DRPD Surabaya Kritik Rencana Pemkot Cari Utang Rp 5,6 Triliun

DRPD Surabaya Kritik Rencana Pemkot Cari Utang Rp 5,6 Triliun. ????Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menegaskan bahwa tidak ada pembicaraan resmi antara Pemkot dan DPRD mengenai rencana Pemkot -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

DRPD Surabaya Kritik Rencana Pemkot Cari Utang Rp 5,6 Triliun

Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada pembicaraan resmi antara Pemkot dan DPRD mengenai rencana Pemkot Surabaya yang akan meminjam dana sebesar Rp5,6 triliun

“Pemkot jangan membuat statement seolah-olah DPRD sudah menyetujui. Bagaimana kami menyetujui, wong selama ini kami tidak pernah diajak bicara sama sekali,” ujar Yona, Selasa (4/2/2025).

Menurut Yona, jika pembicaraan mengenai utang sudah dimulai, penting bagi Pemkot untuk menyusun prioritas yang jelas dalam penggunaannya. Ia mengingatkan bahwa dana yang dipinjam seharusnya diprioritaskan untuk program-program yang secara langsung memenuhi kebutuhan dasar warga, seperti sektor pendidikan dan kesehatan.

“Kalau berbicara tentang utang, skala prioritas harus jelas. Apa yang menjadi program prioritas? Salah satunya pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.

Yona juga mengkritik sejumlah proyek infrastruktur yang lebih menguntungkan pengembang daripada warga. Salah satunya adalah pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB).

“Kalau itu kaitannya hanya untuk membangun akses-akses tertentu seperti JLLB dan MERR, ini harus dikaji lagi. Apakah ini benar-benar menguntungkan warga atau justru lebih menguntungkan pengembang?” tegasnya.

Kekhawatiran Yona semakin meningkat dengan dampak pembangunan MERR, yang menurutnya tidak memberikan manfaat langsung bagi warga. “Faktanya, ketika MERR dibangun, nilai tanah di sekitarnya melonjak tinggi. Pengembanglah yang diuntungkan, bukan warga kota,” ujarnya.

Selain itu, Yona juga menyebut bahwa rencana utang sebesar Rp5,6 triliun adalah jumlah yang sangat besar dan bukan perkara sepele.

“Ini bukan uang receh untuk beli dawet. Ujung-ujungnya, beban utang ini akan dibebankan kepada warga kota,” ujar Yona.

Yona juga menunjukkan keprihatinan terkait pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diprediksi minus Rp1,5 triliun pada tahun 2024. “2024 saja PAD tidak tercapai, bagaimana kita mau menambah utang?” katanya.

Sementara itu, Yona mendukung penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sudah ada untuk memaksimalkan pembangunan. Ia mempertanyakan apakah program-program Wali Kota Surabaya yang direncanakan untuk lima tahun ke depan harus dipaksakan dengan pinjaman sebesar Rp5,6 triliun.

“Saya setuju untuk memaksimalkan pembangunan dengan memanfaatkan APBD yang sudah ada. Apakah program wali kota yang direncanakan untuk 5 tahun ke depan harus dipaksakan dengan pinjaman sebesar Rp5,6 triliun?” ujarnya.

Lebih lanjut, Yona mengungkapkan bahwa jika program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sempat dianggarkan Rp1,1 triliun dari APBD kini akan dibiayai sepenuhnya oleh APBN, hal ini memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi Pemkot.

“Kalau MBG tidak jadi menggunakan APBD, maka kita punya ruang fiskal yang cukup lebar untuk dimanfaatkan tanpa harus mengambil hutang,” jelasnya.

Di sisi lain, Yona juga mengingatkan Pemkot bahwa Surabaya masih memiliki utang kepada sejumlah vendor, termasuk di Dinas Cipta Karya. “Jangan sampai utang baru ini malah membebani keuangan kota,” tegasnya.

Meski memahami niatan baik Wali Kota Surabaya untuk memajukan kota, Yona tetap menekankan pentingnya kebijakan yang realistis dan hati-hati dalam mengambil keputusan.

“Kita paham niatan baik wali kota, tetapi kita juga harus realistis. Apakah dengan meminjam Rp5,6 triliun ini benar-benar menjadi solusi untuk masalah kota Surabaya?” katanya.

Sebagai solusi, Yona menyarankan agar Pemkot mencontoh kebijakan efisiensi anggaran yang telah berhasil diterapkan oleh pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.

“Di semester awal, Pak Prabowo bisa efisiensi Rp300 triliun dengan memperketat beberapa pos anggaran. Kenapa ini tidak diduplikasi di pemerintah kota? Prioritaskan program-program yang punya skala prioritas tinggi,” pungkasnya.