Wacana Dana Zakat untuk MGB, Pengamat Sebut DPD RI Asbun

Wacana Dana Zakat untuk MGB, Pengamat Sebut DPD RI Asbun. ????Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengkritik wacana penggunaan dana zakat untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG). -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Wacana Dana Zakat untuk MGB, Pengamat Sebut DPD RI Asbun

Surabaya (beritajatim.com)– Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengkritik wacana penggunaan dana zakat untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusulkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B. Najamuddin.

Hardjuno menilai usulan tersebut tidak hanya melanggar aturan pengelolaan zakat, tetapi juga menunjukkan ketidakpahaman terhadap tata kelola keuangan negara.

Hardjuno menegaskan bahwa dana zakat memiliki aturan khusus yang telah diatur dalam syariat Islam dan perundang-undangan.

“Ini bukan soal kreatif atau tidaknya ide, tetapi soal keberpihakan terhadap prinsip tata kelola keuangan negara yang transparan dan bertanggung jawab. Dana zakat memiliki aturan penggunaannya sendiri yang diatur dalam syariat Islam, dan mengalihkannya untuk program seperti MBG justru berpotensi menimbulkan polemik di tengah masyarakat,” tegas Hardjuno di Surabaya, Senin (20/1/2025).

Sebelumnya, Sultan B. Najamuddin mendorong keterlibatan masyarakat melalui pendanaan zakat yang terkumpul di lembaga zakat sebagai alternatif pembiayaan program MBG. Namun, menurut Hardjuno, wacana ini tidak hanya “asal bunyi” (asbun) tetapi juga bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

“Zakat itu kan fungsinya untuk kemaslahatan umat, dimana sudah diatur kualifikasi penerimanya, ya fungsikan saja untuk itu. Cukup diawasi pelaksanaannya. Jangan dipakai untuk hal-hal di luar ketentuan yang sudah diatur dan baku,” imbuhnya.

Selain itu, Hardjuno juga mengungkap kebijakan DPD RI yang dianggap tidak peka terhadap situasi negara. Ia menilai usulan ini hanya menambah daftar kebijakan kontroversial yang telah dibuat sebelumnya, termasuk keputusan DPD untuk menambah jumlah reses pada Oktober hingga Desember 2024 dari satu kali menjadi dua kali.

“Sebelumnya, kita sudah melihat bagaimana DPD menambah jumlah reses mereka melebihi jumlah reses DPR RI. Ini jelas membebani APBN miliaran rupiah. Sekarang mereka mengusulkan kebijakan yang justru membuat masalah baru dengan menggunakan dana zakat untuk MBG,” kritik Hardjuno.

Lebih jauh, ia juga menuding langkah DPD tersebut melanggar sejumlah undang-undang, termasuk UU MD3, UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

“Selain aparat penegak hukum, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga bisa melakukan audit dengan tujuan tertentu, yang lebih mendalam, mengingat konsekuensi dari penggunaan miliaran rupiah dana APBN, di tengah penghematan fiskal yang diminta oleh Presiden Prabowo kepada seluruh jajaran kementerian lembaga,” tutupnya.

Hardjuno berharap wacana ini tidak berlanjut dan DPD RI lebih fokus pada kebijakan yang sesuai dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, tanpa membebani masyarakat dengan ide-ide yang tidak matang.[asg/kun]