Ada Agung Sedayu, Ini Daftar Terduga Dalang Pagar Laut yang Diadukan ke Polisi
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah mengadukan sejumlah terduga dalang di balik pagar laut sepanjang 30, 16 kilometer di Kabupaten Tangerang ke Bareskrim Mabes Polri, Jaka
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah mengadukan sejumlah terduga dalang di balik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, pada Jumat (17/1). Aduan dibuat bersama dengan 10 organisasi masyarakat sipil lainnya.
"Bahwa kami menemukan beberapa video di media sosial yang kami duga orang orang yang berada di dalam video atau yang disebut dalam video tersebut memiliki keterlibatan atas pembangunan pagar laut tersebut," bunyi surat aduan yang dilayangkan pada Jumat (17/1).
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH PP Muhammadiyah Gufroni mengatakan dugaan itu didasarkan pada sebuah bukti video. Menurut Gufroni, dalam video itu terlihat seorang pekerja sedang mengumpulkan bambu dan menyebut nama Agung Sedayu saat ditanya oleh seseorang dalam video.
"Jadi terkonfirmasi bahwa pagar bambu ini tidak misterius, tapi jelas ada. Ada pekerjanya, ada yang membiayai,” kata Gufroni di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (17/1).
Selain Muhammadiyah, aduan itu juga diajukan oleh PBHI, LBH Jakarta, WALHI, KIARA, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Komunitas Demokrasi Tangerang, IMM Fakultas Hukum UMT, Formi, Generasi Muda Matelau Anwar, dan IM57.
Gufroni mengatakan temuan yang disampaikan tim Muhammadiyah ke Mabes Polri harus segera ditindaklanjuti. Ia menyebutkan PT Agung Sedayu sebagai badan hukum perlu dimintai keterangan atas keributan yang terjadi. Meski begitu ia mengatakan aduan yang disampaikan hanya merupakan laporan atas fakta yang telah dikumpulkan. Sedangkan penentuan apakah tindakan teradu melanggar hukum atau tidak merupakan kewenangan mabes polri.
Dalam dokumen yang disampaikan ke polisi, para pengadu menyampaikan terdapat 9 nama yang harus diproses oleh kepolisian. Mereka adalah Ali Hanafi Wijaya, Engcun alias Gojali, Mandor Memet, Kepala Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Arsin, Sandi Martapraja, PT Agung Sedayu, dan Tarsin.
Peran 9 nama yang dilaporkan ke polisi
Gufroni menjelaskan, Ali Hanafi merupakan seseorang yang sangat dikenal di Tangerang. Bukan hanya terkait pemagaran laut, namun juga berkaitan dengan pembebasan lahan yang mematok tarif murah, yakni Rp 50.000 per meter.
"Ali Hanafi Widjaya ini, kami dengar, adalah tangan kanannya Agunan. Ya, sehingga nanti penyidik coba bisa telusuri ini," kata dia. Aguan adalah bos dan pendiri PT Agung Sedayu Group yang bernama lengkap Sugianto Kusuma.
Kemudian, Engcun alias Gojali, merupakan kelompok dari Ali Hanafi dan berpengaruh di pembebasan lahan. "Beberapa gugatan-gugatan, kriminalisasi, ya, tentu melalui Gojali," kata Gufroni.
Selanjutnya ia menjelaskan Mandor Memet selaku pelaksana lapangan yang mengurus pekerja di lapangan, termasuk pekerja-pekerja bambu dan pembelian.
"Jadi ini satu tim, ya. Ada Mandor Memet yang di lapangan, kemudian difasilitasi oleh Engcun alias Gojali, kemudian soal pendanaan dan seterusnya oleh Ali Hanafi. Tinggal dikonfirmasi. Mudah-mudahan itu benar adanya," kata dia.
Lalu Kepala Desa Kohod, Arsin. Gufroni menuturkan, beredar tayangan ia tengah mengatur para pekerja lapangan untuk menyiapkan bambu. Adapun Sandi Martapraja sebagai orang yang mengatakan bahwa pemagaran tersebut merupakan inisiatif masyarakat untuk mencegah abrasi.
"Tapi kami yakin Sandi bukan pelaku utama. Dia hanyalah orang yang disuruh, yang dijadikan semacam tameng atau pasang badan untuk menutupi pelaku yang sesungguhnya," kata Gufroni.
Kemudian Agung Sedayu disebutnya sebagai salah satu terduga karena beredar sebuah video yang mana terdapat percakapan bahwa kayu-kayu itu milik Agung Sedayu. Selanjutnya Tarsin, yang mengaku sebagai nelayan. Tarsin ini disebut satu kknplotan dengan Sandi.
"Dia menjelaskan bahwa pagar bambu ini dalam rangka untuk budidaya kerang. Jadi nanti kita cek Tarsin benar keterangannya demikian," kata Gufroni.
Sebelumnya masyarakat menemukan pagar laut sepanjang 30,16 km di sepanjang tepi laut Tangerang.Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan atau DKP Provinsi Banten Eli Susiyanti pertama kali mendapatkan informasi ini pada 14 Agustus 2024. DKP Banten langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan, ada aktivitas pemagaran laut saat itu kurang lebih 7 km.
Menurut Eli, pada 4 - 5 September 2024, DKP bersama dengan Polsus dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP serta tim gabungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi dengan masyarakat. Pada 5 September 2024, DKP membagi dua tim langsung terjun ke lokasi dan ada lagi yang berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala.
Informasi yang didapatkan menunjukkan tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Namun belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran ini.
Pada 18 September 2024, DKP kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia atau HNSI. Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.