Begini Isi Disertasi Dampak Reklamasi di Teluk Jakarta yang Pernah Ditulis Nono Sampono

Nono Sampono jadi sorotan publik. Mantan Komandan Marinir dan Paspampres, juga eks Cawagub Jakarta, ini kini dirut di PT pemilik SHGB pagar laut.

Begini Isi Disertasi Dampak Reklamasi di Teluk Jakarta yang Pernah Ditulis Nono Sampono

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres, Letnan Jenderal Marinir TNI (Purnawirawan) , menjadi sorotan publik atas posisinya sebagai Direktur Utama PT Cahaya Inti Sentosa. Perusahaan tersebut diketahui memiliki 20 bidang tanah berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, yang mencakup kawasan .

Sampono adalah juga mantan Komandan Korps Marinir dan pernah menjadi Cawagub DKI Jakarta dalam Pilkada 2012. Menurut laporan Antara, dan mengutip dari situs Scientific Repository , Sampono yang juga pernah menjadi anggota DPD RI 2014-2024 ini mempunyai disertasi tentang reklamasi di Teluk Jakarta serta dampak dan nilai kerugiannya.

Disertasi itu yang mengantarnya meraih gelar doktor di bidang kelautan dan perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 8 Februari 2013. Dalam sidang promosi terbuka yang dilaksanakan 15 Januari 2013, ia dinyatakan lulus dengan disertasi berjudul “Analisis Kebijakan Pemerintah Mengatasi Dampak Reklamasi terhadap Perikanan Pesisir”.

Dalam disertasi yang disusun bersama empat orang lainnya tersebut, Sampono menganalisis berbagai dampak teknis, ekologis, ekonomi, sosial, dan perikanan dari proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Ia menjelaskan bahwa reklamasi merupakan bagian dari pembangunan Jakarta Water Front City yang diharapkan akan menjadi solusi terhadap kebutuhan lahan yang semakin mendesak.

Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan ruang tersebut, pemerintah harus menyediakan lahan baru. "Bagian darat wilayah Jakarta sudah tidak memungkinkan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat sehingga pilihan reklamasi menjadi alternatif yang paling realistis,” tertulis dalam abstrak disertasi itu, dikutip Jumat, 24 Januari 2025. 

Dipaparkan di sana bahwa penelitian bertujuan menganalisis kegiatan perikanan yang akan terdampak kegiatan reklamasi. Juga, menganalisis strategi adaptasi nelayan akibat dari kegiatan reklamasi itu dan merumuskan strategi kebijakan pengelolaan perikanan akibat pembangunan Water Front City di Teluk Jakarta.

Penelitian yang dilakukan di wilayah pesisir Teluk Jakarta—meliputi Cilincing, Muara Angke, dan Muara Baru—menggunakan metode seperti Geographical Information System (GIS), Interpretative Structural Modelling (ISM), valuasi ekonomi, dan Analisis Hierarki Proses (AHP). Hasilnya, ditemukan bahwa kegiatan perikanan seperti payang, dogol, bubu, gillnet, dan budidaya kerang hijau akan terdampak langsung oleh reklamasi, dengan luas wilayah yang terkena dampak mencapai 1.527,34 hektare.

Presiden Direktur Agung Sedayu, Nono Sampono (kedua dari kiri) selepas konferensi pers pemancangan pertama Menara Syariah di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Ahad, 8 Desember 2019. Tempo/Caesar Akbar

“Dampak yang paling utama akan dirasakan dari reklamasi adalah perubahan daerah penangkapan ikan, hilangnya lokasi budidaya kerang hijau, gangguan terhadap jalur perahu nelayan, dan penurunan kualitas sumber daya ikan,” tulis Sampono dan tim dalam disertasinya.

Penelitian ini turut menyajikan strategi adaptasi nelayan, termasuk tetap melanjutkan aktivitas perikanan di lokasi baru meskipun terjadi penurunan hasil. Nono mencatat nilai manfaat ekonomi dari kegiatan perikanan tangkap yang terdampak reklamasi mencapai Rp 314,5 miliar, dengan 35 persen di antaranya berasal dari perikanan gillnet.

Dampak hilangnya daerah penangkapan ikan dan lokasi budidaya kerang hijau bagi nelayan itu kemudian dibandingkannya dengan nilai manfaat langsung dari kegiatan reklamasi Teluk Jakarta yang dihitungnya sebesar Rp 198,55 triliun dengan total biaya mencapai Rp 91,46 triliun. Pada tingkat diskonto 12 persen, nilai manfaat bersih dengan pengurangan kerusakan lingkungan dikalkulasikan sebesar Rp 625 triliun, jika asumsi konstan hanya sebesar Rp 192 triliun.

Sementara pada diskonto rendah sebesar 3 persen, manfaat bersih dari proyek reklamasi diproyeksikan mencapai Rp 1.701,7 triliun dengan skenario pengurangan kerusakan lingkungan, dan Rp 754,4 triliun dengan asumsi kerusakan konstan.

Karenanya, menurut disertasi Nono Sampono, strategi adaptasi yang dipilih nelayan terhadap dampak reklamasi adalah tetap melakukan kegiatan perikanan (perikanan tangkap maupun budidaya) meskipun terjadi penurunan hasil tangkapan/budidaya. "Atau harus berpindah ke lokasi yang baru."