Tersangka shelter tsunami siap ungkap penanganan Polda NTB di sidang

Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara Aprialely Nirmala menyatakan ...

Tersangka shelter tsunami siap ungkap penanganan Polda NTB di sidang

Mataram (ANTARA) - Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara Aprialely Nirmala menyatakan siap mengungkap adanya penanganan kasus serupa yang berjalan lebih dahulu di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat saat persidangan di Pengadilan Tipikor.

"Terkait penanganan yang di Polda NTB, pasti akan kami ungkap di persidangan," kata Aan Ramadhan, kuasa hukum tersangka, ditemui usai mendampingi pemindahan penahanan Aprialely Nirmala oleh jaksa penuntut umum dari KPK di Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Selasa.

Pada medio 2015, Polda NTB tercatat menangani kasus ini dari tindak lanjut laporan masyarakat. Penanganan berada di bawah kendali Bidang Tindak Pidana Korupsi pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB.

Akhir tahun 2015, Polda NTB dalam tahap penyelidikan menggandeng ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya untuk melakukan uji bangunan.

Saat hasil pengujian masuk tahap analisa ahli konstruksi, Polda NTB terkesan hilang kabar dalam penanganan.

Baca juga:

Peristiwa gempa bumi 7 Skala Richter yang terjadi pada tahun 2018 di Pulau Lombok turut menenggelamkan penanganan kasus tersebut.

Aan mengaku saat kasus ini berjalan di Polda NTB belum memberikan pendampingan kepada Aprialely. Namun, kliennya mengaku pernah memberikan keterangan atas permintaan pihak kepolisian.

"Terkait perkara yang sama ini, klien saya sudah pernah diperiksa di Polda NTB," ujar dia.

Aprialely pun merasa kaget setelah muncul pemberitaan bahwa komisi antirasuah turut melakukan penanganan kasus serupa.

"Itu dua tahun yang lalu, klien saya kaget, kok tiba-tiba perkara ini sudah pindah ke KPK. Setelah pemeriksaan kedua di KPK, langsung ditetapkan tersangka," ucapnya.

Baca juga:

Atas adanya penanganan kasus serupa yang juga berjalan di KPK, Aan mengaku kliennya belum mendapatkan surat resmi atas status penanganan di Polda NTB.

"Jadi, sampai dengan hari ini belum ada titik jelas terkait hasil pemeriksaan penanganannya yang di Polda NTB," kata Aan.

Aprialely dalam kasus ini berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek shelter tsunami dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Aprialely menjadi tersangka bersama Agus Herijanto, pensiunan BUMN Karya sebagai kepala proyek pembangunan shelter tsunami yang lokasinya berada dekat dengan kawasan Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

KPK menyebutkan bahwa perbuatan pidana Aprialely yang saat itu sebagai PPK proyek shelter tsunami berkaitan dengan kualitas hasil pekerjaan.

Tersangka bertanggung jawab atas munculnya penurunan spesifikasi material bangunan yang tidak melalui proses kajian sesuai dengan rencana pekerjaan pembangunan gedung shelter tsunami tahan gempa dengan kekuatan 9 Skala Richter (SR).

Baca juga:

Kekuatan bangunan ini terlihat dari insiden gempa berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada 5 Agustus 2018. Gempa itu terjadi usai serah terima pekerjaan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2017.

Akibat bencana alam tersebut, shelter tsunami yang berdiri di atas lahan seluas 1 hektare itu mengalami kerusakan yang memprihatinkan sehingga tidak bisa dimanfaatkan sesuai perencanaan awal.

Hal itu turut diperkuat dengan hasil penilaian fisik tim ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Karena tidak dapat dimanfaatkan, hasil audit lembaga auditor menyimpulkan kerugian keuangan negara dari proyek tersebut sebagai total loss dengan nilai mencapai Rp19 miliar.

Dengan menemukan alat bukti tersebut, penyidik KPK kemudian menetapkan Aprialely bersama Agus sebagai tersangka pada medio tahun 2023.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025