Tata kelola AI untuk wujudkan Indonesia Emas 2045

Sebuah film berjudul The Imitation Game (2014) bisa dibilang menjadi penggambaran tepat betapa rumitnya teknologi ...

Tata kelola AI untuk wujudkan Indonesia Emas 2045
Dalam film itu secara tepat digambarkan bahwa enigma merupakan mesin teka-teki yang menghasilkan kode-kode rumit

Jakarta (ANTARA) - Sebuah film berjudul The Imitation Game (2014) bisa dibilang menjadi penggambaran tepat betapa rumitnya teknologi kriptografi bernama enigma yang ternyata adalah cikal bakal dari teknologi yang kini disebut artificial intelligence (AI).

Dalam film itu secara tepat digambarkan bahwa enigma merupakan mesin teka-teki yang menghasilkan kode-kode rumit sebagai alat komunikasi yang sempat membuat perang dunia II memanas dan pada akhirnya menjadi salah satu inspirasi terciptanya kecerdasan artifisial di era masa kini.

Untuk bisa memecahkan dan mendapatkan pesan yang tepat dari enigma di masa lalu, setidaknya manusia harus memiliki gelar sebagai ahli matematika seperti Alan Turing atau menjadi kriptografi andal dengan jam terbang yang tinggi.

Namun di masa kini, kecerdasan artifisial yang berkembang begitu pesat sudah bisa diakses dengan mudah bahkan oleh anak-anak sekalipun berkat masifnya eksplorasi perusahaan-perusahaan teknologi dalam satu dekade terakhir.

Tak sedikit kini AI yang mampu digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia mulai dari membuat susunan teks, menciptakan visual menarik, hingga membuat audio. Semuanya itu bahkan bisa diselesaikan dengan mudah oleh AI asalkan manusia memberikan perintah yang tepat.

Dari hal-hal sederhana saja AI sudah terlihat dapat menjadi salah satu solusi bagi manusia, apalagi jika dilihat dari kacamata lain maka AI bisa berdampak besar.

Melihat dari kacamata industri, AI kini terlihat sebagai the new oil karena dinilai dapat menjadi solusi teknologi yang bisa mengamplifikasi efektivitas bahkan pendapatan dari banyak sektor asal sudah menemukan formula yang tepat pemanfaatannya.

Maka dari itu, tidak heran banyak negara di dunia yang berlomba-lomba untuk mengembangkan AI, mengenalnya, dan berupaya menghadirkan inovasi yang lebih mutakhir demi mencapai tujuan-tujuan memakmurkan rakyatnya.

Besarnya dampak AI juga dapat dilihat pada proyeksinya untuk ekonomi global yang diungkap oleh firma konsultan hukum PricewaterhouseCoopers (PwC). Dalam laporannya di 2017 memprediksi AI di 2030 dapat menyumbang pendapatan global hingga 15,7 triliun dolar AS.

Dari sisi regional, potensi AI juga tak kalah menarik, misalnya di Asia Tenggara yang menjadi kawasan Indonesia bernaung. Berdasarkan data dari ASEAN pada 2024, AI berpotensi bisa meningkatkan 10-18 persen PDB regional dengan nilai yang diprediksi berkisar 1 triliun dolar AS pada 2030.

Untuk Indonesia, dalam laporan Kearney pada 2020 diprediksi bahwa apabila AI dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik maka dapat berkontribusi sebesar 12 persen pada PDB dengan nilai diperkirakan sebesar 366 miliar dolar AS pada 2030.

Maka dari itu tak heran apabila Indonesia juga mengidamkan agar AI dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara untuk memakmurkan rakyat sejalan juga dengan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Langkah membesarkan AI sebagai alat penggerak untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia juga telah dirancang dan masuk dalam buku "Visi Indonesia Digital 2045" yang diluncurkan pada 2023.

Dalam buku itu, AI mengambil peran sebagai teknologi terbarukan untuk menopang pilar-pilar pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital sehingga nantinya Indonesia dapat mencapai pertumbuhan sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045.

Agar harapan itu bisa terwujud, tentu, diperlukan tata kelola, sebuah seni mengatur sesuatu agar dapat berjalan sistematis dan terstruktur. Dalam hal ini artinya AI perlu ditata dan dikelola dengan tepat di Indonesia.

Tata kelola AI Indonesia

Saat membahas tata kelola AI, Indonesia sebenarnya sudah memiliki landasan yakni Surat Edaran nomor 9 tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.

Memiliki sifat pengingat, SE ini dirancang menjadi sebuah soft regulation sebuah babak pengenalan dari Pemerintah, memberikan kompas atau arahan dalam pengembangan AI di dalam negeri bagi para pelaku industri.

Secara singkat, SE itu berisikan pendekatan 3P yaitu Policy, Platform, dan People. Pengembangan teknologi AI diharapkan bisa dilakukan secara bertanggung jawab dan beretika dan dapat menjadi sebuah solusi bagi masyarakat menghadapi permasalahan sehari-hari.

Aturan itu dianggap sebagai angin segar, termasuk oleh para pelaku industri teknologi yang tentunya sudah lebih lama berkecimpung dalam pengembangan AI. SE itu dirasakan menjadi bukti bahwa regulator negara ini secara proaktif mengikuti perkembangan teknologi terbarukan tersebut.

Tak lama berselang usai SE itu diterbitkan, Pemerintah dengan sigap mengutarakan rencana untuk mempersiapkan aturan yang lebih ajek dan berkekuatan hukum tetap yang sifatnya hard regulation.

