Geger Nilai Tukar Rupiah Meroket di Google dan Munculnya Harapan Palsu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tiba-tiba menguat tajam di Google, menimbulkan kegaduhan di media sosial. Hal itu mencerminkan betapa masyarakat di Tanah Air masih sangat...

Geger Nilai Tukar Rupiah Meroket di Google dan Munculnya Harapan Palsu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tiba-tiba menguat tajam di Google, menimbulkan kegaduhan di media sosial. Hal itu mencerminkan betapa masyarakat di Tanah Air masih sangat bergantung pada sumber informasi tunggal tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.

Angka yang ditampilkan Google menunjukkan 1 dolar AS setara dengan Rp 8.170,65 pada 1 Februari 2025. Nominal itu jauh dari realitas nilai tukar yang sebenarnya diperdagangkan di kisaran Rp 16.300 per dolar pada penutupan perdagangan Jumat (31/1/2025).

Hal itu pun memicu spekulasi liar, kebingungan, dan bahkan harapan palsu di kalangan masyarakat. Beberapa orang langsung mengaitkan angka itu dengan perbaikan ekonomi yang drastis. Sementara yang lain bersikap lebih skeptis dan curiga ada kesalahan teknis dalam sistem Google.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso seketika dibuat sibuk. Dia mengonfirmasi, pada saat yang sama BI langsung berkoordinasi dengan Google Indonesia terkait ketidaksesuaian tersebut untuk segera dapat melakukan koreksi yang diperlukan.

Penegasannya tetap bahwa level nilai tukar Rp 8.100-an per dolar AS sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level yang seharusnya. Atas fenomena yang terjadi tersebut, Google Indonesia ketika dikonfirmasi pun mengakui dan menyadari adanya masalah yang mempengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search.

"Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin," demikian keterangan Google Indonesia di Jakarta, Ahad (2/2/2025).

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Dr. Pratama Persadha pun merespons dengan penjelasa, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar. Jadi, seperti halnya sistem teknologi lainnya, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber.

Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses tersebut, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Selain itu, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing.

Perbedaan sumber ini bisa menyebabkan variasi dalam nilai tukar yang ditampilkan. Beberapa platform mungkin memperbarui data lebih cepat daripada yang lain. Sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum terverifikasi dengan informasi terbaru dari bank sentral atau institusi keuangan utama.

Di sisi lain, Pratama membuka kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi yakni terkait adanya manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan. Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial.

Bahkan, dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar. Maka untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi. Karena nyatanya insiden serupa pernah terjadi sebelumnya.

Terjadi di Malaysia

Pada Februari 2024, ada insiden di Malaysia. Kala itu, Google menampilkan nilai tukar Ringgit terhadap dolar AS yang tidak akurat. 

Bank Negara Malaysia (BNM) mencatat pada Jumat, 15 Februari 2024, Google menunjukkan nilai tukar 1 dolar AS setara dengan 4,98 ringgit. Sementara data resmi menunjukkan level terendah ringgit adalah 4,7075 per dolar AS.

 

Loading...