BEI Resmikan Perdagangan Karbon Internasional, Raup Volume 41,822 tCO2e

Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Internasional pertama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) hari ini, Senin (20/1).

BEI Resmikan Perdagangan Karbon Internasional, Raup Volume 41,822 tCO2e

Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Internasional pertama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) hari ini, Senin (20/1). 

Pada awal debut perdananya, volume perdagangannya tercatat sebanyak 41,822 tCO2e. Kemudian sebanyak lima proyek, sembilan pengguna jasa, dan sembilan pembeli dalam perdagangan karbon internasional. Lalu Indonesia Technology Based Solution Authorized Renewable Energy atau IDTBSA-RE sebesar Rp144.000. 

Adapun berdasarkan data IDXCarbon, sepanjang 26 September 2023 - 17 Januari 2024, volume Perdagangan IDX Carbon tergolong sepi, sebesar 1,131 juta tCO2e, nilai Perdagangan Rp58,868 miliar, 6 Project Listed Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), dan 104 pengguna jasa.

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyampaikan bahwa jumlah peserta yang terdaftar dalam layanan pertukaran karbon tumbuh signifikan hingga mencapai 104 peserta, dibandingkan dengan 16 peserta saat peluncuran pada 26 September 2023. 

Baru-baru ini, IDX Carbon telah memperdagangkan 1 juta ton unit karbon secara kumulatif. Ia mengatakan keberhasilan tersebut didorong oleh kontribusi besar dari perusahaan-perusahan yang terdaftar di BEI dan anak perusahaannya, yang menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon.

Namun terkait negara pembeli utamanya dalam perdagangan karbon internasional ini, Iman mengatakan bahwa BEI tak bisa melihat secara langsung karena sebagian besar dibeli lewat domestik count-nya. 

“Kami berharap perusahaan-perusahaan ini akan terus menjadi contoh, menginspirasi perusahaan dan bisnis lain di Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam pasar yang terus berkembang dan dinamis ini,” kata Iman dalam acara bertajuk Peluncuran Perdagangan Karbon Internasional pertama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1). 

Di samping itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan bahwa dalam perdagangan karbon, OJK telah memfasilitasi perdagangan satuan karbon domestik dan internasional melalui bursa karbon, termasuk melibatkan investor dan pihak asing. 

“OJK mengapresiasi upaya seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam memastikan keberhasilan implementasi inisiatif ini,” tambah Mahendra. 

Amerika Serikat hingga Tiongkok Berpotensi Jadi Pembeli Terbesar Bursa Karbon

Sebelumnya Kiwoom Sekuritas Indonesia memprediksi beberapa negara industri penghasil emisi karbon tinggi berpotensi menjadi pembeli utama karbon yang diperdagangkan di Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon. 

Head of Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi Kasmarandana, mengatakan negara-negara industri yang menghasilkan emisi karbon tinggi, seperti Amerika Serikat (AS), akan menjadi pelanggan dari perdagangan karbon di Indonesia. 

"Selain itu, perusahaan dari Uni Eropa, Jepang, hingga Tiongkok menjadi potensi pembeli terbesar untuk kredit karbon di IDX," ujar Oktavianus ketika dikonfirmasi Katadata.co.id, Rabu (15/1). 

Oktavianus mengatakan, kendala bursa karbon Indonesia saat ini adalah minimnya likuiditas di pasar, sehingga pelepasan unit karbon kepada investor asing diharapkan dapat mendorong likuiditas dan aktivitas bursa karbon. 

Daya tarik bursa karbon Indonesia akan lebih tinggi untuk investor asing bilamana regulator memberikan program insentif dan inovasi produk. Ia meyakini kebutuhan jangka panjang untuk mencapai net zero emissions global dan bertambahnya produk bursa karbon akan mendorong volume transaksi di masa depan.

"Beberapa negara dengan sumber daya yang lebih terbatas akan cenderung mencari alternatif untuk mencapai target Kesepakatan Paris," ujarnya. 

Oktavianus mengatakan, potensi tersebut dapat dimanfaatkan Indonesia dengan potensi sumber kredit karbon yang sangat melimpah, mulai dari hutan tropis hingga potensi energi baru terbarukan yang memberikan basis kredit karbon yang solid. 

"Selain itu, dukungan regulasi terkait peraturan dan adanya Sistem Registrasi Nasional (SRN PPI), serta komitmen pemerintah untuk mengatasi emisi gas rumah kaca sebesar 31% dengan usaha sendiri dan 43% dukungan internasional pada 2030 akan menjadi katalis bagi bursa karbon," ucapnya.