Buka Webinar FKPPI dan BNPB, Bamsoet Dorong Peningkatan Kewaspadaan Bencana Akibat Cuaca Ekstrem

Cuaca ekstrem di Indonesia ini merupakan sebuah tantangan yang perlu dihadapi secara serius oleh semua pihak. 

Buka Webinar FKPPI dan BNPB, Bamsoet Dorong Peningkatan Kewaspadaan Bencana Akibat Cuaca Ekstrem

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI-Polri/Kepala Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesatyo mewakili Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo, menuturkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki iklim tropis yang mendukung  keanekaragaman hayati. Namun, keindahan alam ini juga menyimpan potensi risiko bencana yang tinggi, terutama akibat cuaca ekstrem. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena cuaca ekstrem, seperti hujan deras, banjir, tanah longsor, dan cuaca panas berlebih, semakin sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Cuaca ekstrem di Indonesia ini merupakan sebuah tantangan yang perlu dihadapi secara serius oleh semua pihak. 

"Cuaca ekstrem di Indonesia bukan hanya merupakan fenomena alami, tetapi juga berkaitan erat dengan dampak perubahan iklim dan faktor manusia. Karena itu, kewaspadaan terhadap bencana akibat cuaca ekstrem harus menjadi fokus utama bagi pemerintah, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Melalui langkah-langkah mitigasi dan adaptasi yang terpadu, diharapkan Indonesia dapat mengurangi risiko dan dampak dari cuaca ekstrem," ujar Bamsoet.

Hal tersebut disampaikan Bamsoet mewakili Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo, saat membuka Webinar Pengurus Pusat Keluarga Besar FKPPI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tema 'Waspada Bencana akibat Cuaca Ekstrem' di Jakarta, Selasa (21/1/25). Hadir sebagai pembicara Pengarah dari BNPB Bambang Munadjat, Sekjen FKPPI Anna Rudianthiana dan seluruh jajaran pengurus dan kader FKPPI di seluruh wilayah Indonesia.

Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, cuaca ekstrem di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik alami maupun antropogenik. Secara alami, fenomena seperti El Niño dan La Niña sangat memengaruhi kondisi cuaca. Fenomena El Niño yang terjadi menyebabkan berbagai wilayah di Indonesia mengalami kemarau yang berkepanjangan, meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan. Di sisi lain, fenomena La Niña yang terjadi membawa curah hujan yang tinggi di beberapa daerah, menyebabkan banjir dan tanah longsor. 

Baca juga:

"Sementara, faktor antropogenik yang berkontribusi terhadap cuaca ekstrem adalah deforestasi, urbanisasi yang cepat, dan emisi gas rumah kaca. Deforestasi yang masif untuk keperluan pertanian dan pengembangan kota mengurangi kemampuan alam untuk menyerap air, yang pada gilirannya meningkatkan risiko banjir. Karenanya, perlu dicermati bagaimana kegiatan manusia berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem," kata Bamsoet. 

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menguraikan, berdasarkan data BNPB, sejak BNPB terbentuk tahun 2008 hingga tahun 2023, tercatat bahwa Indonesia telah mengalami peningkatan jumlah peristiwa bencana alam setiap tahun. Dalam kurun waktu 2019-2023 terdapat tren peningkatan yang menunjukan bahwa jumlah kejadian bencana alam berkisar antara 3.500 hingga 5.400 per tahun.

Sepanjang tahun 2024, Indonesia tercatat mengalami berbagai bencana alam akibat cuaca ekstrim. Semisal, banjir bandang dan aliran lahar dingin di Sumatera Barat selama tahun 2024, yang menewaskan setidaknya 67 orang dan membuat lebih dari 4.000 orang mengungsi. Selain itu, banjir di Maluku Utara pada Agustus 2024 yang menewaskan 16 orang dan merusak puluhan rumah di Kota Ternate.       

"Perubahan iklim global juga memperburuk situasi ini. Hasil studi dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menunjukkan bahwa Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan suhu hingga 1,5 hingga 2 derajat Celsius pada tahun 2050 yang dapat menyebabkan dampak signifikan pada pertanian dan ketahanan pangan. Ketika musim kemarau berkepanjangan terjadi, potensi kebakaran hutan dan lahan meningkat. Kebakaran ini tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga menyebabkan masalah kesehatan akibat kabut asap," urai Bamsoet. 

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, dampak dari cuaca ekstrim tidak hanya terbatas pada kerugian materiil, tetapi juga sosial dan ekonomi. Banjir, misalnya, dapat mempengaruhi akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sekolah-sekolah terpaksa ditutup, dan anak-anak kehilangan waktu belajar. Dari segi ekonomi, aktivitas bisnis terganggu, dan para petani mengalami kerugian akibat gagal panen. Data yang dirilis oleh United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR), kerugian ekonomi akibat bencana di Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.

"Menghadapi risiko cuaca ekstrem, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi. Koordinasi yang baik antara BMKG, BNPB, pemerintah daerah, serta masyarakat sipil merupakan kunci dalam menanggulangi bencana. FKPPI dapat ambil bagian dalam setiap langkah penanggulangan bencana, dengan terlibat dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih waspada dan siap menghadapi setiap peristiwa bencana. Dengan jaringan yang luas dan soliditas yang kuat, FKPPI dapat menjadi penghubung antara pemerintah dan masyarakat dalam menyampaikan informasi serta membangun kesadaran publik," pungkas Bamsoet. (*)