Pengaturan AI berkekuatan tetap itu dinilai akan besar manfaatnya bagi Indonesia di masa depan agar nantinya AI sebagai teknologi tak mendisrupsi tatanan masyarakat tapi harus memberdayakan bahkan meningkatkan budaya. Hal ini sejalan juga dengan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) 2020-2045 yang dirilis pada 2020.

Dalam bagian penyiapan kebijakan, Stranas KA menyebutkan bahwa regulasi AI dibutuhkan sebagai penyeimbang agar teknologi ini tak disalahgunakan oleh industri saat sudah diimplementasikan di tengah masyarakat.

Dengan adanya pergantian pemerintahan, rencana pembuatan regulasi itu juga harus berjalan beriringan mengikuti transisi pemerintahan yang tadinya dikelola Kabinet Indonesia Maju (KIM) kini berlanjut dan berproses bersama tatanan baru Kabinet Merah Putih (KMP) yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dalam menjalani masa transisi ini, Indonesia nyatanya masih terus melakukan langkah-langkah strategis dalam menyiapkan regulasi AI.

Salah satu langkahnya ialah dengan menggandeng UNESCO untuk menjalankan inisiasi Readiness Assesment Methodology (RAM) AI. Sebuah asesmen untuk mengukur kesiapan tata kelola kecerdasan artifisial dari sebuah negara.

Menariknya, sambil mengambil langkah ini, Indonesia ternyata menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menjalani asesmen ini dan bahkan diapresiasi oleh UNESCO.

Pertimbangan Kapasitas

Asesmen UNESCO terhadap Indonesia berlangsung selama satu semester dan hasilnya yang telah disampaikan pada akhir 2024 memberikan beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan.

Ada tiga hal yang disoroti UNESCO untuk Indonesia untuk menyiapkan lanskap AI agar bisa berjalan optimal; salah satunya adalah dengan memastikan bahwa regulasi untuk tata kelola AI harus mengedepankan etika dan bertanggung jawab.

Selain itu, Indonesia diharapkan bisa membentuk Badan Nasional untuk Kecerdasan Buatan untuk mengoordinasikan kebijakan terkait AI, menetapkan standar, dan memastikan koherensi lintas sektor.

Entitas ini harus memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil, yang memandu investasi dan regulasi dalam pengembangan AI.

Terakhir, rekomendasi yang diberikan UNESCO bagi Indonesia adalah terkait dengan pengembangan kapasitas. Indonesia diminta memastikan akses adil terhadap pendidikan, sumber daya, dan infrastruktur AI, khususnya bagi para peneliti dan perusahaan rintisan di luar ibu kota agar ada kesetaraan.

Terlihat dalam rekomendasi terakhir, UNESCO menggarisbawahi bahwa pertimbangan kapasitas harus diperhatikan oleh Indonesia. Ini juga sejalan dengan beberapa temuan riset lembaga-lembaga independen.

Misalnya seperti laporan SMERU Research Report pada 2022 berjudul Diagnostic Report: Digital Skills Landscape in Indonesia. Kesimpulan laporan itu membahas bahwa diperlukan upaya untuk memperkecil celah kecakapan digital pada SDM yang merupakan talenta digital agar manfaat ekonomi dari digitalisasi termasuk dari AI dapat dirasakan masyarakat.

Berkaca dari laporan-laporan tersebut, terlihat bahwa Indonesia harus bisa mengakomodir hal-hal yang masih perlu ditingkatkan melalui regulasi yang tepat.

Pemerintah artinya harus merancang dan memproyeksikan bahwa dampak dari regulasi saat diterapkan bisa mengakselerasi pertumbuhan dan memperkuat poin-poin yang digarisbawahi tersebut.

Misalnya dalam penciptaan talenta digital untuk AI, Indonesia harus bisa membuat regulasi yang menarik minat perusahaan teknologi untuk berinvestasi pada pengembangan talenta digital dengan kondisi demografi Indonesia yang saat ini sedang menuju masa jayanya.

Harapannya, regulasi tersebut bisa mendukung akselerasi pertumbuhan talenta digital yang akhirnya memenuhi aspek penting memotori pengembangan AI sebagai teknologi.

Tentunya agar tetap menjaga kedaulatan negara, pemerintah perlu mengawal komitmen dari investor-investor tersebut sehingga nantinya sumber daya yang ada bisa benar-benar optimal memajukan AI di Indonesia.

Apalagi saat ini Indonesia juga sudah banyak meraih sukses membuat kesepakatan dengan perusahaan-perusahaan level global seperti Nvidia dan Microsoft yang berfokus pada AI sehingga harusnya dengan regulasi yang afirmatif maka ini bisa menjadi magnet baru untuk perusahaan besar lainnya tertarik dan berinvestasi pada pengembangan SDM Indonesia.

Itu hanya salah satu contoh kebijakan yang bisa diambil untuk meregulasi AI agar bisa bertumbuh dengan baik di Indonesia, sekarang tinggal saatnya Pemerintah melanjutkan upaya lanjutan menyelesaikan aturan yang tengah digodok tersebut dan segera merealisasikannya.

Dengan pengelolaan yang tepat, dapat dipastikan proyeksi-proyeksi tentang Indonesia dalam pemanfaatan teknologi bukan tidak mustahil dapat terwujud, termasuk di dalamnya untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang membawa kemakmuran bagi Indonesia sejalan dengan Visi Indonesia 2045.

Copyright © ANTARA 2025