Dies natalis HMI, dari desa mewujudkan tujuan
Hari ini, 5 Februari 2025, jika berdasarkan kalender masehi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merayakan Dies Natalis ...
Jakarta (ANTARA) - Hari ini, 5 Februari 2025, jika berdasarkan kalender masehi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merayakan Dies Natalis ke-78. Jika berdasarkan kalender hijriah, HMI telah berusia 80 tahun.
Sebagai organisasi kemahasiswaan tertua yang tetap eksis hingga kini, HMI telah melahirkan banyak alumni yang berkiprah di berbagai bidang strategis.
Pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), tertulis HMI memiliki tujuan yaitu "terbinanya insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT."
Tujuan mulia ini dijelaskan lebih lanjut melalui lima kualitas insan cita yang harus dimiliki oleh kader HMI dan para alumninya.
Kualitas tersebut yaitu insan akademis yang memiliki pemahaman keilmuan yang luas dan kritis, insan pencipta yang mampu berinovasi serta menciptakan solusi bagi permasalahan umat, insan pengabdi yang memiliki kepedulian sosial tinggi dan siap mengabdikan diri untuk kemaslahatan masyarakat.
Selain itu juga insan yang bernapaskan Islam yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan berpikir dan bertindak, serta insan yang bertanggung jawab yang berkomitmen pada amanah dan integritas dalam setiap peran yang diberikan.
Berbagai pelatihan dan dinamika organisasi yang dijalani oleh kader HMI, baik sebagai panitia kegiatan maupun pengurus di berbagai tingkatan seperti komisariat, koordinator komisariat (Korkom), cabang, badan koordinasi (Badko), dan pengurus besar (PB), membentuk kader HMI menjadi pemimpin yang terlatih.
Kemampuan memimpin tim kecil hingga tim besar menjadi keterampilan yang sering kali tidak diajarkan secara formal di bangku kuliah.
Anggota HMI yang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS), baik umum maupun berbasis keagamaan, membentuk jaringan persaudaraan lintas program studi, kampus, bahkan lintas generasi.
Hubungan persaudaraan ini semakin kuat dengan panggilan khas seperti abang, kakak, kakanda, dan adinda, meskipun seringkali sesama kader dan alumni belum pernah bertemu sebelumnya.
Alumni HMI dikenal menduduki berbagai jabatan strategis di eksekutif, legislatif, yudikatif, sektor swasta, NGO, dan organisasi masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Kader dan alumni HMI sering kali menjadi bagian dari minoritas kreatif yang menggerakkan institusi dan memberikan kontribusi signifikan.
Dalam prinsip Pareto, alumni HMI sering kali menjadi bagian dari 20 persen anggota yang mampu menggerakkan 80 persen perubahan dalam suatu organisasi.
Prinsip yang dicetuskan oleh ahli ekonom Italia, Vilfredo Pareto, pada tahun 1896, itu menjelaskan aturan 80/20 berdasarkan beragam fenomena yang menunjukkan bahwa sekitar 80 persen hasil berasal dari 20 persen.
Namun, seperti halnya manusia yang mudah lupa dan tergoda sehingga tidak dapat luput dari kesalahan, perjalanan panjang HMI selama 78 tahun juga diwarnai dengan kasus-kasus yang melibatkan sebagian kecil alumninya, termasuk dalam tindak korupsi.
Hal ini harus menjadi bahan introspeksi bagi kader dan alumni HMI agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai perjuangan.
Pola kepemimpinan
Pada masa lalu, pola kepemimpinan alumni HMI biasanya, meskipun tidak selalu, bergantung pada pengalaman saat masih aktif di organisasi HMI.
Pengurus di tingkat cabang umumnya menjadi tokoh di kabupaten/kota, sementara pengurus Badko berkiprah di tingkat provinsi, dan pengurus PB sering kali menjadi tokoh nasional.
Namun, pasca-reformasi 1998, pola tersebut mulai berubah dan cair. Pintu kepemimpinan di berbagai institusi semakin terbuka dengan persaingan yang lebih dinamis.
Kini, tidak sedikit mantan pengurus PB yang berkiprah di level kabupaten sebagai bupati atau anggota DPRD, sementara ada pula mantan pengurus komisariat yang berhasil menembus level nasional.
Perubahan ini harus disikapi dengan kesiapan kader HMI dalam menghadapi tantangan era modern.
Di usianya yang ke-78, HMI harus mampu mencetak kader-kader yang tidak hanya berpengalaman dalam organisasi, tetapi juga memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Salah satu ceruk kepemimpinan yang membutuhkan kehadiran alumni HMI adalah di tingkat desa.
Futuris Amerika, Alvin Toffler, dalam bukunya Future Shock (1970), meramalkan bahwa di masa depan banyak orang akan tinggal dan bekerja di daerah terpencil, tetapi tetap terhubung karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Ramalan tersebut kini menjadi kenyataan.
Saat ini, desa membutuhkan kepemimpinan yang inovatif dan mampu beradaptasi dengan teknologi digital.
Kepala desa, lurah, dan perangkat desa, termasuk pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), harus bisa berkolaborasi, mengambil keputusan cepat, dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Pemerintah juga telah menggeser fokus pembangunan ke desa melalui kebijakan dana desa yang diluncurkan beberapa tahun terakhir.
Program strategis seperti swasembada pangan dan penyediaan makanan bergizi gratis semakin menegaskan bahwa desa akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Kader HMI memiliki peluang besar untuk mengisi kebutuhan kepemimpinan ini. Namun, untuk bisa berkontribusi secara maksimal, pelatihan di HMI perlu diarahkan pada pengembangan kompetensi kepemimpinan berbasis kearifan lokal, kepemimpinan modern, serta pemanfaatan teknologi informasi digital.
Jika peluang ini dimanfaatkan dengan baik, maka terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT bisa dimulai dari desa. Selamat ulang tahun HMI. Yakin Usaha Sampai!
*) Penulis adalah Mantan Sekretaris Umum HMI Cabang Palembang
dan Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN).
Copyright © ANTARA 2025