Djohermansyah Djohan: Dugaan Pelanggaran Demokrasi dalam Mutasi Jabatan Bisa Berujung Diskualifikasi
Profesor Djohermansyah Djohan menegaskan, mutasi jabatan yang dilakukan oleh petahana dalam Pilkada 2024 dapat berakibat pada diskualifikasi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan menegaskan, yang dilakukan oleh petahana dalam dapat berakibat pada pencalonannya.
Ia menilai mutasi yang dilakukan untuk kepentingan politik petahana merusak asas keadilan dalam demokrasi dan berpotensi merusak integritas Pilkada.
"Petahana yang melakukan menjelang Pilkada harusnya bisa dibatalkan pencalonannya dan dikenakan sanksi pemberhentian sebagai kepala daerah. Ini adalah pelanggaran yang merusak demokrasi," ujar Djohermansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (2/2/2025).
Ia menambahkan bahwa mutasi pejabat oleh kepala daerah petahana bisa diuji di jika terbukti melanggar hukum.
"Jika ada pihak yang merasa bahwa itu melanggar undang-undang, mereka bisa membawa kasus tersebut ke PTUN," kata Djohermansyah.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI juga menegaskan bahwa Kemendagri siap menjadi saksi ahli di MK dan mendukung petahana yang melanggar aturan rolling pejabat.
Tito menegaskan bahwa pelanggaran aturan mutasi pejabat harus mendapat sanksi tegas demi terciptanya demokrasi yang sehat.
"Diskualifikasi itu harus ditempatkan dalam konteks penegakan hukum dan upaya membangun demokrasi yang sehat," ujar Tito.
Pelanggaran terkait oleh kepala daerah menjadi sorotan dalam sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
MK, melalui beberapa pernyataan hakim dalam sidang yang disiarkan secara langsung, mengingatkan pentingnya menjaga integritas dalam pemilihan umum.
Salah satu contohnya pelantikan pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, pada 22 Maret 2024.
Pelantikan tersebut dianggap melanggar ketentuan hukum terkait batas waktu penggantian pejabat menjelang Pilkada, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024.
Pemohon, melalui kuasa hukumnya Denny Indrayana, menegaskan bahwa tindakan pelantikan tersebut seharusnya berujung pada pasangan calon yang diuntungkan, yakni Caroll Joram Azarias Senduk sebagai petahana.
Namun, KPU dan Bawaslu dianggap membiarkan pelanggaran ini tanpa sanksi yang semestinya, sehingga dugaan kecurangan terus berlanjut selama proses Pilkada.
Baca juga:
"Sengketa Pilkada Kota Tomohon hanyalah salah satu dari puluhan kasus serupa yang tengah ditangani MK di berbagai provinsi, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua," katanya. (Eko Sutriyanto)