Nusron Wahid Lebih Setuju Pejabat Naik Motor Ketimbang Angkutan Umum, Ini Alasannya

Nusron menjelaskan, menggunakan angkutan umum terkadang ongkosnya bisa lebih mahal dalam waktu tertentu.

Nusron Wahid Lebih Setuju Pejabat Naik Motor Ketimbang Angkutan Umum, Ini Alasannya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), , mengaku lebih setuju naik sepeda ketimbang .

Hal ini merespons usulan agar pejabat negara menggunakan transportasi angkutan umum di Jakarta. 

Baca juga:

"Soal naik apa itu, bagi saya tidak substansi. Itu hanya karikatif (sukarela) soal naik ," kata Nusron pada sela-sela acara orientasi dan outbond pengurus DPP Partai Golkar di The Highland Park Resort, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (1/2/2025).

 

Nusron menjelaskan, menggunakan angkutan umum terkadang ongkosnya bisa lebih mahal dalam waktu tertentu.

Baca juga:

"Bisa jadi dalam situasi kondisi terdesak dan cepat, naik kendaraan umum bisa lebih mahal daripada naik mobil dan sepeda . Ya kan?" ujarnya.

Dalam kondisi tertentu, dia menilai bahwa kendaraan pribadi seperti sepeda justru lebih efisien dibandingkan .

"Sebetulnya kalau tujuannya malah untuk itu, sekali-kali naik sepeda , saya malah lebih setuju. Kenapa? Bisa lebih cepat naik sepeda ," ucap Nusron.

Selain itu, Nusron juga menilai bahwa berjalan kaki bisa menjadi opsi yang lebih baik jika jaraknya tidak terlalu jauh.

"Atau sekali-kali jalan kaki kalau jalanan pendek itu malah lebih pendek," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mendesak agar pengawalan dan patroli (patwal) untuk dibatasi, kecuali untuk presiden dan wakil presiden. 

Djoko menilai, pejabat seharusnya lebih akrab dengan angkutan umum untuk memahami kondisi kemacetan yang dialami masyarakat.

Baca juga:

"Semestinya, negara membiasakan menggunakan , minimal sekali seminggu, bercampur dengan masyarakat umum akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat," kata Djoko dalam penjelasannya pada Senin (27/1/2025) dikutip dari Kompas.com.

Djoko mengusulkan agar negara tidak perlu mendapatkan layanan patwal, kecuali presiden dan wakil presiden.

Dia meminta agar layanan patwal dialihkan untuk penggunaan , yang dinilai sudah cukup representatif di Jakarta.