Cek Data: Akar Masalah Kontroversi Tukin Dosen yang Tak Dibayar Pemerintah
Pemerintah tak akan membayar tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN yang tertunggak sepanjang 2020-2024. Hitungan nilai tunggakannya bisa mencapai hingga Rp70 triliun.
Ratusan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Seluruh Indonesia (Adaksi) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025. Mereka menuntut pencairan tunjangan kinerja (tukin) dosen yang belum dibayar pemerintah sejak 2020.
Kontroversi
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bersikukuh tidak akan membayar tukin dosen ASN periode 2020-2024.
Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek Togar M Simatupang menjelaskan, tukin dosen ASN selama periode itu tidak bisa dicairkan lantaran kementerian sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), tidak mengajukan anggaran melalui birokrasi yang semestinya.
“Sudah tutup buku,” katanya.
Sebagai gantinya, Togar mengungkapkan, Kemdiktisaintek hanya akan membayar tukin dosen ASN tahun 2025. Nominalnya yang sebesar Rp2,5 triliun telah disetujui Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan.
“Demikian kenyataan yang terjadi. Perjuangan sudah dilakukan dan itu di luar dari jangkauan otoritas yang ada,” ujarnya.
Faktanya
Akar masalah penuntutan tukin dosen adalah Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020 yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Beleid itu mengatur tunjangan kinerja setiap bulan bagi para pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketika itu kementerian tersebut belum dilebur menjadi Kemendikbudristek.
Sebelum lengser, pada 11 Oktober 2024, Nadiem menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan Nomor 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Dosen di Kemendikbudristek. Di beleid itulah besaran nominal tukin dosen dirinci.
Kepmen tersebut juga menyebut akan membayar tukin dosen yang selama ini tertunda pada 1 Januari 2025. Akan tetapi, seperti yang diungkap Togar, Nadiem tak mengajukan alokasi anggaran untuk tukin di dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Jika dihitung sepanjang 2020-2024, ada akumulasi tukin yang membengkak. Seorang dosen dengan kelas jabatan Asisten Ahli, misalnya, punya tukin yang tak dibayarkan hingga Rp243 juta. Adapun tukin seorang profesor bisa mencapai nyaris Rp1 miliar.
Aris Setiawan, dosen di Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, mengaku terdampak dengan batalnya pembayaran tukin ini. “Ini adalah janji yang tidak ditepati,” katanya kepada Katadata.co.id lewat sambungan telepon, Selasa, 4 Februari 2025.
Dengan kelas jabatan Lektor Kepala, Aris menghitung pemerintah berutang kepadanya sebanyak Rp524 juta. Pada Senin, 3 Februari 2025, ratusan dosen ISI Surakarta pun menggelar unjuk rasa di lapangan kampus mereka; penuntut pencairan tukin.
Kalau merujuk Data Ikhtisar Pendidikan Tinggi 2023, ada sekitar 183.536 dosen yang menanti tukin. Jumlah itu terdiri dari Asisten Ahli sebanyak 74.285 sampai Guru Besar yang mencapai 7.099.
Adapun jika mengalikan jumlah dosen berdasarkan kelas jabatannya dengan akumulasi tukin yang seharusnya mereka dapat, pemerintah perlu anggaran Rp70,3 triliun untuk membayar semuanya.
Tukin kelas jabatan yang dijanjikan oleh Nadiem merupakan jenis tukin baru yang belum pernah ada sebelumnya. Selama ini, dosen ASN di Indonesia juga memeroleh tunjangan kinerja yang diatur di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2009.
Ada tiga jenis tunjangan di dalam PP tersebut. Antara lain, tunjangan sertifikasi, khusus, dan kehormatan. Jika menilik tugasnya maka mayoritas dosen di Indonesia selama ini hanya mendapatkan tunjangan sertifikasi yang diperoleh setelah lulus sertifikasi dosen. Besarannya satu kali gaji pokok. Adapun dosen bergelar Guru Besar hanya sekitar 2,64% dari total dosen di Indonesia.
Di Indonesia, Penghasilan Dosen Minim
Laporan Tim Riset Kesejahteraan Dosen, yang terdiri dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram), pernah memetakan kondisi kesejahteraan dosen melalui sebuah survei nasional yang diluncurkan pada April 2023.
Survei itu mendapati 42,9% dari total 1.196 responden dosen memiliki penghasilan kurang dari Rp3 juta per bulan. Sedangkan responden yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 juta per bulan hanya sebesar 27,3%.
Jumlah gaji yang diterima para dosen responden berasal dari berbagai macam kegiatan. Selain gaji pokok dan tunjangan, misalnya, ada honor mengajar, membimbing, praktikum, dan sebagainya.
Di luar itu, sambung tim riset, sebagian dosen menerima pendapatan variabel yang tidak tentu, seperti honor narasumber, insentif publikasi, dan honor insidental lainnya. “Bagi lebih dari setengah partisipan (53,6%), jumlah pendapatan tidak tentu ini masih di bawah Rp1 juta per bulan,” tulis tim yang dipublikasikan oleh The Conversation Indonesia, Kamis, 4 Mei 2023.
Adapun nominal pengeluaran yang paling banyak dipilih responden adalah sebesar Rp3-5 juta per bulan. Sebanyak 31% dosen mengaku menghabiskan uang sebesar itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sementara pengeluaran sebesar Rp5-10 juta dirasakan oleh 24,4% responden. Bahkan tak sedikit dosen yang merogoh lebih dari Rp10 juta untuk kebutuhan bulanannya, yang dipilih oleh 12,2% responden.
Upah dosen dinilai masih jauh dari kata layak. Tim riset memberi catatan, upah itu sangat mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia sekira Rp2.910.632 pada 2023.
Tim riset itu mengutip Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) yang menyebut bahwa pendapatan layak tidak hanya harus memenuhi upah minimum, tetapi juga keamanan sosial. Ini berarti mencakup pengeluaran penting lain seperti kesehatan, pendidikan anak, dan ongkos partisipasi kehidupan sosial masyarakat.
“Keamanan sosial juga harus mempertimbangkan dana darurat ketika menghadapi potensi kehilangan pekerjaan dan risiko kecelakaan,” tulis tim riset.
Referensi
Databoks Katadata. 2023. (diakses 5 Februari 2025)
Kemendikbudristek. 2023. (diakses 6 Februari 2025)
The Conversation Indonesia. 2023. (diakses 5 Februari 2025)