing sudah memiliki kekuatan
hukum atas tanah ulayat yang mereka kelola, sehingga kerukunan
dan kedamaian tercipta dengan sendirinya.Program sertifikasi
tanah yang dampaknya sudah sangat terasa, khususnya bagi warga
adat di Kabupaten Jayapura ini masih akan berlanjut, karena
kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dengan Wakil Presiden
Gibran Rakabuming Raka juga memiliki komitmen sama untuk
menuntaskan masalah tanah, khususnya di Papua.Bahkan presiden dan
wakil presiden yang memimpin Kabinet Merah Putih ini memiliki
program untuk menuntaskan pendaftaran 6 juta bidang tanah seluruh
Indonesia, dan Papua menjadi salah satu prioritas penuntasan
masalah tanah.Penuntasan masalah tanah lewat sertifikasi ini
tentu akan membawa dampak psikologis bagi masyarakat dengan
merasakan betul bahwa negara hadir untuk memenuhi kebutuhan
rakyat. Pada akhirnya rakyat akan betul-betul merasakan bahwa
mereka adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024