Analis Ungkap 4 Faktor Pemicu Harga Saham Bank Jumbo BBCA - BMRI Rontok Sepekan
Saham perbankan mengalami tekanan khususnya bank berkapitalisasi jumbo pada perdagangan Senin (10/2). Merujuk data perdagangan dari Bursa Efek Indonesia, sektor finansial melemah 1, 4% pada siang.
![Analis Ungkap 4 Faktor Pemicu Harga Saham Bank Jumbo BBCA - BMRI Rontok Sepekan](https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2025/01/02/2025_01_02-12_23_00_ff2932b0-c8d5-11ef-9f3d-ff48b6e30e4b_960x640_thumb.jpg)
Saham perbankan mengalami tekanan khususnya bank berkapitalisasi jumbo pada perdagangan Senin (10/2). Merujuk data perdagangan dari Bursa Efek Indonesia, sektor finansial melemah 1,4% hingga pukul 14.00 WIB berbarengan dengan terkontraksinya Indeks Harga Saham Gabungan ke level 6.616.
Secara rinci, saham PT Bank Central Asia Tbk atau BCA melemah 2,14% atau 200 poin ke level Rp 9.150 per saham. Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk alias BBRI turun 1,74% atau 70 poin ke level Rp 3.960 per saham.
Dua saham bank pelat merah juga mengikuti gerak BBRI. Harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) lesu 2,43% atau 125 poin ke level Rp 5.025 per saham. Selanjutnya saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 1,64% atau 70 poin ke level Rp 4.200 per saham.
Selain saham perbankan berkapitalisasi jumbo, saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) melorot 1,55% atau 19 poin ke level Rp 950 per saham. Kemudian saham bank portofolio Lo Kheng Hong PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) merosot 2,33% atau 40 poin ke level Rp 1.675 per saham. Adapula saham Bank Jago (ARTO) turun 2,36% ke level Rp 2.070.
Senior Investment Information di Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menjelaskan lesunya saham-saham perbankan yang diikuti melemahnya IHSG dipicu beberapa faktor. Dari sentimen eksternal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif baru yaitu 25% pada semua impor baja dan aluminium ke Amerika Serikat.
"Ini memberikan sentimen negatif bagi market, belum lagi Trump juga mengenakan tarif sebesar 10% atas impor barang-barang buatan Cina," kata Nafan kepada Katadata.co.id, Senin (10/2).
Selain itu, ia juga menyoroti sentimen negatif dari data inflasi Amerika Serikat yang akan dirilis pekan ini. Ia berkata data inflasi Amerika Serikat membuat pasar mengantisipasi data tersebut sebab mempengaruhi kebijakan suku bunganya Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve atau The Fed.
"Proyeksinya The Fed tidak agresif dalam melonggarkan kebijakan moneternya," sebut Nafan. Ia menilai kebijakan The Fed memberikan dampak kepada market Indonesia terutama sektor perbankan.
Kinerja Lemah Bank Berkapitalisasi Besar
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustiko Ningsih mengatakan terdapat sentimen lain yang mempengaruhi pergerakan IHSG. IHSG selama sepekan terkoreksi dalam sebesar 5,16%. Performa tersebut menempati posisi terendah jika dibandingkan dengan bursa di Kawasan Asia Tenggara.
"Sentimen negatif yang terjadi, di antaranya rilis laporan keuangan Big Banks mencerminkan landainya kinerja profitabilitas akibat iklim suku bunga tinggi dan terbatasnya daya beli," kata Ratih dalam risetnya, Senin (10/2).
Menurut data laporan kinerja perbankan seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), pertumbuhan laba atau persentase ketiga bank ini mengalami penurunan.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan laba bersih perusahaan dan entitas anak usahanya naik 12,7% mencapai Rp 54,8 triliun sepanjang tahun 2024. Dibandingkan sepanjang 2023, laba BBCA tumbuh 19,4% secara tahunan atau year on year (YoY) nyaris mencapai Rp 50 triliun, tepatnya Rp 48,6 triliun.
Lalu BNI mencatatkan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 21,46 triliun sepanjang 2024, naik 2,64% dari tahun lalu. Pada 2023 sebelumnya secara persentase, laba BNI tumbuh dua digit yaitu 14,2% menjadi Rp 20,9 triliun.
Sementara, Bank Mandiri mencatatkan kinerja keuangan solid sepanjang 2024 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 55,8 triliun. Capaian ini naik 1,3% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba sepanjang 2023 yakni Rp 55,1 triliun.
Padahal Bank Mandiri mampu tumbuhkan laba dua digit 33,7% secara tahunan (year on year/yoy) Rp 55,1 triliun. Artinya pertumbuhan kinerja bank melandai sebab tidak mampu bertumbuh secara optimal seperti tahun lalu. .