Efisiensi Anggaran, Ekonom Sarankan Hapus Jabatan Wakil Menteri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana efisiensi anggaran secara masif menuai respons beragam dari berbagai kalangan. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyarankan Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali...
Huda menilai langkah efisiensi dapat menghemat anggaran pemerintah yang nantinya dapat dialokasikan untuk program-program prioritas yang lebih mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Huda menekankan pentingnya evaluasi struktur birokrasi secara menyeluruh agar penggunaan anggaran negara lebih tepat sasaran dan memberikan dampak maksimal bagi perekonomian nasional.
"Masih banyak program yang sebenarnya tidak perlu anggaran besar, tapi mendapatkan anggaran jumbo. Perencanaan anggaran seperti ini menghasilkan anggaran yang tidak efisien," ucap Huda.
Huda memperkirakan pemerintah tidak akan melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) terkait efisiensi kementerian dan lembaga tahun anggaran 2025. Menurut Huda, skema APBN-P sudah jarang digunakan karena pemerintah dapat melakukan perubahan anggaran melalui Peraturan Pemerintah (PP).
"Terkait dengan APBN-P, nampaknya tidak akan dilakukan karena menggunakan skema PP juga sudah bisa mengubah anggaran. Skema APBN-P sudah lama tidak digunakan," kata Huda.
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan kebijakan efisiensi anggaran dengan memangkas belanja negara hingga Rp 306,69 triliun atau sekitar 8,4 persen dari total 2025. Namun, di saat yang sama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru memperluas struktur kabinet dengan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 48 dan menggandakan posisi wakil menteri dari 18 menjadi 55.
Kebijakan ini menuai kritik karena dianggap bertolak belakang. Di satu sisi, pemerintah mengklaim efisiensi anggaran dilakukan demi stabilitas fiskal. Namun, di sisi lain, pelebaran kabinet berpotensi meningkatkan beban anggaran negara.