Gaikindo Harap PPN 12 Persen tidak Berdampak ke Sektor Otomotif
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) berharap pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku per 1 Januari 2025 tidak berdampak ke sektor otomotif....
Pengunjung melihat mobil di pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show di ICE BSD, Serpong, Tangerang, Banten, Rabu (24/7/2024). Gaikindo Harap PPN 12 persen tak berdampak ke industri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) berharap pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku per 1 Januari 2025 tidak berdampak ke sektor otomotif. Rencana kenaikan PPN sudah diumumkan pemerintah jauh-jauh hari sehingga menghormati keputusan tersebut.
"Mudah-mudahan tidak terlalu berdampak terhadap penjualan di Indonesia," kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Terkait strategi agar penjualan otomotif tetap terjaga, Gaikindo menyerahkan sepenuhnya kepada Agen Pemegang Merek (APM). "Kami serahkan sepenuhnya kepada para APM untuk menentukan strategi penjualannya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengusulkan pemberian subsidi kredit hingga insentif usaha guna mengurangi efek tekanan masyarakat dari kebijakan PPN 12 persen. "Agar perekonomian tidak terkontraksi, maka harus insentif untuk mulai bisnis," kata Esther.
Secara rinci, dia mengusulkan tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk meredam dampak kenaikan tarif PPN. Pertama, memberikan subsidi tingkat suku bunga kredit di bank.
Kedua, memberikan subsidi atau beasiswa sekolah. Ketiga, memberikan peluang lebih banyak untuk berusaha. Hal ini contohnya yaitu memberikan insentif untuk memulai usaha baru.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU). Wacana tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
sumber : Antara